AMBON, Siwalimanews – Lebih banyak diminati masyarakat, posisi salah satu operator transportasi online di Kota Ambon ‘digoyang’.

Keberadaan Maxim yang tarifnya lebih murah itu sudah ada di 250 kota termasuk Kota Ambon dan ber­operasi sejak tahun 2018, kini baru disentil padahal banyak operator transportasi online yang beroperasi.

Secara terang-terang Asosiasi So­pir Angkot (ASKA) Ambon meminta agar Pemprov Maluku membekukkan transportasi online khususnya Maxim, namun masyarakat menolak.

ASKA Ambon juga menuding beroperasinya Maxim di Kota Ambon tidak mempunyai badan hukum dan izin trayek saat melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur dan Balai Kota Ambon, Senin (30/9).

Menyingkapi tekanan itu, PR Specialist-Maxim Indonesia, Yuan Ifdal Khoir mengaku selaku pelaku usaha yang taat hukum, Maxim akan selalu berusaha untuk menjaga kualitas pelayanan dengan beroperasi se­suai regulasi yang telah ditetapkan Pemerintah. Dalam hal ini soal perizinan.

Baca Juga: Personel Brimob Lakukan Patroli Kamtibmas

“Maxim telah secara sah dan legal beroperasi di Kota Ambon ber­dasarkan izin Nomor Sertifikat Tanda Daftar Kementerian Komunikasi dan Informatika No. 001037.01/DJAI. PSE/06/2021 atas nama perusahaan PT. Teknologi Perdana Indonesia, tegasnya dalam rilis yang diterima Siwalima, Rabu (2/10).

Dengan izin itulah lanjutnya, Maxim menjalankan kegiatan operasionalnya di Indonesia.

Saat ini, menurutnya Maxim tengah menunggu kepastian dari Dinas Perhubungan terkait kuota untuk pengurusan ijin Angkutan Sewa Khusus (ASK) untuk para mitra pengemudi.

“Jika ada pernyataan rencana pembekuan Maxim di Ambon, hal itu dinilai tidak berdasar dan merupakan tindakan yang ilegal,” ujarnya.

Kehadiran Maxim di Indonesia lanjutnya untuk melengkapi layanan transportasi sesuai kebutuhan mas­yarakat melalui pemanfaatan tek­nologi digital.

‘’Keberadaan kami dan angkutan kota memiliki target pasar yang berbeda. Dimana Angkot menjemput penumpang di jalan dan mengemudi di sepanjang rute tertentu, Maxim bekerja secara eksklusif berdasarkan pesanan di aplikasi,’’ jelasnya.

Menurutnya fakta di lapangan, banyak permintaan dari masyarakat Ambon yang membutuhkan layanan transportasi online untuk menun­jang kehidupan mereka.

‘’Kami juga akan selalu meng­hargai hak konsumen untuk memilih apa yang nyaman bagi mereka. Untuk menjaga keseimbangan tariff, Maxim telah mengikuti peraturan sesuai Keputusan Menteri Perhu­bungan Nomor: KP 667 Tahun 2022 untuk zona 3 meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, Papua dan sekitarnya,” tutupnya.

Masyarakat Tolak

Kendati ratusan warga yang tergabung dalam Asosiasi Sopir Angkot (ASKA) Ambon meminta agar Pemprov membekukkan trans­portasi online khususnya Maxim, namun masyarakat menolak.

Bahkan sebagian besar warga kota menjadikannya sebagai salah satu kebutuhan dalam setiap akti­vitas mereka.

Hanya dengan membuka aplikasi di ponsel, dan masalah pun selesai. Itu sebabnya, sebagian besar mas­yarakat lebih memilih transportasi online untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya.

Alfred V Tutupary, salah satu pe­ng­guna transportasi online meng­ungkapkan, aksi demo yang dilaku­kan ASKA merupakan bagian dari hak mereka sebagai warga negara, yang dilindungi kebebasan berpen­dapat sesuai peraturan perundang-undangan. Namun, apa yang di­suarakan itu, harus juga disikapi secara bijak oleh pihak yang ber­kepentingan, baik itu Pemkot Ambon maupun Pemprov Maluku.

