Lima Guru Besar Unpatti Dikukuhkan
AMBON, Siwalimanews – Universitas Pattimura Ambon mengukuhkan 5 guru besarnya. Pengukuhan dilakukan dalam rapat senat terbuka luar biasa, di kampus Poka oleh Rektor, Prof. Dr. Fredy Leiwakabessy, Selasa (14/1).
Kelima profesor baru yaitu, Prof. Dr. Yoisye Lopulalan, S.Pi., M.Si. dikukuhkan sebagai guru besar tetap Ilmu Sosial dan Ekonomi Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selanjutnya, Prof. Dr. Karolis Anaktototy, S.Pd, dikukuhkan sebagai guru besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Prof. Dr. Ir. Wardis Girsang, M.Si sebagai guru besar dalam Bidang Manajemen Sistem Pedesaan
Fakultas Pertanian Universitas Pattimura;
Prof. Dr. Semuel Frederik Tuhumury, M.Sc dikukuhkan sebagai guru besar bidang Ilmu Konservasi Sumber Daya Alam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan
Prof. Dr. Barzah Latupono, S.H.,M.H dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
Dalam pengukuhan tersebut, Prof. Dr. Yoisye Lopulalan dalam karya ilmiahnya tentang “Perikanan Tradisional Dalam Tantangan Perikanan Masa Kini” mengatakan, permasalahan pembangunan perikanan sangat kompleks dan rumit karena tidak hanya menyangkut aspek perikanan semata, tetapi juga terkait dengan aspek pendukung lainnya yang terkadang justru dominan, seperti sarana dan prasarana, keuangan (finansial), sumber daya manusia, serta pengembangan ilmu dan teknologi perikanan.
Menurutnya, selama ini, perikanan di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok usaha, yaitu: (1) Perikanan modern, yang ditandai oleh pemakaian teknologi canggih, armada penangkapan besar dengan alat tangkap yang efektif, waktu operasi panjang di daerah penangkapan yang jauh, serta produksi dan produktivitas yang tinggi dengan orientasi pasar yang luas;
(2).Perikanan tradisional, yang ditandai oleh kesederhanaan seperti armada kecil, daerah penangkapan terbatas, alat tangkap yang kurang produktif, kemampuan nelayan yang rendah, serta orientasi pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pasar domestik.
Dikatakan, kebijakan pemerintah sering kali tersegmentasi ke dalam dua kategori tersebut. Pengembangan perikanan modern diarahkan untuk memacu produksi demi meningkatkan pendapatan nasional. Sedangkan kebijakan perikanan tradisional difokuskan pada peningkatan kesejahteraan nelayan agar tidak berada dalam kategori masyarakat miskin atau termarjinalkan.
Dia juga mengatakan tentang kondisi ini menciptakan ketimpangan serius, yang menghambat perkembangan subsektor perikanan tangkap di tanah air. Hambatan utama yang dihadapi nelayan tradisional antara lain: (1) Overfishing dan degradasi lingkungan akibat tingginya intensitas
penangkapan ikan di perairan pantai; (2) Produktivitas rendah (sekitar 4,8 kg/nelayan), yang menyebabkan kemiskinan berkepanjangan; (3) mutu produk yang rendah karena kurangnya dukungan teknik penanganan ikan yang baik; (4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang menghambat adopsi inovasi baru; (5) Keterbatasan modal, karena kurangnya jaminan pengembalian kredit dari perbankan.
Peran Pembelajaran
Selanjutnya, Prof. Dr. Karolis Anaktototy dalam karya ilmiah tentang “Bahasa Inggris Sebagai Lingua Franca Global: Sejarah, Peran dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi” mengatakan, Bahasa Inggris sebagai lingua franca atau bahasa pengantar digunakan untuk menghubungkan penutur yang memiliki bahasa ibu yang berbeda.
Penyebaran penggunaan Bahasa Inggris sebagai lingua franca tidak dapat dilepaspisahkan dengan sejarah kolonialisme Inggris Raya terhadap banyak negara di dunia. Dari catatan sejarah, Inggris merupakan negara kolonial terbesar yang pernah menjajah sebanyak 115 negara yang tersebar di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Australia.
Pada abad ke-16 muncul istilah ‘Age of Discovery’ di Inggris. Pemikiran ini terkait dunia baru yang dianggap memiliki penemuan baru yang belum pernah ada. Inggris sebagai salah satu negara yang cukup maju menginginkan lebih banyak tanah kekuasaan demi membangun sebuah komunitas baru yang dikenal dengan nama koloni.
Pembentukan demokrasi perwakilan di Inggris sejak abad ke-17 membuat mereka yakin itu bentuk pemerintahan terbaik. Mereka menyatakan jika bisa menyebarkan demokrasi ke seluruh dunia, maka setiap negara akan mendapat keuntungan.
