Kondisi topografis Kota Ambon, sebagian besar terdiri dari daerah bergelombang sampai terjal dengan luas ± 280 Km² atau 87% dan daerah datar dengan luas ± 42 Km2 atau 13% dari total wilayah daratan. Kota Ambon secara geografis berada di Pulau Ambon yang dikelilingi oleh laut menyebabkan Kota Ambon mengalami 2 (dua) iklim yaitu iklim tropis dan iklim musim. Besarnya pengaruh lautan terhadap iklim di Kota Ambon disertai dengan iklim musim, yaitu musim barat atau utara dan musim timur atau tenggara. Musim barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, dimana bulan April merupakan masa transisi. Musim timur berlangsung dari bulan Mei sampai bulan Oktober, dimana bulan November merupakan masa transisi. Masa transisi pergantian musim selalu diselingi oleh musim pancaroba.

Jumlah penduduk di Kota Ambon tercatat 357,29 ribu jiwa data per 2024. Angka ini mengalami kenaikan  selama lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) jumlah penduduk di wilayah ini turun 5,68%. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan de­ngan pertumbuhan lima tahun sebelumnya yang tercatat 3,15%. Menurut nominalnya dibandingkan de­ngan wilayah lain se-provinsi Maluku, Kota Ambon berada di urutan kedua dibandingkan dengan 11 kabupaten/kota lainnya. Mayoritas penduduk di Kota Ambon  sekitar 67,62% merupakan penduduk usia produktif yakni dengan usia 15-59 tahun berjumlah 241,6 ribu. Menurut publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 lalu. Lainnya rentang usia 0-14 tahun (anak-anak) sekitar 22,6% dan 9,78% sisanya adalah kelompok usia lanjut dengan usia lebih dari 60 tahun.

Air sebagai sumber kehidupan masyarakat, secara alamiah bersifat dinamis dan mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administratif. Keberadaan Air mengikuti siklus hidrologi yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air dilakukan secara utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis daerah tangkapan air dan wilayah sungai.

Berdasarkan hal tersebut, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Am­bon didasarkan pada ketersediaan hutan sebagai dae­rah tangkapan air dan daerah aliran sungai. Daerah Tang­kapan Air (DTA) Daerah Tangkapan Air adalah sua­tu kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting untuk memperta­hankan kelestarian fungsi sumber air di wilayah daerah. Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah kawasan di hulu danau yang memasok air ke danau.(4) (bulelengkab. go.id). Kota Ambon saat ini memliki sekitar 9000 m2 lebih hutan pulau Ambon adalah hutan lindung, jika dilihat dari ketentuan tidak bisa melakukan aktivitas apapun di hutan itu dikarenakan salah satu fungsi hutan lindung itu adalah menjaga ketersediaan hutan tangkapan air (Catchment Area)- (Kehutanan Provinsi Maluku 2022).

Sesuai data SIMPeL Ombudsman RI menunjukan subtansi permasalahan layanan publik bidang penyediaan air bersih yang diterima oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku sejak 2016 hingga 2019 yakni sebanyak sepuluh (10) laporan, data ini menunjukan permasalahan layanan publik tentang air bersih di Kota Ambon sudah terjadi dan dirasakan oleh masyarakat terkait kendala  suplai air bersih oleh PT. Dream Sukses AirIndo dan Perusahaan Daerah Air Minum Kota Ambon kepada para pelanggan yang intinya air tidak mencukupi kebutuhan harian secara menyeluruh. Investigasi Ombudsman atas laporan masyarakat menemukan bahwa  masyarakat mengeluh­kan ketersedian air bersih pada saat musim kemarau (musim panas) dan musim hujan, pada saat musim kemarau debit air yang disuplai per hari berkurang hingga 60% kemudian pada musim hujan air yang disuplai belum bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan air tercampur dengan tanah atau becek.

