Mandeknya Kasus Covid Maluku
Hampir setahun proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Covid-19 Provinsi Maluku yang diusut Kejaksaan Tinggi Maluku tak jelas alias mandek.
Kasus ini jalan tempat, padahal sebanyak 25 saksi dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah dimintai keterangan oleh Kejati Maluku.
Kejaksaan Tinggi Maluku melalui juru bicara, Ardy Danari mengklaim kasus ini masih tetap berjalan, bahkan 25 saksi telah dimintai keterangan.
Sayangnya penyelidikan kasus pengelolaan dana Covid-19 yang menjerat pejabat Pemprov Maluku semakin tak jelas.
Kejati Maluku lebih memilih fokus pada penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan rumah bagi TNI dan Polri di Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat milik BP2P Maluku.
Baca Juga: Legowo Terima Hasil PilkadaSelanjutnya kasus dugaan korupsi kredit fiktif BRI Ambon dan BRI Namlea, kasus Talud Penahan Banjir di Kabupaten Buru, kasus proyek air bersih di Pulau Haruku yang bersumber dari Dana Pinjaman dari PT. SMI serta kasus yang melibatkan Sekda SBT yang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
Anggaran dana Covid diperoleh dari refocusing anggaran di setiap OPD eselon II lingkup Pemprov Maluku.
Anggaran masing-masing OPD berjumlah 38 OPD dipangkas 10 persen dari dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Hanya Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan yang anggarannya tak dipotong.
Refocusing itu terjadi lantaran Pemprov Maluku tidak mendapat kuncuran dana dari Pemerintah Pusat. Anggaran yang dihimpun dari puluhan OPD dialihkan untuk penangganan corona di Maluku.
Mirisnya penanganan kasus ini awal-awalnya begitu getol dilakukan Kejati Maluku, namun sayangnya, hampir setahun kasus ini mandek.
Publik berharap, Kejati Maluku tidak saja fokus pada penanganan kasus-kasus dugaan korupsi BRI Ambon, BRI Namlea, Talud Penahanan Banjir di Buru, proyek air bersih dan lainnya sebagainya, tetapi juga mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Covid-19 Provinsi Maluku.
Kasus yang menjeret sejumlah pejabat Pemprov Maluku ini harus ditangani serius dan tuntas, tidak boleh ada perlakuan istimewa yang menjurus pada diskriminasi dalam penanganan kasus korupsi.
Dalam penegakan supremasi hukum, kejaksaan sebagai aparat penegak hukum harus memperlakukan sama semua warga negara sama di mata hukum, sehingga penanganan kasus Covid-19 yang terjadi di lingkup Provinsi Maluku itu harus juga mendapatkan perhatian serius.
Kejati harus tetap komitmen dalam pemberantasan korupsi, penegakan hukum tidak kenal istilah tebang pilih ataupun diistimewakan. Mandeknya penanganan kasus Covid-19 Provinsi Maluku yang sudah hampir setahun ini, bisa saja menimbulkan opini buruk dari publik terhadap lembaga adhyaksa ini.
Kita berharap, kejaksaan tidak main-main dalam penanganan kasus korupsi, tetapi tetap serius dan tidak tebang pilih, jika siapapun yang terlibat baik itu pejabat Pemprov Maluku sekalipun haruslah tetap dijerat, dan jangan dilindungi.
Kepercayaan publik terhadap kejaksaan haruslah dijaga, dan jangan sia-siakan dengan upaya memperlambat penanganan kasus tersebut. (*)
Tinggalkan Balasan