AMBON, Siwalimanews – Lantaran lama menunggu ban­tuan pembangunan gereja, Ketua Majelis Jemaat Waekatin, Kecama­tan Fenafafan Kabupaten Buru Selatan, Theo Matatula bersama warga demo ke PT Wana Potensi Nusa.

Matatula diduga memimpin masyarakat Wae­katin melakukan pemalangan jalan perusahaan dan unjuk rasa ke kem PT.Wana Potensi Nusa usai ibadah Minggu (12/6) lalu.

Juru bicara PT.Wana Potensi Nusa, Yopy Soakalune kepada pers di Ambon, Senin (19/6) menje­las­kan, prihatin dengan sikap yang dilakukan oknum pendeta ini.

Dijelaskan, Matatula dalam orasi meminta perusahaan menunjuk­kan Amdal dan mengultimatum pe­rusahaan  dalam  tujuh  hari ban­tuan spandek gereja sudah harus tiba di lokasi pembangunan gereja.

Tak hanya itu, Matatula meng­ancam perusahaan jika dalam kurun waktu tujuh hari perusahaan tidak memenuhi semua tuntutan warga, maka akses jalan dari pantai  akan dipalang alias ditutup.

Baca Juga: Walikota Warning Kerusakan Lingkungan

“Perlakuan si pendeta ini ba­gai­kan air susu dibalas air tuba. Se­bab selama ini bantuan perusa­haan untuk pembangunan gereja berupa material kayu berpuluh meter kubik dan diantarkan sampai proyek gereja. Tetapi semuanya itu dilupakan. Hubungan  yang terjaga baik dan harmonis dengan pendeta GPM sebelum diganti Matatula ter­nodai dengan aksi bersang­kutan,”  ujar Soakalune.

Meskipun belum setahun mela­yani di jemaat atau kampung Wae­katin, Matatula berlagak bagaikan masyarakat adat setempat yang mengetahui seluk beluk adat dan budayanya.

“Kok seorang pendeta marah dan ngamuk karena permintaan bantuan dari perusahaan terlam­bat. Lebih aneh lagi pimpin massa tutup jalan dari aktivitas peru­sahaan. Apakah ini moral seorang pelayan. GPM harus sikapi oknum pendeta ini dengan bijaksana. Ini penyesatan,” katanya.

Soakalune menduga, ada ke­pen­tingan lain dibalik aksi yang dilakukan Matatula. Diungkapkan, sekitar lima tahun lalu, panitia pem­bangunan Gereja mendatangi pe­rusahaan meminta bantuan parti­sipasi pembangunan gereja di­maksud. Setelah pihak perusa­haan berdiskusi dengan panitia, disepakati untuk perusahaan menanggung spandek atau senk.

“Saat itu perusahaan sanggupi untuk tanggung spandek atau senk, sambil meminta ke panitia su­paya berikan rab dan gambar ba­ngunan gereja ke perusahaan. Kenapa kami minta, di sana itu, betul minta bahan baku untuk ge­reja. Tapi  kadang minta lebih dan kelebihan itu untuk kepenti­ngan pribadi. Nah, pembangunan misal­nya butuh 100 mereka minta 200. Oleh­nya kami minta rab dan gam­bar supaya kami bantu sesuai kebu­tuhan yang gereja minta. Dan kami pihak perusahaan siap lahir batin membantu,” ungkap Soakalune.

Disebutkan, proposal dan denah gereja diterima 24 Februari 2023 tetapi ada pihak yang membuat berita bohong dan keji  kalau proposal diberikan ke perusahaan enam tahun lalu.

“Ini kan penipu, informasi tidak benar dan sesat. Sekali lagi peru­sahaan menerima proposal ban­tuan dan denah tanggal 24 Feb 2023 dan spandek ini harus beli di Su­rabaya dan perlu proses pengi­riman. Mestinya panitia pemba­ngu­nan bertanya dengan baik kepada pihak perusahaan, bukan dengan cara seperti dilakukan Matatula. Gereja itu rumah Tuhan, meminta bantuan tidak boleh dengan paksa dan kekerasan seperti itu,” sesal Soakalune.

Menurutnya, PT Wana Potensi Nusa karyawannya didominasi Kristen. Dan karyawan perusahaan tahu dan sadar ini pekerjaan Tuhan, milik Tuhan. “Kalo toh kami terlambat atau lalai atau apa lagi namanya, bukan caranya panitia pembangunan gereja plus Pen­deta Matatula bersikap dengan menutup jalan, mengancam peru­sahaan. Memangnya si pendeta ini siapa sih.? Kok.ada pendeta moral begini,” tandasnya.

Dari video yang beredar, pendeta mengancam perusahaan tentang  AMDAL. Soakalune menambah­kan, Pendeta Matatula melakukan pelecehan terhadap Departement Lingkungan Hidup. Tanpa AMDAL tidak mungkin PT Wana Potensi bisa mendapatkan Izin Pengola­han Hasil Hutan Kayu dan berjalan sudah beroperasi selama 25 tahun.

“Menjadi pertanyaan apakah ada instruksi dari Ketua Sinode GPM untuk menugaskan para  pendeta  mengecek keabsahan izin  Amdal  dan ijin operasi di setiap peru­sahaan. Selama ini,”  ungkap Soakalune

Dikatakan, hubungan perusa­haan dengan masyarakat sangat baik termasuk eks Ketua Majelis Jemaat Waekatin. Namun saat Matatula masuk ke Waekatin, semua berubah total. Kenapa, karena yang bersangkutan punya misi dan kepentingan lainnya terhadap perusahaan.

