KOMENTAR-komentar di media sosial, seperti “menyala abangku”, “menyala ratuku”, dan “menyala menteriku” sering dipakai oleh pengguna media sosial. Komentar-komentar tersebut biasanya diucapkan untuk memberi dukungan kepada orang lain. Kata menyala juga identik dengan emotikon api yang biasanya disandingkan dengan kalimat-kalimat dukungan. Bahkan, terkadang emotikon api juga sering digunakan untuk menggantikan kata menyala.

Munculnya istilah baru dan unik di masyarakat, khususnya pada generasi muda, tidak terlepas dari peran media sosial. Siapa pun bebas mengekspresikan idenya dalam memaknai sebuah kata. Pemaknaan yang dimiliki seseorang  dengan bebas diungkapkan dalam berbagai media jika idenya tersebut berterima di masyarakat dan dikenal luas serta digunakan oleh masyarakat. Sumbangan kosakata baru dari kreativitas tersebut dapat melahirkan variasi bahasa baru.

Kata menyala dalam KBBI bermakna (1) ‘tampak atau keluar nyalanya’; (2) ‘tampak mempunyai nyala terang sekali’; (3) ‘tampak bersinar, cemerlang’; (4) ‘bersinar (menyorot) tajam (tentang mata ketika sedang marah, dan sebagainya’); (5) ‘cantik menarik’. Berdasarkan makna-makna tersebut, kata menyala dapat bermetafora dengan sesuatu yang bersinar, semangat, dan menonjol. Hal tersebut menjadikan kata menyala biasanya identik dengan bentuk pujian atau semangat kepada seseorang. Metafora tersebut tecermin pada emotikon api yang sering digunakan bersamaan dengan kata menyala. Emotikon api menambah elemen visual dalam mempertegas sebuah komentar pujian atau semangat.

Kata menyala dapat dipakai dalam mengekspresikan kekaguman atau pengakuan terhadap pencapaian seseorang. Penggunaan kata menyala saat mengekspresikan kekaguman pada pencapaian seseorang akan memberikan konotasi positif terhadap pencapaian tersebut. Orang yang diberi pujian menyala pada hasil pencapaiannya akan merasa senang dan dihargai. Hal tersebut dapat mempererat hubungan sosial dan memberi dukungan emosional.

Penggunaan kata menyala di media sosial oleh warganet dapat menjadi simbol dukungan kolektif. Warganet biasanya akan memberikan dukungan jika seorang tokoh mampu membela hak-hak orang yang tertindas. Cara tersebut merupakan sebuah bentuk kreativitas baru serta dianggap mampu menunjukkan dukungan warganet kepada tokoh tersebut. Bentuk ekspresi tersebut dianggap mewakili dan relevan dengan kehidupan digital warganet.

Baca Juga: Mencegah Populisme Agama di Pilkada 2024

Kata menyala tidak hanya sekadar kata. Kata tersebut telah bertransformasi menjadi simbol semangat, dukungan, dan pengakuan di media digital. Kata menyala yang awalnya memiliki makna denotasi ‘mengeluarkan cahaya atau api’ kemudian memiliki makna konotasi berupa ‘penggambaran terhadap sesuatu yang bersifat positif, mencolok, dan menginspirasi’. Munculnya peralihan makna denotasi ke konotasi yang terjadi pada kata menyala menunjukkan cara bahasa berkembang dan beradaptasi dengan konteks penggunaannya. Pada media digital, kata menyala telah berhasil menarik perhatian dan mendapatkan komentar positif.

Popularitas kata menyala tidak lepas dari sentimen positif pengguna media sosial. Vincent Miller (2020) dalam bukunya yang berjudul Understanding Digital Culture memaparkan bahwa popularitas sebuah kata di media sosial dapat cepat naik jika kata tersebut mengandung empati, kekaguman, dan emosi positif, dan sebaliknya. Pengguna media sosial cenderung menyukai konten-konten yang mengandung kata-kata empati, kekaguman, dan emosi positif. Bentuk penerimaan sebuah kata ditunjukkan dari banyaknya frekuensi penyebaran kata dalam media sosial. Makna positif yang terkandung pada kata menyala menjadikan kata tersebut menjadi salah satu kata yang terkenal di kalangan pengguna media sosial.

Fenomena keberadaan kata menyala menunjukkan fakta bahwa bahasa juga merupakan alat untuk mengekspresikan emosi dan pengalaman. Kata tersebut telah menambah warna dalam komunikasi sehari-hari dan cerminan dinamika sosial serta budaya saat ini di masyarakat. Selain itu, kata menyala juga menjadi cerminan bentuk kreativitas dan inovasi pengguna media sosial dalam mengikuti perkembangan sosial dan teknologi.

Bahasa-bahasa yang ada di media sosial bersifat temporer. Perlu diingat bahwa bahasa-bahasa yang sifatnya temporer, seperti bahasa gaul dan bahasa anak Jaksel tidak akan bertahan lama. Kata menyala mungkin sewaktu-waktu akan hilang kemudian digantikan dengan kata yang lain. Dinamika tersebut menunjukkan bahwa bahasa merupakan hal yang berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Selain itu, keberadaan bahasa juga bergantung pada penggunanya. (Nita Handayani Hasan Widyabasa, Ahli Muda, Kantor Bahasa Provinsi Maluku)