Kata dia, jasa transportasi online sangat membantu para konsumen dalam seluruh aktivitas.

“Keberadaan jasa transportasi online sangat membantu para kon­sumen dalam seluruh kegiatannya. Tuntutan untuk membekukan akan membentuk opini publik, bahwa aksi yang dilakukan oleh para sopir angkot telah ditunggangi pihak-pihak tertentu, demi kepentingan persaingan bisnis yang tidak kompetitif,” kata Tutu­pary kepada Siwalima, Selasa (1/10).

Praktisi Hukum sekaligus Ketua Perkumpulan Pengacara dan Kon­sultan Hukum Indonesia DPD Maluku ini juga berpendapat, bahwa kehadiran jasa transportasi online di Kota Ambon ini telah melalui telah yang matang sesuai regulasi.

Untuk itu, apa yang disampaikan Kepala.Dinas Perhubungan Provinsi Maluku dalam aksi kemarin akan membekukan brand salah satu jasa transportasi online itu, adalah pendapat yang keliru.

“Dan jika itu dilakukan, saya meyakini tindakan itu akan bermuara pada sebuah proses hukum. Jadi pemerintah harus hadir atas masalah ini, dengan tidak harus mengor­bankan berbagai pihak, baik itu pengemudi konvensional maupun jasa transportasi online juga konsumen,” tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan warga kota lainnya, Rio Lekatom­pessy mengungkapkan, dijaman yang sudah modern ini, transportasi online juga tidak bisa dibatasi.

Apalagi di era ini, pemerintah sedang merealisasi perkembangan ilmu teknologi berbasis aplikasi dan online. Karena itu transportasi online, seperti Maxim ini juga hadir sebagai salah satu bisnis yang tidak bisa dihindari.

“Ini bicara kemanusiaan, dimana semua orang mencari demi kebutuhan. Kalau angkot dikatakan merugi karena keberadaan Maxim, beta kira itu pendapat yang keliru di dunia bisnis, di jaman yang semakin modern ini,” katanya.

Apalagi, sambungnya, maxim saat ini menjadi salah satu transportasi online yang sering digunakan masyarakat.

Selain itu, para penumpang juga tidak harus terlibat dalam proses tawar menawar karena tarif yang sudah ditentukan berdasarkan jarak.

“Dan kemudahan yang membuat transportasi online masih dimintai, adalah masyarakat tidak harus menunggu lama dijalan-jalan untuk menunggu. Di rumah saja juga bisa. Itu yang membuat kebanyakan orang membutuhkan transportasi online itu,” katanya.

Demikian halnya dengan Chartin Nogo. Salah satu warga kota yang juga sering menggunakan transpor­tasi online saat bepergian ini me­ngatakan, bahwa pembekuan trans­portasi online jenis Maxim, bukan solusi untuk menjawab apa yang menjadi tuntutan para supir angkot.

Menurutnya, ini bisnis, meski tujuannya demi kemanusiaan karena orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi yang namanya bisnis, tidak boleh saling membatasi.

Bahkan menurutnya, keberadaan transportasi online, sangat mem­bantu masyarakat dalam berakti­vitas sehari-hari.

“Karena bisnis makanya masing-masing harus punya marketnya sendiri. Orang akan memilih naik angkot karena lebih murah, tetapi juga ada kekurangannya bahwa orang harus mengeluarkan tenaga, waktu untuk menunggu. Dan kebanyakan orang kalau sendiri, dia akan naik angkot, kalau naik Maxim kan mahal bayar sendiri, tapi kalau dalam perjalanan itu banyak orang, mungkin dia akan memilih naik Maxim, karena bayarnya patungan. Jadi sebenarnya masing-masing punya rejeki. Jadi tutup Maxim bukan solusi,” katanya.

Dilain sisi, semua yang bekerja, baik supir angkot maupun Maxim, itu sama-sama mencari makan. Untuk itu jangan saling menjatuh­kan.

“Lagian kalau dihitung-hitung misalnya kita pakai/sewa angkot dan kita pakai maxim dalam suatu perjalanan, itu harga maxim lebih murah ketimbang angkot. Jadi jangan ditutuplah,” tandasnya. (S-25)