Ambon, Siwalimanews – Direksi Bank Maluku-Malut diingatkan agar berkon­sentrasi untuk membangun kinerja positif, menuju target modal inti Rp3 triliun yang telah disyaratkan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasalnya, jika tidak meme­nuhi modal inti Rp3 triliun sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum, bank kebanggaan warga Maluku itu bakal tirun kasta menjadi bank perkreditan rakyat.

Ekonom Unpatti, Erly Leiwa­kabessy menjelaskan berda­sarkan aturan OJK, setiap bank wajib memiliki modal dasar Rp3 triliun. Aturan tersebut kata­nya, tidak dapat dikecualikan, artinya jika bank tidak dapat memenuhi syarat itu maka pasti ada konsekuensi.

“Memang OJK telah mene­tapkan aturan itu jadi kalau tidak mencapai maka bank tersebut akan turun menjadi bank perkreditan,” ujar Lei­wakabessy kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (2/12)

Kondisi Bank Maluku Malut yang belum memiliki modal Inti Rp3 triliun ini, lanjut Leiwa­kabessy, tidak boleh dipan­dang sebelah mata.

Baca Juga: Dewan Soroti Kemiskinan Masih Tinggi di Maluku

Pasalnya, konsekuensinya Bank Maluku-Malut harus berubah status menjadi bank perkreditan bukan lagi bank pembangunan daerah.

Direksi Bank Maluku tidak boleh memandang persoalan sepele sebab waktu yang dise­diakan hinggap akhir tahun 2024 ini semakin dekat, sedangkan kerja sama dengan Bank Jabar belum direali­sasikan.

“Kerja sama dengan Bank Jabar guna menambah modal inti itu harus terealisasi sebab kalau tidak, maka ini berbahaya bagi Bank Maluku Malut karena tidak mencapai modal dasar yang disyaratkan OJK,” tegasnya.

Leiwakabessy menegaskan direksi Bank Maluku harus bekerja keras untuk mencapai modal dasar itu apalagi direksi telah menda­patkan begitu banyak fasilitas maka harus dibayar dengan kinerja yang baik.

“Di tengang waktu sisa ini direksi harus kerja maksimal agar sebab Bank Maluku ini harus diselamat­kan,” ujarnya.

Bersih-bersih

Pengamat kebijakan publik Nataniel Elake berharap jajaran direksi dan komisaris untuk lebih fokus membenahi manajemen bank yang rapuh, ketimbang bermain politik.

“Jadi apa yang disuarakan DPRD itu representasi dari suara masya­rakat,” ujar Elake saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selu­lernya, Senin (2/12).

Karenanya Elake meminta agar gubernur terpilih segera melakukan bersih-bersih di lingkungan Bank Maluku-Malut terutama jajaran direksi yang tidak netral dalam pilkada.

Dikatakan respon atas suara rakyat tersebut, lanjut Elake, maka Gubernur Maluku baru nantinya harus melakukan perombakan di lingkup Bank Maluku Malut

Apalagi ada indikasi penjabat Bank Maluku yang diduga terlibat dalam politik praktis untuk meme­nangkan calon tertentu di pilkada.

“Memang gubernur baru me­lakukan bersih-bersih di Bank Maluku-Malut dari penjabat yang diduga terlibat pilkada dan kinerja tidak bagus, tidak punya kompetensi dan integritas,” tegasnya.

Gubernur baru harus menerapkan manajemen baru dengan menem­patkan orang-orang yang punya kompetensi untuk melakukan mengelola Bank Maluku-Malut, agar kembali memberikan manfaat yang besar.

“Gubernur tidak boleh mem­biarkan pejabat seperti itu karena itu penyakit bagi Bank Maluku-Malut,” terangnya.

Direktur Utama Bank Maluku, Syahrisal Imbar dan OJK Maluku yang dikonfirmasi terkait dengan persoalan ini tidak merespon baik melalui pesan whatsapp maupun telepon selulernya.

Diminta Copot

Diberitakan sebelumnya, Gu­bernur Maluku terpilih, Hendrik Lewerissa, diharapkan mengganti pejabat Bank Maluku-Malut yang tidak netral saat pilkada lalu.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (30/11), Ketua DPRD Maluku Benhur George Watubun mengungkapkan, Gu­bernur Maluku yang baru kedepan harus melakukan perbaikan terhadap seluruh tata kelola pemerintahan dan juga BUMD-BUMD penghasil.

Salah satu yang harus diperbaiki pengelolaannya yakni manajemen Bank Maluku-Malut agar dapat lebih meningkatkan kinerja.

“Memang urusan pergantian pejabat di Bank Maluku-Malut itu hak penuh Gubernur sebagai pemegang saham pengendali dan DPRD tidak punya kewenangan,” ungkap Benhur.

DPRD kata Benhur, tidak dapat melakukan intervensi terhadap seluruh kebijakan penempatan pejabat di BUMD sebab gubernur tentu memiliki pertimbangan siapa yang cocok menduduki jabatan.

Pergantian pejabat Bank Maluku-Malut dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri seluruh kepala daerah sebagai pemegang saham.

