AMBON, Siwalimanews – Pejabat Pembuat Ko­mitmen uang makan mi­num tenaga kesehatan RS Haulussy Ambon, Nurma Lessy menuding Kasie Mutu Pelayanan sebagai biang kerok mark up anggaran.

Tudingan ini disampaikan PPK RS Haulussy se­ba­gai saksi dalam ka­sus dugaan korupsi  ma­kan minum tenaga kesehatan pada RS Haulussy Ambon yang berlangsung di Peng­adilan Tipikor Ambon, Jumat (9/6) dengan terdakwa, Hendrik Tabalessy.

Dalam sidang yang di­pimpin majelis hakim yang diketuai Lutfi Alzagladi ter­sebut saksi mengungkapkan, sangat percata kepada ter­dakwa yang juga adalah anak buahnya, sehingga dirinya tidak memeriksa lagi nota belanja dan hanya menandatangani saja.

“Saya sangat mempercayakan Hendrik Tabalessy sebagai mantan anak buah saya sehingga nota item belanja saya tidak periksa hanya menandatangani.” Ungkap PPK Nurma Lessy

Lessy yang juga tersangka dalam kasus ini menyampaikan, jika semua laporan keuangan dilakukan oleh terdakwa dan dirinya hanya tandata­ngani saja.

Baca Juga: Tahan Eks Kadishub SBB, Polisi Didesak Kejar Tersangka Lain

“Saya hanya tanda tangan. Saya ketika masalah ini mulai diperiksa jaksa saya tanyakan kepada Hendrik bahwa apa benar dirinya yang laku­kan semua hal yang mengakibatkan terjadinya korupsi namun Hendrik mengelak,” ujarnya.

Saksi kembali mengungkapkan, untuk meyakinkan saksi tidak mark up anggaran item makan minum tenaga nakes itu, terdakwa sampai bersumpah, sehingga saksi ikut percaya.

“Dia sampai menangis bersumpah didepan saya bahwa, laporan itu semua benar, mana mungkin saya mau pencuri uang uang itu.  Karena saya percaya kepadanya maka saya tanda tangan saja,” ujarnya.

Saksi mengakui, dirinya pernah memeriksa nota-nota belanja dan didapatkan kelebihan, sehingga saksi tanyakan lagi ke terdakwa, apakah nota-nota belanja ini sudah sesuai, saksi mengakui bahwa sudah.

“Saya juga pernah memeriksa nota belanja sebab banyak hal yang menurut saya terlalu berlebihan, dan saya tanya ke Hendrik lagi, apa ini sudah sesuai kok banyak amat? Namun Hendrik menyampaikan jika laporan itu sudah sesuai dan kebia­saan saat menangani kegiatan di RSUD jadi saya tanda tangan saja,” ujarnya lagi.

Saksi dengan menangis menjelas­kan kepada hakim bahwa dirinya tidak mengambil uang makan minum nakes, dia hanya menandatangani saja.

“Saya hanya tanda tangan, tidak mengambil uang. Soal nilai satuan barang, harga dan dugaan pembeng­kakan anggran saya sudah tanyakan kepada Hendrik sambil cek jumlah pegawai namun Hendrik bilang tanda tangan saja ibu mau cari tanda tangan dimana lai, begini saja sebab sudah kebiasaan begitu, jadi saya hanya tanda tangan,” Tegasnya lagi.

Usai persidangan hakim kemudian menunda sidang hingga Rabu 14 Juni dengan agenda mendengarkan keterangan saksi meringankan.

Disebut Mark Up Anggaran

Pada sidang sebelumnya, Kepala Seksi Mutu Pelayanan RS Haulussy, Hendrik Tabalessy disebut mark up anggaran makan minum tenaga ke­sehatan pada RS Haulussy Ambon.

Ungkapan ini dibeberkan saksi Julianti Djamaludin salah satu saksi yang dibacakan berita acara peme­riksaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (24/5) terkait kasus dugaan korupsi uang makan dan minum tenaga kesehatan Covid 19 tahun anggran 2020 RS Haulussy.

Sidang tersebut dipimpin hakim ketua Lutfi Alzagladi didampingi dua hakim anggota itu menghadirkan saksi Yulianti Djamaludin.

Menurut saksi dalam ketera­ngan­nya yang dibacakan JPU Achmad Attamimi, terdakwa  mark-up harga barang,dengan menaikkan harga tak sesuai harga asli kue yang dijual saksi.

“Nota, cap dan tanda tangan nomor HP benar milik kami, namun jumlahnya berbeda kami memberikan dengan harga Rp8.500 bukan Rp12. 500 per kotak,” kata saksi.

Dijelaskan, setiap kali pengan­taran dos kue hanya pada sore hari dan tanpa menyerahkan nota. Nota-nota yang ditunjukkan jaksa sebagai barang bukti ternyata dibuat sendiri oleh terdakwa.

Hendrik membuat nota kemudian dibawa ke toko kue saksi untuk di­tanda tangani dan di cap.

“Bahwa dapat saya jelaskan yang membuat nota adalah Hendrik Tala­bessy sendiri kemudian diantarkan ke toko kue kami untuk ditanda­ta­ngani dan dicap. Dapat saya jelas­kan dalam pembelian kue ini sudah termasuk di dalamnya uang transport, seingat saya kami berikan har­ga ke hendrik sejumlah Rp8.500,” ujarnya.

Sementara terdakwa saat dimintai tanggapannya mengatakan, jika saksi ketakutan sehingga membe­rikan jawaban yang tidak sesuai.

“Saksi mungkin takut sehingga menjawab tak sesuai kesepakatan. Saya dengan mereka bekerja sama sudah bertahun-tahun ,”ujar Taba­lessy

Hakim kemudian menutup sidang dan melanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Mulai Bergulir

Sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa empat pejabat RS Haulu­ssy terkait dugaan korupsi penga­daan uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 Tahun 2020, mulai bergulir di Pengadilan Tipikor Ambon.

Jaksa Penuntut Umum pada Ke­jaksaan Tinggi Maluku, Achamd Atamimi mengakui, sidang empat penjabat RS Haulussy telah ber­langsung di Pengadilan Tipikor Ambon. dan rencananya pada Jumat (14/4) ini pihaknya akan hadirkan lima saksi.

Empat pejabat RS Haulussy yang telah ditahan pada akhir Januari 2023 lalu yaitu, Kepala Bidang Diklat RS Haulussy, dokter Jeles Abraham Atiuta, Kepala Bidang Keperawa­tan, Nurma Lessy, Kasie Mutu Pelayanan, Hendrik Tabalessy dan Kasie Keuangan, Mayori Johanes.

JPU menyebutkan, pada tahun anggaran 2020 RS Haulussy men­dapatkan pagu anggaran sebesar Rp2 miliar untuk biaya makan dan minum petugas nakes Covid-19.

Namun, dalam peruntukannya diduga telah terjadi penyimpangan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp600 juta dilakukan oleh para terdakwa.

Hal itu menyebabkan mereka dijerat dengan tuduhan Primair, yakni melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai­mana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan dakwaan subsidairnya adalah, Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU tentang korupsi jun­cto Pasal 55 ayat (1) KUHP jun­cto pasal 64 ayat (1) KUHP. (S-26)