PT Wana Potensi Nusa menye­salkan tindakan Matatula. Menurut pihak Wana Potensi Nusa melalui juru bicara Soakalune, sebagai seorang hamba Tuhan, pendeta atau gembala jemaat, harus men­jadi panutan dalam menggem­bala­kan jemaat. Mengarahkan untuk berperilaku sesuai dengan kebe­naran Firman Tuhan. Bukan men­jadi provokator dan mengarahkan jemaat serta memimpin untuk melakukan aksi demonstrasi.

“Seorang gembala bukan hanya bertugas di gereja,tapi harus mengaplikasikan ajaran yang dikhotbahkan kepada jemaat yang digembalakan. Apabila ada kedua kubu yang sedang bermasalah. Pastinya keduanya berpegang pada kebenaran versi mereka masing-masing. Sebab itu se­orang hamba Tuhan tidak boleh terlibat dalam masalah kedua belah pihak. Pendeta harus mem­posisikan diri netral, berdiri di tengah sebagai seorang gembala untuk menyelesaikan   persoalan-persoalan yang ada pada kedua belah pihak dengan baik tanpa berpihak ke salah satu. Ini malah usai ibadah minggu, pimpin jemaat demo perusahaan,” tandasnya.

Masih kata Soakalune, kesala­han dapat saja terjadi pada kedua­nya dan kebenaran pun bisa ada pada keduanya. “Makanya itu, se­orang pendeta atau gembala dia merupakan representasi dari gem­bala agung bapa segala domba. Jadi, seorang pendeta atau gembala itu dia tidak dibatasi dengan jemaat yang dia gem­balakan saja secara organisatoris tapi semua orang. pungkas Soakalune.

Meskipun demikian, PT Wana Potensi Nusa sebagai perusahaan yang berkomitmen membantu pembangunan gedung gereja jemaat Waekatin dalam waktu dekat akan menyuplai bahan baku tersebut. Disamping itu, pihak pe­rusahaan juga telah memperoses hukum dengan melaporkan Pen­deta Theo Matatula ke kepolisian.

Pasalnya, aksi Matatula dengan memimpin jemaat Waekatin demo perusahaan usai ibadah Minggu telah merugikan perusahaan.

“Aksi sang pendeta itu peru­sahaan rugi lantaran jalan tutup dan perusahaan tidak beroperasi. Padahal jalan dibuat oleh peru­sahaan bukan pemerintah daerah, Kemudian perusahaan juga sudah lapor pendeta tersebut ke pihak kepolisian,” ungkapnya..

Klaim tidak Pimpin Demo

Pendeta Theo Matatula yang di­hubungi Siwalima melalui telepon selulernya Senin (19/6), mem­bantah dengan tegas memimpin demo. Menurut Matatula, aksinya itu hanya bentuk protes dari mas­yarakat, dan sebagai pemimpin umat ia harus berada di tengah-tegah umatnya.

“Beta bukan memimpin demo, tapi beta ke kem perusahaan  itu sebagai pimpinan umat untuk mempertanyakan hak umat yang harus diterima. Kalau beta pimpin demo berarti beta yang maju di muka orasi,” kata Matatula.

Kendati mengaku tidak pimpin demo, tapi Matatula akui sempat berbicara saat itu.  “Memang beta sempat berbicara.  Beta berbicara untuk menuntut hak-hak yang selama ini harus didapatkan oleh masyarakat. Dan kalau mau bilang beta pimpin demo berarti beta harus berorasi dan sebagainya. Tapi ini seng,” elaknya.

Matatula akui, ia berbicara mem­pertanyakan kewajiban perusa­haan kepada masyarakat sesuai undang-undang yang berlaku, soal bantuan CSR dan segala macam. Sebab katanya, selama ini mas­yarakat Waekatin tidak mendapat­kan apa-apa dari perusahaan.

“Jadi, keberadaan beta di sana itu ya, mempertanyakan bantuan CSR dari perusahaan. Selama perusahaan operasi, Waekatin itu tidak pernah dapat bantuan. Berbeda dengan kampung-kampung lain yang kerap dapat bantuan,” bebernya.

Ia juga mengakui mempertanyakan AMDAL perusahaan, karena kelihatannya wilayah Waekatin rusak akibat ulah perusahaan. “Iya beta tanya AMDAL. Perusahaan bekerja harus punya Amdal. Beta baru enam bulan tugas, sedangkan perusahaan itu operasi sejak 2002,” beber Matatula.

Anehnya, Matatula mengungkapkan kalau masalah Waekatin dengan PT.Wana Potensi Nusa bukan masalah urgen. Namun begitu, sebagai pemimpin umat yang bersangkutan tetap mendampingi umat menuntut hak-hak umat di sana.

“Memang kemarin bukan suatu masalah yang urgen,  karena memang beta baru tugas di Waekatin itu enam bulan. Ketika beta di sana, itu ada pengerjaan gereja. Beta masuk dan  perusahaan sementara menjanjikan bahan baku. Soal tunggu lama bantuan gereja beta dengar informasi 2002 Wana Potensi sudah beroperasi. Barang ini beta mau bicara juga beta takut karena beta takut bertabrakan dengan pemerintah. Jadi intinya beta mendampingi umat saja,” kilahnya.

Menyinggung soal ancaman lapor polisi yang akan dilakukan pihak perusahaan, Matatula menegaskan dirinya siap jika itu dilakukan pihak perusahaan. Tapi Matatula menyayangkan ancaman perusahaan kalau polisi akan menangkapnya.

“Beta dapat ancam kalo anggota mau naik tanggkap pendeta. Terserah dong (perusahaan) punya hak. Dong harus tahu pendeta tidak punya hak untuk palang jalan. Dan palang jalan itu bukan gereja tapi itu palang adat,” pungkas Matatula. (S-07)