AMBON, Siwalimanews – Dua tahun sudah dia menduduki jabatannya. Padahal, usianya sudah tidak lagi bisa diusulkan untuk jadi eselon dua.

Pelaksana tugas Kepala Dinas P dan K Maluku, Insun Sanga­dji, diduga kuat dipaksakan un­tuk terus menduduki jabatan­nya, padahal dari segi usia, In­sun sudah tidak mungkin untuk menduduki jabatan tersebut.

Kuat dugaan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Jsmono, adalah aktor utama perpan­jangan jabatan Insun yang me­nya­lahi aturan ini.

Insun yang dilantik Gubernur Maluku, Murad Ismail pada tanggal 20 Desember 2020, diketahui saat ini sudah berusia lebih dari 60 tahun.

Sebelum ditunjuk sebagai plt kadis, Insun adalah staf peng­ajar pada Fakultas Pertanian, jurusan Peternakan, di Universitas Patti­mura, Ambon.

Baca Juga: Jembatan Halong Nyaris Ambruk

Memang sebagai seorang do­sen yang bergelar doktor, Insun diperke­nankan untuk mengajar dan menik­mati fasilitas peme­rintah sampai dia berusia 65 tahun.

Sumber Siwalima di Unpatti me­ngatakan, batas usia pensiun se­orang dosen mencapai 65 tahun. “Itu kalau beliau mengajar di kampus. Namun jika seorang dosen yang dikaryakan untuk sementara ke instansi lain, hanya bisa menjabat sampai batas usia 60 tahun saja,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Menurutnya, seorang dosen jika berkeinginan membangun karir di birokrasi, maka usia pensiunnya tetap 60 tahun. “Kalau mau jadi ASN Pemrov, dia harus berhenti dari Unpatti dan usianya juga tidak boleh lebih dari 60 tahun waktu disulkan,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Sesuai aturan kepegawaian, syarat seorang ASN untuk duduk di jaba­tan eselon dua, harus belum berusia 60 tahun. Itu artinya, Insun tidak bisa menjadi pejabat di pemprov.

“Itu sesuai aturan kepegawaian yang kita tahu. Jadi demikian ibu Insun sudah harus kembali ke kampus dan mengajar lagi seperti biasa,” tambah sumber itu.

Data yang diperoleh dari database Unpatti, Insun diketahui lahir pada tanggal 4 Juli 1961. Itu artinya persis di Hari Minggu (4/7) lalu, dia genap berusia 60 tahun.

Kebijakan Pemprov untuk memper­tahankan Insun Sangadji, jelas menampar wajah pemerintah yang tidak menaati segala tata aturan yang berlaku bagi seorang ASN.

Kebijakan gubernur yang tidak memperhatikan batas usia bawa­hannya, tak sejalan dengan sema­ngat Peraturan Pemerintah Nomor  11 Tahun 2017, tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dimana dalam PP tersebut ditegaskan jika atas usia pensiun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan ialah 58 tahun.

Sesuai Surat Edaran Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 4/M.PAN/03/2006 tentang perpanjangan batas usia pensiun pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I dan II, ditegaskan bahwa jika perpanjangan usia pensiun PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I dan II hanya dapat dilakukan mulai dari usia 56 hingga 60 tahun.

Bertolak dari aturan tersebut, maka seharusnya Plt Kadis P dan K harus masuk dalam daftar penjabat tinggi pratama yang dilantik oleh Wakil Gubernur, Barnabas Orno, Rabu (7/7) lalu, bersamaan dengan pencopotan Meikyal Pontoh dari jabatan Kepala Dinas Kesehatan.

Apalagi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Pimpinan Tinggi baik Tama, Pratama maupun Madya telah ditegaskan jika masa jabatan pejabat pelaksana tugas tidak boleh lebih dari tiga bulan dan dapat diperpanjang paling lama tiga bulan lagi. Artinya, seorang pejabat pelaksana tugas hanya dapat menjabat selama enam bulan dan harus diganti.

Kalau saja Pemprov berkerja sesuai aturan, semestinya posisi Insun sudah harus dievaluasi atau diganti. Jasmono yang hendak dikonfirmasi terkait posisi Insun, tidak menjawab panggilan melalui telepon selulernya. (S-50)