Mandek Periksa Ahli, Korupsi SPPD Fiktif Pemkot Menggantung
AMBON, Siwalimanews – Hampir tujuh bulan, tim penyidik Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease belum berhasil memeriksa saksi ahli dari BPK terkait kasus dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif Pemkot Ambon tahun 2011.
Pemeriksaan auditor mandek. Koordinasi tim penyidik dengan BPK belum membuahkan hasil. Alhasil penanganan kasus tersebut menggantung dan tak jelas nasibnya.
Hingga kini, BPK belum memberikan kepastian waktu bagi penyidik. Padahal hasil audit kerugian negara sudah dikantongi.
Menurut Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Mido J Manik, penyidik masih menunggu pemeriksaan ahli dari BPK. “Kita masih menunggu dari BPK,” jawab singkat melalui pesan Whatsapp kepada Siwalima, Selasa (22/9)
Ketika ditanyakan lagi soal koordinasi dengan BPK apakah terus dilakukan, mengingat kasusnya sudah lama di tangani, kasat tetap menjawab menunggu pemeriksaan ahli dari BPK, “Kita masih tunggu,” ujarnya lagi.
Baca Juga: BPKP Pastikan Segera Audit Repo Bank MalukuKasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon yang diduga merugikan negara 742 juta lebih, dinaikan ke tahap penyidikan, setelah tim penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease melakukan gelar perkara di Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, di Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni 2019 lalu.
Dalam gelar perkara tersebut, tim penyidik Tipikor Satreskrim memaparkan hasil penyelidikan dan berbagai bukti adanya dugaan korupsi dalam SPPD fiktif tahun 2011 di Pemkot Ambon.
Anggaran sebesar dua miliar dialokasikan untuk perjalanan dinas di lingkup Pemkot Ambon. Dalam pertanggungjawaban, anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.
Dalam penyelidikan dan penyidikan, sejumlah pejabat telah diperiksa, termasuk Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Sekot AG Latuheru. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu.
Jangan Berlarut-larut
Sementara itu, praktisi hukum Fileo Pistos Noija mengatakan, pekerjaan polisi untuk menangani perkara ini perlu dipertanyakan. Pasalnya, penetapan tersangka terbilang lama.
Apabila penyidik telah mengantongi hasil audit, kata Noija, mestinya segera menetapkan tersangka. Apalagi proses penanganan kasus tersebut juga menyangkut kepastian hukum seseorang.
“Polisi dalam mengungkapkan kasus itu kan pertama mencari tahu dulu siapa tersangkanya, lalu bagaimana kepastian hukumnya,” kata Noya saat ditemui Siwalima di Pengadilan Negeri Ambon, baru-baru ini.
Dikatakan, polisi harus mengumumkan bagaimana kelanjutan kasus tersebut. “Kalau bukan tindak pidana, maka seharusnya polisi mengumumkan. Sebab masyarakat sudah terlanjur tahu. Anehnya sudah ada kerugiannya, tapi juga belum menetapkan tersangka,” katanya.
Noija mengatakan, penyidik harus bekerja secara profesional, prosedural dan transparan untuk menangani kasus.
Sementara itu Nelson Sianressy mengatakan, kredibilitas penyidik Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease perlu dipertanyakan, sebab pengusutan kasus tersebut tak kunjung selesai.
Menurut Nelson, ada indikasi penyidik ‘masuk angin’ dalam mengusut dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon.
“Kalau ada kasus-kasus lama, sudah ada kerugian negara dan belum diproses, ini patut dipertanyakan kredibilitas penyidiknya. Apakah penyidiknya ini sudah ‘masuk angin’,” ujarnya kepada Siwalima melalui telepon seluler.
Dikatakan, yang dimaksud dengan ‘masuk angin’ itu penyidik sudah terkena intervensi dari orang yang berhubungan dengan kasus tersebut, apalagi kalau hal itu menyentuh pejabat pemerintah.
“Penyidik itu kan kadang-kadang juga masuk angin. Bisa saja, ada tekanan atau permainan dari orang-orang yang berhubungan langsung dengan kasus tersebut. Bukan rahasia lagi, pejabat pemerintah yang terindikasi korupsi lalu diusut penyidik, pasti ada upaya intervensi,” ujar Nelson.
Ia meminta, kepolisian harus memproses penyidik tersebut. Pasalnya, mereka tidak pantas menangani kasus yang merugikan negara Rp. 742 juta lebih itu. Nelson mencontohkan, saat membersihkan rumah, harus menggunakan sapu yang bersih. Maksudnya, penuntasan korupsi tidak dapat dilakukan bila penyidiknya masuk angin.
“Sapu yang kita gunakan untuk membersihkan rumah harus bersih dulu. Masa kita mau pakai sapu yang kotor,” jelas Nelson.
Lambat Tangani
Sebelumnya, Praktisi Hukum, Rony Samloy menyoroti kinerja Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease lambat menangani kasus tersebut.
Menurut Samloy, tidak ada alasan bagi penyidik Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease untuk tidak memproses kasus ini, jika sudah mengantongi audit kerugian negara. “Kasus ini harus segera diproses dengan memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat,” tuturnya, Kamis (2/7).
Kata Samloy, ia percaya pihak kepolisian bisa menetapkan tersangka. Dia menginginkan, siapapun yang bersalah harus bertanggungjawab. “Jangan sampai menggiring persoalan ini dengan politik pilkada Kota Ambon. Hal ini, harus dilihat dari kacamata hukum bahwa siapapun yang bersalah harus bertanggung jawab ,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Praktisi Hukum Marnix Salmon. Salmon mengatakan, jika audit kerugian negara atas suatu perkara korupsi sudah ada, maka penyidik wajib hukumnya menindaklanjuti audit itu. “Jika sudah ada hasil audit tersebut sudah diterima penyidik, maka selanjutnya penetapan nama-nama tersangka,” kata Salmon. (Cr-1)
Tinggalkan Balasan