Baca Juga: Pemeriksaan Kesehatan Gratis
  1. Dream Sukses AirIndo dan Perusahan Daerah Air Minum Kota Ambon memiliki sumber air dari delapan (8) sumber mata air yaitu hutan Wainitu, Hutan Air Keluar (Desa Urimesing), Air Besar (Hutan Soya), Air Panas Wainiu I dan Wainiu II, Air Besar (Hutan Halong), Wai Pompa. bahwa sumber air yang ada saat ini sudah mengalami penurunan debit air dari waktu ke waktu penyebabnya adalah aktivitas manusia yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungannya sehingga secara riel debit Air pada musim hujan dan musim kemarau sangat fluktuasi. Berdasarkan data PT. Dream Sukses AirIndo dan PDAM Kota Ambon, debit air pada musim kemarau menurun hingga 60%.
  • Kebutuhan air bersih di kota Ambon

Hasil Penulusuran oleh Tim Ombudsman Maluku di peroleh data, bahwa Perusahaan Daerah Air Minum dan PT. Dream Sukses AirIndo Kota Ambon kebutuhan air bersih masyarakat kota berjumlah 60% dan kedua perusahan tersebut baru dapat memenuhi kebutuhan sebanyak 30% dan sisa 30% harus dibeli oleh masya­rakat dari perorangan atau dari menampung air hujan.

Penjelasan ini dikuatkan dengan penulusuran Hasil penelitian ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, Putuhena (2013) menyatakan pro­duksi air di Kota Ambon dibandingkan dengan kebu­tuhan air masyarakat di kota Ambon tidak mencukupi kebutuhan untuk tahun 2010 sebesar 15.894.849 m3.

Sementara produksi air yang di suplai kepada masyarakat pada kondisi minimum dimusim kemarau adalah 8.267.275 m3 dan pada musim hujan sebesar 9.244.885 m3 atau pasokan dari PDAM dan PT. DSA sebagai penyedia jasa air minum hanya baru memenuhi 52,01% (sisanya yang belum terpenuhi adalah 7.627.574 m3 (47,98%) pada musim kemarau dan kebutuhan air masyarakat Kota Ambon pada musim hujan adalah 48,51% (yang tidak terpenuhi 8.148.297 m3).

Data Perusahan Daerah Air Minum Kota Ambon.

Bahwa Perusahan Daerah Air Minum Kota Ambon periode 13 Oktober 2021 memiliki pelanggan  sebanyak 20.053 terdiri dari pelanggan yang aktif  berjumlah 11.431 dan non-aktif 8.622. Pelanggan PDAM tersebar pada beberapa kecamatan yakni Nusaniwe, Sirimau, Teluk Ambon Baguala dan teluk Ambon, saat ini sumber air baku yang dimiliki oleh PDAM kota Ambon sebanyak 22 sumur air dalam, dan 4 sumber dari mata air alami kawsan hutan (mata air keluar di Kelurahan Silale, hutan kusu-kusu, mata air Wainitu Hutan Gunung Nona, mata air batu gajah hutan kusu-kusu, mata air Waipompa hutan Halong), dan untuk melayani sisa kebutuhan air yang belum terpenuhi PDAM  menggunakan akternatif penambahan sumber air bawa tanah atau sumur galian hal ini dilakukan karenakan sumber mata air alami di kawasan hutan tangkapan air berkurang di saat musim kemarau/panas. Bahwa sumber mata air alami menipis/berkurang bahkan hilang dikarenakan hutan sebagai tangkapan air permukaan sudah tidak tersedia.

Hutan-hutan tersebut sekarang sudah banyak diba­ngun pemukiman-pemukiman warga. Informasi lain bahwa PDAM Kota Ambon sudah menyusun Rencana Induk Pengembangan Penyediaan Air Minum Kota Ambon (RISPAM) namun hingga saat ini RISPAM tersebut belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Ambon dan Provinsi Maluku dan untuk mengembalikan keterse­diaan air saat ini agar memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat akan maka fungsi hutan harus dikembalikan dan melakukan pembatasan pemuki­man pada lokasi-lokasi yang sudah diperuntukan sebagai hutan tang­kapan air, selajutnya dilakukan peng­hijauan ditanam pohon-pohon yang dapat menahan air permukaan.