Selain itu, kenaikan harga dan biaya hidup yang tajam membuat banyak orang resah sehingga banyak orang Inggris melihat bahwa penjajahan di Dunia Baru mungkin berkontribusi pada kekuasaan dan kemakmuran tanah air mereka.
33,700,000 kilometer persegi atau seperempat luas total bumi. Akibatnya, pengaruh Britania Raya, terutama Inggris melekat kuat di seantreo dunia dalam praktek ekonomi, hukum dan sistim pemerintahan, masyarakat, olahraga (kriket dan sepak bola), serta penggunaan bahasa Inggris.
Percepatan Pengentasan Kemiskinan
Berikutnya Prof. Dr. Ir. Wardis Girsang tentang “Percepatan Pengentasan Kemiskinan Berbasis Gugus Pulau di Provinsi Maluku” mengatakan, provinsi ini masih bergelut dengan masalah kemiskinan selama 3-4 dekade terakhir. Sejak tahun 1990, saya banyak belajar dari petani dan nelayan dengan model agroforestry sistem dusung yang mengintegrasikan hutan dan pesisir / laut, yang berkata: Forest is the mother of the sea. Artinya di pulau-pulau kecil, laut dan darat satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Menurutnya, potensi sumberdaya alam, darat dan laut, dikelola berkelanjutan dengan kearifan lokal dan modal sosial yang kuat.
“Saya juga banyak belajar dari petani di desa-desa transmigrasi dengan model integrated livestock farming systems, dimana padi sawah terintegrasi dengan hortikultura dan ternak sapi. Selain itu, saya memperoleh kesempatan mempelajari Gugus Pulau bersama tim peneliti Unpatti dan Tim Bappeda Provinsi Maluku yang melibatkan penggagasnya yaitu Dr. Saleh Latuconsina,”katanya
Dikatakan, potensi pangan lokal yang besar, perikanan dan kelautan, cengkeh, pala dan kelapa, seharusnya membuat penduduk Maluku, khususnya di pedesaan, sejahtera, tidak miskin, stunting dan desa tertinggal.
Konservasi Sumberdaya
Selanjutnya Prof. Dr. Semuel Frederik Tuhumury dalam paparannya tentang “Konservasi sumberdaya siput Lola (Trochus niloticus/ rochia nilotica Lin., 1767) Wujud Blue Economy” mengatakan, lima program ekonomi biru (Blue Economy) Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu 1) perluasan kawasan konservasi laut
(2) penangkapan ikan terukur berbasis kuota, 3) pembangunan perikanan budidaya laut, 4) pesisir dan darat secara berkelanjutan, 5) pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk pembersihan sampah plastik di laut melalui Gerakan partisipasi Nelayan. Dikatakan oleh Menteri KKP RI Menteri Trenggono dalam acara Forum Hukum
KKP Tahun 2024 di Surabaya, Implementasi 5 program tersebut untuk mendorong pemerataan 3 pembangunan di wilayah pesisir, dengan mengedepankan produksi perikanan yang bertanggung jawab pada keberlanjutan ekosistem.
Program ini juga mengakomodir dilakukannya perluasan kawasan konservasi untuk menjaga ekosistem laut tetap sehat.
Disamping itu, lima program ekonomi biru menjadi bagian dari upaya KKP mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045 melalui sektor kelautan dan perikanan.
Dalam penjelasannya bahwa hingga saat ini KKP memiliki 17 peraturan yang menjadi instrumen regulasi yang mendukung implementasi program kebijakan ekonomi biru. Prinsip Pencatatan
Sedangkan Prof. Dr. Barzah Latupono tentang “Prinsip Pencatatan Perkaeinan Menurut Hukum di Indonesia” mengatakan, perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari kehidupan manusia itu sendiri yang meliputi kebutuhan dan fungsi biologis, melahirkan keturunan, kebutuhan akan kasih sayang dan persaudaraan, memelihara anak-anak tersebut menjadi
anggota-anggota masyarakat yang sempurna (volwaardig).
Dikatakan, peristiwa perkawinan selalu memerlukan norma hukum dan tata tertib yang mengaturnya. Penerapan norma hukum dalam peristiwa perkawinan terutama diperlukan dalam rangka mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga, guna membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, selanjutnya disebut UU Perkawinan merupakan salah satu wujud aturan tata tertib perkawinan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan negara hukum, yang dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dengan lahirnya UU Perkawinan adalah merupakan wujud nyata pembangunan hukum nasional sebagai realisasi politik hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sehingga terbentuklah UU Perkawinan yang berlaku secara univikasi seperti yang sekarang ini. (S-25)
Tinggalkan Balasan