Lima Jam Dua Pejabat BPN Dicecar
AMBON, Siwalimanews – Dua pejabat pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon diperiksa oleh tim penyelidik Pidsus Kejati Maluku terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan Ruko Pasar Mardika.
Dua pejabat yang diperiksa yaitu, Kepala Bidang Aset Petanahan dan Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran Tanah BPN Kota Ambon.
Mereka diperiksa selama lima jam mulai dari pukul 10.00 WIT hingga 15.00 WIT di Kantor Kejati Maluku, Senin (10/11).
“Dua pihak yang dimintai keterangan itu dari kantor Pertanahan Kota Ambon yakni Kabid Aset dan dan Kasi Penetapan dan Pendaftaran Tanah,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy Dannary kepada Siwalima di Ambon.
Ditanya mengenai identitas kedua pejabat yang diperiksa, Ardy tidak mau menyebutkannya, dengan alasan kasus ini masih dalam proses penyelidikan sehingga identitas kedua pihak yang dipanggil mesti dirahasiakan.
Baca Juga: Dewan Minta KPU Mitigasi Wilayah Tapal Batas“Jangan marah, saya belum bisa sampaikan nama ataupun inisial. Karena ini kasusnya masih dalam tahap penyelidikan, sehingga tidak bisa sembarangan dipublikasi identitas pihak yang dipanggil, “terangnya.
Kendati begitu, Ardy mengaku bahwa kedua pihak dimintai keterangan oleh tim penyelidik sejak pukul 10.00 WIT hingga pukul 15.00 WIT.
Ditanya mengenai agenda pemeriksaan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Maluku, Yahya Kotta, mantan Kacabjari Saparua ini mengaku, yang bersangkutan sudah dimintai keterangan pada 5 November lalu.
“Saya juga baru dapat informasi dari tim penyelidik, kalau Kadis sudah dimintai keterangan pada 5 November yang lalu, “tuturnya.
Ardy menambahkan, Kadis menjelaskan terkait aset-aset pemprov yang ada di kawasan HPL Mardika. Namun selebihnya Ardy enggan berkomentar lebih jauh terkait apakah yang bersangkutan akan dipanggil lagi atau tidak.
“Kalau soal panggil lagi saya tidak tahu. Tapi nanti kalau ada info lebih lanjut, akan saya sampaikan, “pungkasnya.
Mangkir
Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku akan memanggil ulang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadis Perindag) Provinsi Maluku, Yahya Kota terkait kasus dugaan korupsi Ruko Pasar Mardika.
Panggilan ulang ini dilakukan, lantaran Kadis Perindag mangkir dari panggil jaksa, Ia harus diperiksa pada Rabu (30/10) namun tidak hadir dan tanpa alasan.
“Yang bersangkutan kita panggil untuk dimintai keterangan pada hari Rabu, tetapi tidak hadir tanpa ada alasan, “ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis (31/10).
Kata Ardy, tim penyelidik sudah memanggil yang bersangkutan, namun karena tidak hadir sehingga penyidik agenda untuk melayangkan surat panggil ulang.
“Nanti akan agendakan untuk panggil ulang. Namun untuk waktunya saya juga belum tahu karena nanti penyidik yang tentukan, “terangnya.
Selain Kadis Perindag, jaksa juga akan memanggil pihak lainnya yang berkaitan dan perkara tersebut. Termasuk Muhammad Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe.
“tim pasti susun agenda untuk panggil pihak-pihak terkait termasuk juga Kipe. Untuk waktu panggilannya itu nanti penyidik yang tentukan,” katanya.
Untuk diketahui, dugaan korupsi pengelolaan ruko Pasar Mardika ditangani kala Edyward Kaban menjabat Kajati Maluku. Bahkan bidang intelijen sudah mulai proses penyelidikan dan memanggil beberapa pihak sejak September 2023, hingga Januari 2024.
Dan tiga pekan kemarin, penyidik intel melimpahkan kasus tersebut ke bidang pidsus dengan status penyelidikan.
“Penyidik telah meningkatkan status kasus Ruko di Pasar Mardika ke penyelidikan. Kita juga telah menyurati pihak-pihak terkait untuk nantinya di minggu depan akan dimintai keterangan,” kata Ardy kepada wartawan Kamis (6/6) lalu.
Kasus ini berawal dari Pansus DPRD Maluku menemukan 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT BPT sebesar Rp18.840.595.750.
Namun dari total nilai tersebut, BPT yang dikomandoi Kipe, hanya menyetor ke Pemprov Maluku sebesar Rp5 miliar saja, dengan rincian tahun 2022 Rp250 juta dan Rp4.750.000.000 pada tahun 2023.
Pansus juga menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko milik pemprov yang dimenangkan PT BPT.
Selain itu, menurut Pansus mekanisme tender oleh Pemprov Maluku melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja sama dibuat dihadapan notaris Roy Prabowo Lenggono nomor 21 tanggal 13 Juli 2022, dinilai tidak memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif sahnya suatu perjanjian yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum.
Sehingga segala tindakan yang dilakukan PT BPT untuk menarik uang sewa ruko dari para pemilik SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) yang menempati Ruko Mardika adalah perbuatan melawan hukum. (S-29)
Tinggalkan Balasan