MINYAK tanah merupakan komoditas penting yang digunakan hampir setiap orang, yang harganya dapat mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia. Minyak tanah adalah salah satu bahan bakar minyak (BBM) yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia dan juga merupakan subsisdi dari pemerintah.

Walaupun penyediaan anggaran subsidi oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar, namun penyediaan anggaran subsidi tersebut harus tetap memperhatikan kemampuan keuangan Negara. Subsidi BBM diberikan dengan maksud untuk mengendalikan harga jual BBM sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat di dalam negeri, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.

Hal ini disebabkan harga jual BBM dalam negeri sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Pada saat ini, BBM bersubsidi hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu, yaitu minyak tanah (kerosene), minyak solar (gas oil), premium kecuali untuk industri, dan (Liquefied Petroleum Gas) LPG tabung 3 kilogram. Jenis BBM bersubsidi ini untuk keperluan rumah tangga, usaha kecil, usaha perikanan, transportasi dan pelayanan umum.

Akhir-akhir ini minyak tanah kembali menjadi isu hangat di tengah masyarakat karena kelangkaannya disejumlah daerah di Indonesia termasuk di Kota Ambon sendiri. Kelangkaan tersebut muncul karena sebagian besar masyarakat masih menggunakan kompor dengan bahan bakar minyak tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, misalnya memasak ataupun menyalakan mesin-mesin dalam kegiatan industri. Kelangkaan ini bersifat sangat tidak tentu dan disebabkan antara lain oleh disparitas harga minyak tanah bersubsidi dengan minyak tanah untuk industri dan terjadinya pencampuran minyak tanah dengan produk BBM lainnya.

Baca Juga: Bukti Korupsi Jalan Danar-Tetoat Mulai Terkuak

Kebijakan subsidi minyak tanah dimaksudkan untuk memberikan kelonggaran kepada masyarakat yang menggunakan minyak tanah untuk konsumsi rumah tangga dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak tanah dalam hal ini di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Maluku belum berubah.

Harga sesuai HET hanya Rp 2.780 hingga 3.525 per liter. Namun ada juga depot atau pedagang minyak tanah yang menjual minyak tanah per liter dengan harga yang melebihi HET. Perbedaan harga ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk menjual minyak bersubsidi ke konsumen, melakukan pengoplosan produk BBM lainnya (premium, solar) dengan minyak tanah.

Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar motor nelayan maupun pompa pertanian sehingga menyebabkan konsumsi meningkat.

Setiap hari warga rela mengantri berdesak-desakan demi mendapatkan 3-5 liter minyak. Karena  memang minyak tanah menjadi benar-benar sulit didapatkan, alhasil beberapa warga memilih mengganti minyak dengan kayu bakar bagi masyarakat miskin, dan mengganti minyak tanah ke gas bagi beberapa masyarakat menengah ke atas, selain itu banyak kegiatan industri yang macet.

Keadaan seperti ini telah terjadi hingga beberapa tahun lamanya, masyarakat kecil terombang-ambing karena keadaan yang tidak menentu ini. Ini juga disebabkan karena semakin menipisnya persediaan minyak dunia termasuk minyak tanah tersebut maka hal tersebut berimbas pada semakin melambungnya harga minyak tanah.

Faktor lain yang turut menyebabkan terjadinya kelangkaan adalah kemungkinan terjadinya peningkatan volume konsumsi minyak mentah dari yang dialokasikan dalam APBN.

Sebagaimana diketahui bahwa alokasi volume penjualan minyak tanah disusun dengan memperhatikan kebutuhan tiap daerah selama 1 tahun dengan asumsi-asumsi pertumbuhan pemakaian pada tahun bersangkutan.

Untuk mengatasi masalah kelangkaan BBM termasuk minyak tanah, pemerintah perlu menganalisa dan memilih strategi mana yang merupakan usaha untuk menjadi jalan keluar dan menentukan tindakan alternatif yang paling baik mengatasi kelangkaan minyak tanah ini. (*)