AMBON, Siwalimanews – Anggota DPR, Hendrik Lewerissa ber­janji akan membahas ma­salah gaji 30 karyawan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Ambon yang 8 bulan tidak memperoleh gaji dengan direksi di Jakarta.

Anggota Komisi VI DPR ini meng­ungkapkan, akan mengangkat masalah ini dalam rapat Komisi VI DPR bersama pihak Kementerian BUMN.

“Saya prihatin dengan kondisi kar­yawan Perum Percetakan Negara Cabang Ambon yang terluluh-lantahkan karena tidak dibayarkan upah mereka hampir 8 bulan. Masalah ini akan diangkat dalam rapat ber­sama Komisi VI DPR bersama Ke­mentrian BUMN,” jelas  Lewerissa kepada Siwalima di Ambon, Kamis (25/3).

Ia mengaku kecewa dengan jajaran manajemen Perum Percetakan Ne­gara Cabang Ambon, saat mende­ngar rintihan hati perwakilan karya­wan yang menemuinya pada, Rabu (24/3).

Dalam tatap muka dengan para karyawan, Lewerissa mengaku, per­nah mengusulkan kepada pimpinan komisi VI DPR agar mengundang jajaran Direksi Perum Percetakan Negara untuk melakukan rapat, guna mengetahui kondisi perusa­haan yang dialami sekaligus mena­nyakan masalah tunggakan pemba­yaran gaji karyawan yang sudah sekian lama.

Baca Juga: Pangdam: Ambil Hikmah dari Peristiwa Isra Mi’raj

“Namun, karena padatnya jadwal rapat komisi dengan para mitra yang ada, maka hal itu belum sempat diagendakan,” ujar Lewerissa.

Menurutnya, trend industri yang mengalami perubahan sangat pesat di era revolusi industri,  mengaki­batkan tekanan yang sangat berat bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang percetakan, baik milik swasta maupun milik negara.

“Pasar sudah tidak tergantung lagi pada informasi yang disajikan lewat media cetak tapi melalui media internet, media on line, virtual dan lain sebagainya, sehingga pasar jasa percetakan mengalami kelesuan dan akhirnya mempengaruhi produksi serta pendapatan bagi perusahaan,” tutur Lewerissa

Apalagi, dalam kondisi pandemi covid seperti saat ini, memang berat. Meskipun demikian sebagai BUMN, mestinya nasib pekerja di Perum Percetakan Negara Cabang Ambon tidak harus terluntah-luntah seperti ini.

“Saya prihatin, tapi juga kesal, mana tanggungjawab perusahaan, khususnya manajemen Percetakan Negara Cabang Ambon ini? Semoga saja  para komisaris, direksi dan pimpinan cabang perusahaan ini tidak sedang menikmati gaji dan fasilitas yang memadai ditengah penderitaan para karyawannya ini. Karena jika itu yang terjadi, maka itu kasar, tidak patut dan tidak pantas serta harus diberi sanksi oleh Kementerian BUMN, bila perlu dicopot dari jabatan mereka,” tegas Lewerissa.

Selain itu, Perum Percetakan Ne­gara ini juga mau diapakan, Apakah mau terus dibiarkan hidup segan mati tak mau, dengan menelantarkan karyawannya atau bagaimana. Jika prospek bisnisnya masih ada, harusnys dilakukan pembenahan untuk mengambil langkah-langkah yang solutif, sehingga BUMN ini bisa diselamatkan.

Jika melalui kajian yang matang, perusahaan negara ini tidak lagi memiliki prospek ke depan dilikui­dasi atau dibubarkan saja, dengan terlebih dahulu selesaikan seluruh kewajibannya yang tertunggak ke­pada karyawannya, terutama upah mereka.

“Atau dapat dilakukan konso­lidasi dalam satu klaster yang sama, agar bisa tetap hidup seperti yang sedang giat dijalankan melalui kebijakan klasterisasi oleh Menteri BUMN Eric Tohir,” usul Lewerissa.

Lewerissa berharap, semestinya perusahaan ini bisa dibenahi, asalkan dapat dikelola secara baik oleh tangan-tangan hangat yang dapat bertanggungjawab.

“Semuanya tergantung pada moralitas dan etika profesionalisme dari para pimpinan perusahaan ini, baik di pusat maupun di daerah. Kalau perusahaan yang bergerak dibidang yang sama milik swasta, bisa hidup bahkan berkembang de­ngan baik, dan milik negara juga harus bisa berkembang, tidak harus ambruk, paradoks,” tegasnya. (S-51)