Data PT. Dream Sukses AirIndo

Pelanggan PT. Dream Sukses AirIndo saat ini berjumlah 10.972, terdiri dari pelanggan aktif berjumlah 7.391 dan tidak aktif berjumlah 1.814. lokasi pelayanan PT DSA mencakup dua lokasi yakni lokasi karang pan­jang/Karpan 1.767 pelaggan dan Kebun cengkeh berjumlah 9.205.

Kebutuhan air pada musim hujan ada dikisaran 7000 m3/hari dan pada musim kemarau/panas ada di 3000 m3/hari, sehingga ada kekurangan air sebesar 4000 m3/hari. Sumber air yang digunakan oleh PT.DSA untuk melayani pelaggan yakni, lokasi Hu­tan sirimau/hutan Soya air permu­kaan digunakan pada saat musim hujan dan jika musim panas sumber air ini akan kering, sumber air dari mata air ada 5 titik yakni pada lokasi air besar, air Panas, Air Kahena, air Es dan Air wainiuw, selanjutnya untuk memenuhi kekurangan penye­diaan air PT. DSA membuat somur dalam sebanyak 10 buah.

Bahwa jika terjadi musim hujan kondisi suplai air masih mecukupi namun kualitas air yang kurang baik atau air berwarna coklat, dan untuk musim panas terjadi kekurangan air kurang lebih 4000 M3/hari dan sumur yang aktif hanya empat (4) namun penambahan dari 4 sumur tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan air bagi pelanggan dikerenakan ha­nya mampu memproduksi air sebanyak 1000 M3/hari dan tidak mencukupi kebutuhan pelanggan saat ini, perlu dijelaskan sumber air bawah tanah diisi melalui daerah tangkapan air atau hutan tangkapan air (cathing area) sehingga air dalam tanah tetap ada, agar  air bawa tanah itu tetap ada maka dibutuhkan pe­lestarian terhadap hutan tangkapan air. Hutan tangkapan air yang digu­nakan oleh PT. DSA saat ini meliputi Hutan Soya/ Gunung Sirimau, namun kondisinya hutan tersebut sebagian besar sudah hilang dan bahkan tidak ada lagi, telah diganti dengan pemukiman-pemukian baru milik warga maupun pengembang.

Pemerintah Kota dan Provinsi Maluku sudah harus melestarikan hutan soya gunung Sirimau untuk menjaga ketersediaan air, baik air permukaan (Artetis) maupun air bawah tanah (ekuiver),

Saat ini PT. DSA Ambon sangat membutuhkan suatu kajian khusus tentang posisi letak hutan tangka­pan air pada hutan Soya namun di­butuhkan suatu penelitian menda­lam dan khusus  sehingga dari hasil penelitian tersebut maka fokus program pelestarian pada hutan tang­kapan air dapat dilakukan guna memperbesar jumlah ketersediaan air bawah tanah dan air permukaan; PT. DSA mengharapkan ada kebija­kan dari  Pemerintah Kota Ambon dan Provinsi Maluku agar meninjau kembali atau menghentikan pembe­rian izin membangun (IMB) bangu­nan pada Lokasi hutan tangkapan air,  sehingga dapat terjaga resapan air ke dalam tanah dan tersedia air permukaan

  • Hilangnya Kawasan Hutan Tangkapan air di Kota Ambon.

Berdasarkan analisis informasi yang diterima dari pemangku kepen­ti­ngan bahwa Kawasan Hutan tangkapan air merupakan Sumber air utama yang dimanfaatkan oleh PDAM dan PT. DSA untuk meme­nuhi kebutuhan harian Masyarakat kota Ambon, adalah hutan Sirimau atau Soya, dan beberapa Lokasi lain­nya. Tim Ombudsman Maluku sudah turun ke lokasi tersebut melihat kondisi hutan dan bertemu dengan Kepala (Raja) pemerintah Negeri Soya, ditemukan bahwa sebagian kawasan hutang lindung sirimau sudah banyak alih fungsi menjadi pemukiman warga dan Pertanian, menurut Raja soya hutan Soya saat ini agak sedikit bermasalah yang mana tumbuhan atau pohon-pohon besar sudah berkurang  pada hal pohon-pohon itu sebagai penya­ngga air,  yang dulunya sungai (air besar) dapat digunkan oleh masya­rakat untuk kebutuhan sehari-hari sekarang  sudah kering dan tidak ada air yang mengalir,  juga terdapat banyak sampah masyarakat yang di­buang pada lokasi daerah aliran Sungai,  jika mau dibilang kami di soya ini sebagai besar kawasan hutan sebagai tangkapan air sudah berkurang. Raja Soya berharap ada kebijakan yang tegas oleh dan Pe­merintah Pusat, Provinsi Maluku serta Kota Ambon untuk mengem­balikan Kawasan hutan soya di gunung Sirimau.

