AMBON, Siwalimanews –  Ketua Komisi Yudisial (KY) Ma­luku Amir Latuconsina akan me­mantau perkara sidang tindak pidana kasus galian C Desa Roho­moni, Kecamatah Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Komisi Yudisial memantau proses persidangan atas putusan hakim dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Masohi yang salah objek.

Pasalnya, dalam tuntutan Jaksa lo­cus delicti tidak sesuai dengan dak­waan, dimana tuntutan JPU di Waria di Negeri Kailolo, sementara dak­waan di Waeira Negeri Rohomoni.

“Besok sidang putusan akan kami pantau lansung, putusan yang akan dibaca hakim,” ungkap Ketua KY Amir Latuconsina kepada wartawan melalui telepon selulernya, Kamis (12/12).

Bagi Latuconsina, sidang kasus galian C ini menjadi atensi Komisi Yudisial Maluku mengingat putusan hakim yang diketuai Orfa Martina,  dengan anggota Rahmat Selang dan Nofa Semen dalam memutuskan perkara.

Baca Juga: Berkas Korupsi BP2P Masuk Tahap Dua

“Kasus ini akan menjadi atensi Komisi Yudisial Maluku dalam Perkara Pidana Nomor Perkara Pidana Nomor : 247/Pid.Sus-LH/2024/PN Amb,” tegasnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejari Masohi dalam replik kasus galian C di Negeri Rohomoni mengakui salah dalam pengetikan lokasi.

Pasalnya, replik/tanggapan penuntut umum atas nota pembelaan (Pleidooi) terhadap terdakwa M Daud Sangadji yang dibacakan JPU Rian Joze Lopulalan dalam sidang, Selasa (3/12).

“Bahwa dalam tuntutan locus delicti bertempat di sungai Waeria Negeri Kailolo, sedangkan dalam surat dakwaan locus delicti Sungai Waeira bertempat di Negeri Rohomoni Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah, sehingga terjadi kontradiksi antara surat dakwaan dan surat tuntutan,” ungkap JPU dalam persidangan.

Dalam tanggapannya Jaksa Penuntut Umum Kejari Masohi mengakui lewat replik adanya kekeliruan dalam penulisan

nama sungai yang seharusnya sungai Waeira berlokasi di Negeri Rohomoni.

“JPU juga manusia biasa yang mempunyai kelemahan serta keterbatasan yang dapat melakukan kekeliruan,” jelasnya.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Fahri Bachmid mengungkapkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (Kejaksaan Negeri Masohi) terhadap terdakwa Daud Sangadji adalah cacat hukum/obscuur libel.

Untuk itu hakim harus menolak tuntutan dakwaan JPU, dan bebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum.

“Jika dakwaan tuntutan JPU yang salah objek dengan demikian berarti “obscuur libel” artinya dakwaan/tuntutan tidak jelas atau kabur, sehingga tidak memenuhi syarat formil, hakim harus menolak seluruh dakwaan JPU,” ungkap kepada wartawan saat di konfirmasi, Selasa (26/11).

Pakar hukum tata negara ini menegaskan dalam Hukum Acara Pidana Surat Dakwaan bagai permata bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengarahkan alur persidangan pidana, jika JPU sudah yakin dengan kebenaran Surat dakwaan.

“Berdasarkan pasal 144 KUHAP, JPU berhak mengajukannya ke hadapan persidangan dan jika ada kesalahan dalam penyusunan Surat Dakwaan, maka JPU berhak mengajukan renvoi (perubahan) ke Majelis Hakim selambat-lambatnya satu minggu sebelum persidangan dimulai,” jelasnya.

Pasal 143 KUHAP memberikan batasan bagi JPU untuk melengkapi Surat dakwaan dengan memenuhi 2 hal, yakni, persyaratan formil (subjek hukum) harus disebutkan secara jelas, lengkap dan akurat dan persyarat materiil mengenai Locus delicti (TKP), objektum litis (objek perkara) dan tempus selicti (Waktu kejadian).

“JPU harus disebut secara benar, secara cermat, secara transparan tanpa kelalaian tidak boleh ada kesalahan karena akan menyebabkan surat dakwaan menjadi kabur (Obscuur lible),” ujarnya. (S-26)