Pandemi Covid-19  telah membawa guncangan yang massif terhadap perekonomian Indonesia dan membutuhkan biaya besar untuk menanganinya. Pada Tahun 2020, Covid-19 telah menghilangkan nilai ekonomi nasional hingga sebesar Rp. 1.356 T. Untuk menahan dampak pandemic agar tidak semakin dalam, APBN telah bekerja keras untuk menangani dampak perekonomian Indonesia.

Berbagai macam upaya penanganan pandemic dan pemulihan ekonomi telah digalakkan. Usaha ini membawa hasil hingga akhir pada tahun 2021, berbagai indikator perekonomian nasional terus mengalami perbaikan dan menunjukkan tren positif. Kerja keras APBN telah menunjukkan perkembangan positif dalam membawa optimisme dan momentum penanganan pandemi serta pemulihan ekonomi untuk negeri.

Oleh itu, momentum pemulihan ini perlu dijaga bersama oleh seluruh pihak termasuk Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). APIP  diharapkan dapat mengawal program-program prioritas pemerintah dan mengawal reformasi  structural.

Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah (Rakornaswasin) 2021 yang diselenggarakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa APIP perlu melakukan pengawasan dari hulu ke hilir, selain itu Presiden Joko Widodo juga mengingatkan bahwa masyarakat menantikan manfaat dari Program-program yang dijalankan pemerintah. Oleh karena itu Presiden menuntut APIP agar bekerja secara akuntabel, efektif dan efisien antara lain diingatkan oleh Presiden yaitu “…mengikuti prosedur itu penting, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan…” ungkap Presiden Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo menyampaikan tiga arahan bagi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta seluruh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) untuk menjamin tercapainya program pembangunan pemerintah yang tetap akuntabel, efektif, dan efisien, adapun arahan Bapak Presiden Joko Widodo tersebut, yaitu :

Baca Juga: Pengarusutamaan Gender

Pertama, Kepala Negara meminta BPKP dan APIP untuk terus melakukan serta meningkatkan pengawalan percepatan belanja pemerintah. BPKP dan APIP juga diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk merealisasikan dan mempercepat belanja pemerintahan, …” Saya minta BPKP dan seluruh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah melihat betul, mencari penyebab lambatnya realisasi belanja ini, ini ada apa, memberikan solusi, cari solusinya, menawarkan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini, ini tugas dalam mengawal belanja tadi. Lalu mengawal agar kementerian, lembaga dan pemda bisa merealisasikan belanjanya dengan cepat dan akuntabel ….” kata Presiden Joko Widodo.

Kedua, tingkatkan pengawasan terhadap kualitas perencanaan program sejak awal sehingga program sejak awal sehingga program yang direncanakan memiliki tolok ukur keberhasilan yang jelas dan bermanfaat bagi masyarakat. Perencanaan program juga harus adaptif dan dapat disesuaikan dengan situasi serta kondisi saat ini.

Ketiga, berikan perhatian terhadap peningkatan kualitas data yang dikelola oleh Pemerintah. Integrasi dan sinkronisasi basis data antarprogram perlu dikawal untuk meningkatkan keandalan data sehingga program-program yang dijalankan pemerintah dapat tepat sasaran.

Disisi lain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan 8.483 temuan yang memuat 14.501 permasalahan senilai Rp. 8,37 triliun dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2021. Dari total temuan tersebut 3.104 temuan menyebabkan kerugian Negara senilai Rp. 1,94 triliun. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK  dari total temuan permasalahan BPK terdapat 7.512 permasalahan  senilai Rp. 8,26 triliun yang merupakan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, 6.617 masalah kelemahan sistem pengendalian intern dan 372 ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Dari data BPK RI, diketahui ketidakpatuhan sebanyak 4.774 masalah atau Rp. 8,29 triliun merupakan masalah ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 1,94 triliun. Selain itu, ada potensi kerugian sebesar Rp. 776,45 miliar dan kekurangan penerimaan Negara sebesar Rp. 5,55 triliun, sementara sebanyak 2.738 (36%) permasalahan ketidakpatuhan berupa penyimpangan administrasi. Atas permasalahan tersebut entitas telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas Negara/daerah/perusahaan selama proses pemeriksaan sebesar Rp. 967,08 miliar. Dari jumlah tersebut Rp. 656,46 miliar merupakan penyetoran dari entitas pemerintah pusat, badan usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya. Data BPK RI menyebutkan IHPS I Tahun 2021 memuat ringkasan dari 732 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), yang terdiri dari atas 673 (91,9%) LHP Keuangan, 39 (5,4%) LHP Kinerja, dan 20 (2,7%) LHP dengan tujuan tertentu kepatuhan. IHPS I Tahun 2021 memuat 128 hasil pemeriksaan keuangan pada Pemerintah pusat, yaitu 1 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020, 85 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) Tahun 2020 dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2020, dan guna mendukung pemeriksaan LKPP tahun 2020, BPK juga memeriksa 11 Laporan keuangan Unit Akuntansi Pengelola Anggaran/Barang (UAKPA/B) Bagian Anggaran (BA) BUN pada kementerian/lembaga (K/L) terkait. Selain itu BPK juga memeriksa 30 Laporan Keuangan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (LKPHLN) Tahun 2020, serta melakukan pemeriksaan 39 kinerja dan 20 pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT).

Didalam melaksanakan Pengawasan APIP tidak hanya memberikan masukan di level teknis, namun lebih strategis untuk merumuskan perbaikan program yang diperlukan. Momentum pemulihan ini perlu terus dikawal dan dijaga bersama agar prediksi pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dapat terealisasi di tahun 2022 dengan prinsip bahwa  “  setiap rupiah uang yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat kepada masyarakat”. (WELLEM RIRIHATUELA, SE. MM, Pengawas Pemerintahan (PPUPD) Inspektorat Provinsi Maluku)