Selain hutan Soya, tim Ombudsman Maluku juga melakukan inves­tigasi ke beberapa lokasi hutan lainya diantara kawasan hutan gu­nung Nona, Hutan Kusu-kusu Sare dan hutan Halong, tim menemukan persoalan yang sama dengan yang dialami kawasan hutan soya. Tim menemukan hal yang menarik di hutan kusu-kusu Desa (Negeri) Urimessing yaitu terdapat Pemba­ngu­nan Pemukiman oleh Pengem­bang pada Kawasan resapan air, dan berada di bawa Pemukiman tersebut terhubung langsung dengan daerah aliran sungai way batu gajah se­waktu-waktu disaat musim hujan DAS batu gaja berubah warna menjadi coklat menurut pemerintah Desa dan warga bahwa jika musim hujan tanah longsor dari pemukiman masuk ke aliran sungai dikarenakan pengembang tidak membuat talut. Tim ombudsman lanjut ke sumber air yang digunakan oleh PDAM yakni Mata Air keluar yang masih aktif dan kawasan hutan sekitar mata air masih terlihat asri dan namun menurut pemerintah Desa saat musim kema­rau (panas) debit air bisa berkurang bahkan hampir kering. Maka kami berharap agar adanya perlindungan yang berkelanjutan dari pemerintah Provinsi maluku dan Kota Ambon serta Instansi Vertikal terkait terha­dap Kawasan hutan tangkapan air.

Tim Ombudsman Maluku melaku­kan konfirmasi dengan para pema­ngku kepentingan pemangku kepen­tingan diantaranya Balai Wilayah Sungai Maluku, Bappeda, Dinas Ke­hu­tanan, PUPR, Pertanian Pro­vinsi Ma­luku, Bapeda Kota Ambon dan Di­nas PUPR kota Ambon terkait kebi­jakan yang sudah dilakukan untuk melindungi Kawasan hutan tangkapan air dalam hutan lindung. Adapun hasil konfirmasi sebgai berikut:

– Bahwa kondisi saat ini terkait air sudah mulai memprihatinkan di Kota Ambon, karena kondisi air tanah sudah mulai berkurang dan hilang­nya Kawasan hutan Tangkapan air hampir hilang.

– Banyak sekali pemukiman mas­ya­rakat yang dibangun pada Kawa­san hu­tan tangkapan air atau hutan lin­dung;

– Pemerintah provinsi Maluku sementara Menyusun Peraturan Daerah tentang Rencana tata ruang dan tata Wilayah Provinsi Maluku salah satu fokus dikota Ambon adalah terkait Kawasan hutan tangkapan air;

– Belum adanya satpun kebijakan dari Pemerintah Pusat, Provinsi Malu­ku terkait penanggulangan Kawasan Hutan Tangkapan air di Kota Ambon;

– Belum adanya sinergisitas antara lembaga pemerintah baik pusat, Provinsi Maluku dan Kota Ambon terhadap penanggunalangan kawa­san hutan tangkapan air di Kota Am­bon namun Pemerintah lebih memilih membangun proyek yang bersifat infrastruktur seperti pemba­ngu­nan jaringan Pipa air dan Bak penampung yang saat ini Sebagian basar tidak dapat digunakan dike­ranakan tidak tersedia sumber air. Pembangunan infrastruktur air bersih di kota Ambon oleh Balai Su­ngai Wilayah, Dinas PUPR Provinsi dan Kota Ambon seperti ada per­lom­baan namun tidak ada yang men­dapat juara karena sumber air tidak ada.