Namun, DPRD hanya meminta gubernur terpilih nanti harus melakukan pergantian terhadap pejabat Bank Maluku-Malut yang terindikasi tidak netral di Pilkada 27 November lalu.

“Yang pasti DPRD hanya minta Gubernur baru nanti untuk mengganti semua pejabat di Bank Maluku -Malut yang kemarin tidak netral di Pilkada,” tegas dia.

Politisi PDIP Maluku ini berharap ada perubahan dalam manajemen Bank Maluku -Malut sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank milik pemerintah daerah tersebut.

Terpisah, sumber Siwalima di Bank Maluku-Malut menyebutkan, direksi dan komisaris serta sebagian besar pejabat bank pelat merah itu nyata-nyata menggalang dukungan untuk memilih Murad Ismail.

“Mereka menduduki jabatan penting itu di saat Murad berkuasa. Karenanya, semua mereka bekerja untuk Murad,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis, Jumat (29/11) lalu.

KUB tak Jelas

Hingga akhir November, kerja sama yang direncanakan antara Bank Maluku-Malut dengan Bank Jabar Banten masih menemui ketidakjelasan dalam progresnya.

Kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat posisi Bank Maluku-Malut dalam KUB, seiring dengan kebutuhan penguatan modal dan efisiensi operasional. Namun, publik hingga kini belum menerima kejelasan terkait perkembangan kerja sama tersebut.

Menurut catatan Siwalima, semua proses telah dilakukan sejak pertengahan tahun, dengan beberapa tantangan administratif dan teknis yang harus diselesaikan sebelum akhir tahun ini. Batas waktu yang diberikan untuk penyelesaian kerja sama ini hanya sampai Desember 2024, membuat banyak pihak mempertanyakan kesiapan Bank Maluku Malut dalam memenuhi target tersebut.

Pihak Bank Maluku-Malut, dalam beberapa kesempatan, menyam­paikan optimismenya bahwa kesepakatan ini akan membantu memperkuat struktur permodalan dan jangkauan layanan mereka, terutama dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di sektor perbankan. Namun, ketidakjelasan mengenai detail kemitraan ini, termasuk pembagian peran dan dampak langsung bagi nasabah, masih menjadi perhatian utama masyarakat dan pihak-pihak terkait di Maluku dan Maluku Utara.

Manajemen Bank Maluku-Malut dalam hal ini direksi dan komisaris mestinya dapat memberikan kejelasan secara terbuka ke publik tentang perkembangan proses KUB ini, sehingga seluruh masyarakat dan khususnya pemerintah daerah yang tersebar di seluruh Maluku dan Maluku Utara yang adalah pe­megang saham dapat mengetahui dengan pasti bagaimana kelanjutan proses ini.

Proses KUB ini adalah langkah yang harus dibuat oleh Bank Maluku Malut dalam rangka menyelamatkan bank dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum yang mengisyaratkan modal inti minimum 3 triliun rupiah.

POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum mengatur ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, dan akuisisi antar bank yang bertujuan untuk memperkuat struktur perbankan di Indonesia.

Peraturan ini memberikan pe­doman bagi bank-bank yang ingin melakukan konsolidasi, dengan tujuan meningkatkan daya saing, efisiensi, serta memperluas jang­kauan layanan.

Konsolidasi ini diharapkan dapat menciptakan bank yang lebih besar, lebih stabil, dan lebih mampu bersaing di pasar global. POJK ini juga mengatur prosedur, persyaratan, dan mekanisme yang harus dipenuhi oleh bank dalam proses konsolidasi, mulai dari persetujuan Otoritas Jasa Keuangan hingga pemenuhan syarat-syarat hukum dan administratif.

Jika bank umum tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi, Otoritas Jasa Keua­ngan dapat memberikan berbagai jenis sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Sanksi ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses kon­solidasi dilakukan dengan mematuhi aturan yang berlaku demi menjaga stabilitas dan integritas sektor perbankan.

Sanksi yang dapat dikenakan antara lain adalah pemberian teguran tertulis, denda administratif, atau bahkan pencabutan izin usaha bagi bank yang melanggar secara serius ketentuan dalam POJK ini.

Selain itu, OJK juga dapat menetapkan sanksi pembatasan kegiatan usaha bagi bank yang tidak menjalankan kewajiban yang tercantum dalam peraturan tersebut, seperti kewajiban untuk memperoleh persetujuan konsolidasi atau tidak memenuhi persyaratan administratif dan keuangan yang ditetapkan.

Sanksi ini bertujuan untuk mendorong bank agar menjalankan kegiatan usaha secara profesional dan sesuai dengan regulasi yang ada demi menjaga kestabilan sistem perbankan di Indonesia.

Pemerintah daerah kabupaten/kota selaku pemegang saham bahkan DPRD Provinsi harusnya mendapat penjelasan detail dari pihak manajemen bank maluku malut tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perkembangan proses KUB antara Bank Maluku-Malut dengan BJB. Karena dengan demikian maka masyarakat dan pemerintah akan dapat menjalankan fungsi kontrol terhadap perkembangan proses ini. (S-20)