– Semua keterangan yang diberi­kan oleh pemerintah Pusat, Provinsi Maluku dan Kota Ambon kepada Tim Ombudsman Maluku hanya ber­sifat rencana namun tidak ada sa­tupun kebijakan yang dilaksanakan;

Pernyataan dari Dinas PUPR Provinsi Maluku Bahwa kami sudah membuat perencanaan untuk keter­sediaan air baku yang akan diambil dari Dam Way Ela. Program ini sudah disetujui oleh Kementerian PUPR RI namun pelaksanaannya ada pada Balai Wilayah Sungai Maluku, bukan saja Dam Way Ela namun ada Dam lainnya yakni Way Ori di Passo.  Ketika proses pembuatan dam ini selesai maka ketersediaan air untuk kebutuhan masyarakat akan terpe­nuhi bahkan Dam Way Ela bukan saja melayani ketersedian air di Kota Ambon namun melayani sebagian pu­lau Seram atau Pulau-Pulau disekitar Ambon, sejak pernyataan ini disam­paikan kepada Ombudsman Maluku hingga saat ini belum satupun kebijakan dilakukan. Bah­kan kami menemukan tidak ada sinergi atara pemerintah Pusat dalam hal ini BWS, Provinsi Maluku dan Kota Ambon dan terkesan saling lem­par tang­gungjawab dalam pena­nganan Kawasan hutan tangkpan air.

Kami tanyakan ke Pemerintah Kota Ambon bahwa hutan tang­kapan air merupakan kewenangan Provinsi Maluku melalui Instansi terkait, sebaliknya dari Provinsi Maluku menyatakan bahwa untuk menjaga dan memanfaatkan hutan tangkapan air kita kembalikan pada Pemerintah Kota Ambon, apalagi sekarang ini sudah ada dalam proses revisi tata ruang Kota Ambon seha­rusnya pikiran utama dari tata ruang adalah kawasan hutan tangkapan air, sesame Pemerintah saling lempar tanggung jawab hal seperti ini yang ajdi korban adalah rakyat di kota Ambon.

Data Balai Wilayah Sungai Maluku

Balai Wilayah Sungai Maluku (BWS Maluku) berdiri di Maluku pada Tahun 2010 hingga saat ini sudah 11 Tahun. Daerah kerja BWS maluku me­liputi sesuai pola dan rencana penge­lolaan sumber daya air pada wilayah sungai Ambon-Seram dan Yamdena -Wetar sesuai Peraturan Menteri PUPR RI nomor 04/PRT/M/2015.

Sesuai data jumlah Daerah aliran sungai Ambon seram sebanyak 166 DAS dan Yamdena-Wetar sebanyak 153 DAS. Penyediaan air baku se­suai data BWS Maluku untuk Pulau Ambon BWS telah menydiakan, empat (4) Broncap, lima (5) Reservor, dan 42.160 m jaringan untuk mela­yani 33.522 Jiwa, lokasi air baku meliputi Desa halong, Dusun Taeno, Desa rumah tiga, dusun kate-kate dan desa Poka.

Pada Tahun 2007 hingga saat ini BWS Maluku telah membangun embun sebanyak 75 embun dengan total tampung 177,877 m2. Adapun saran dari BWS Maluku adalah untuk memecahkan solusi krisis air di kota Ambon, harusnya ada program bersama antara pemerintah Kota Ambon, Provinsi Maluku dan BWS Maluku, duduk dalam satu pertemuan untuk membahas program-program penanggulangan dam­pak kekurangan air bersih di kota Ambon. Ombudsman Maluku menilai Saran dari BWS Maluku adalah baik untuk dilaksanakan namun hingga saat ini belum ada tindaklanjutnya, akan tetapi masing-masing Pemerintah masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak sinegisitas.

Ombudsman Perwakilan Maluku berharap melalui Pemerintahan yang baru Tingkat Provinsi Maluku Gubenur dan jajaran dan Walikota Ambon dan jajarannya untuk segara merumuskan kebijakan bersama dengan Pemerintah Pusat untuk mengembalikan Kawasan hutan tangkapan Air kota Ambon untuk medukung keberlanjutan aktivitas hidup Masyarakat Kota Ambon. (*)

oleh: Semuel Hatulely
(Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi)