AMBON, Siwalimanews – Sekretaris Kota Ambon itu diperiksa terkait dengan peran mantan bossnya yang sudah ditahan KPK.

Tim penyidik KPK masih terus menggali bukti-bukti suap dan tindak pidana  pencucian uang mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Setelah Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta dan 15 saksi lainnya diperiksa pada Senin (8/8), kembali KPK memriksa 16 saksi baik itu PNS dilingkup Pemerintah Kota Ambon maupun pihak swasta.

Tercatat lembaga anti rasuah itu memeriksa dua pejabat di lingkup Pemkot Amnon, yaitu Sekretaris Kota Ambon, Agus Ririmasse dan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan, Rico Hayat.

Selain mereka, KPK juga meme­riksa Seska Maria Yunet Nussy, Kasubbag Keuangan Sekretariat Kota, S.R Aunalal (mantan Kabag Umum), Josias Aulele (Kasubbag Umum Sekretariat Kota) serta KPK juga mengagendakan pemeriksaan mantan Kadis Parawisata dan Kebudayaan, Hendrik Sopacua.

Baca Juga: Bekuk Tiga Penambang Ilegal, Polisi Sita Uang 5 M

Selain sasar PNS, KPK juga memeriksa sejumlah pihak swasta diantaranya, Ronny Lopies (Direk­tur Ambon Music Office), Hengky Liline PT Ranggady Karya Prata­­ma,  Amelia Rizky Pelu (swasta), Ursula Popy Yani,         pemilik CV Surya Ge­mini (Katering).

Berikutnya, Direktur CV Arojack, Theddy Jacky, Seldinus Palinussa (swasta), Direktur Cv Intan Makmur, Abu Hanipa Tuankotta dan Dosen, Merry Tjoanda.

Menurut Juru Bicara Ali Fikri, 14 orang PNS dan pihak swasta ini diperiksa sebagai saksi yang dipusatkan di Mako Brimob Jalan Jenderal Sudirman Tantui, Ambon, Rabu (10/8).

Selain itu, di Mako Brimob Polda Maluku, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya yang dipusatkan di Kantor KPK Jl Kuningan Persada Kav.4, Setiabudi, Jakarta Selatan yaitu, Untung Tri Haryono    (Swasta) dan Direktur PT Waru Jaya Makmur, Mujiono Andreas.

“Hari ini (10/8) pemeriksaan saksi  TPK dan TPPU  persetujuan prinsip pembangunan Gerai Alfamidi Tahun 2020 di Pemerintahan Kota Ambon untuk tersangka RL dkk,” kata Fikri.

Walau begitu, Fikri enggan berkomentar lebih jauh soal kasus tersebut dengan alasan pihak penyidik masih intens melakukan pemeriksaan saksi-saksi.

Monitoring

Dihubungi terpisah, Ketua DPD Golkar Kota Ambon, Max M Siahay mengatakan, pihaknya terus mela­kukan monitoring terhadap dugaan keterlibatan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta bersama mantan walikota Ambon Richard Louhe­napessy.

DPD Partai Golkar Kota Ambon, kata Siahay, mendukung penuh proses hukum yang dilakukan KPK dalam kasus dugaan suap dan TPPU yang dilakukan RL.

“Partai Golkar mendukung proses hukum yang dilakukan KPK dan soal keterlibatan ibu Elly kita terus monitoring secara ketat,” tegas Siahay.

Kendati begitu, Siahay mene­gaskan, jika pihaknya tetap meme­gang teguh asas praduga tak ber­salah sambil menunggu langkah yang akan diambil oleh KPK, sebab sebagai warga negara yang baik harus mendukung upaya pembe­rantasan korupsi oleh KPK.

Disinggung soal kemungkinan evaluasi Toisuta, Siahay menegas­kan proses evaluasi Toisuta dari jabatan Ketua DPRD memiliki meka­nisme yang harus dilalui, artinya tidak serta-merta ketika diperiksa langsung dievaluasi.

Karena itu, DPD Partai Golkar Kota Ambon masih menunggu sikap KPK jika telah ada proses yang berkekuatan hukum tetap, maka kemungkinan evaluasi dapat dilaku­kan sepanjang dapat dipertang­gung­jawabkan.

Siahay pun meminta Toisuta untuk tetap menjalankan tugas sebagai wakil rakyat dengan baik disisa masa jabatan periode 2019-2024, agar ma­syarakat Kota Ambon lebih se­jahtera.

Keduanya Berkaitan

Sebelumnya diberitakan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta digarap, terkait dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang disangkakan ke Richard Louhe­napessy.

Rekan separtai RL itu diperiksa, lantaran sebagai pimpinan lembaga legislatif, dia dinilai punya kaitan erat dengan lembaga eksekutif da­lam hal persetujuan anggaran mau­pun pengawasan terhadap anggar­an itu sendiri.

Karenanya, akademisi Fakultas Hukum Universitas Darusalam, Rauf Pelu, mendukung penuh langkah yang dilakukan KPK memeriksa Ketua DPRD Kota Ambon terkait kasus dugaan suap dan TPPU terha­dap tersangka RL.

“Kita dukung langkah penuh yang dilakukan KPK, karena Ketua DPRD sebagai lembaga legislatif berkaitan erat dengan eksekutif dima­na setiap APBD ditetapkan ha­rus disetujui DPRD. Dan itu kewe­nangan KPK memeriksa,” ujar Pelu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (9/8) siang.

Lembaga legislatif, lanjut Pelu melaksanakan tiga fungsi yakni, budjeting, pengawasan dan legis­lasi. Sehingga ketika berkaitan dengan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di Pemerintah Kota Ambon, termasuk izin retail pem­bangunan Alfamidi, maka otomatis lembaga legislatef juga harus ketahui.

Karena itu, ia meminta KPK jika ada oknum-oknum di DPRD yang juga ikut terlibat maka harus diung­kapkan.

“Jika ada dugaan keterlibatan ya harus ungkapkan, siapapun itu karena semua orang sama di mata hukum. equality before the law,” ujarnya.

Terpisah, praktisi hukum, Marcel Maspaitella mengatakan, kewena­ngan KPK untuk meminta keterang­an dari pihak-pihak yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi yang melibatkan RL.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (9/8) Maspaitella mengatakan, DPRD adalah mitra Pemerintah Kota Ambon, sehingga selaku pimpinan DPRD, KPK wajib meminta keterangan dari Ketua DPRD, Elly Toisuta.

“DPRD adalah mitra Pemerintah Kota, dan selaku pimpinan DPRD, KPK wajib meminta keterangan beliau. Kalau dalam keterangannya dianggap punya andil soal keter­libatan. Maka KPK juga harus transparan,” ujarnya.

Akui Diperiksa

Kepada Siwalima, Elly Toisuta mengakui telah diperiksa KPK, Se­nin (8/8), terkait izin prinsip pem­bangunan gerai alfamidi.

Walau demikian, menurut Elly, pembangunan gerai tersebut tidak dibahas di DPRD Kota Ambon.

“Beta dipanggil untuk dimintai keterangan terkait dengan kasus pak RL. Jadi pertanyaannya terkait se­putaran pemberian izin prinsipnya, apakah dibahas di DPRD, tidak, karena izin prinsip itu kewenangan Walikota,” ungkap Toisuta.

Selain itu, tambah Elly, dirinya juga tanyakan penyidik KPK mengenal tersangka Amri, salah satu petinggi Alfamidi.

“Saya juga ditanyakan KPK kenal tidaknya dengan Bapak Amri, yang merupakan salah satu tersangka yang telah ditetapkan KPK bersama RL,” katanya.

Disinggung terkait pertanyaan seputar TPPU, Elly menegaskan, hanya ditanyakan KPK secara umum terkait dengan izin prinsip pembangunan retail Alfamidi. Dan apakah yang ditanyakan itu ter­masuk dalam kasus TPUU, dirinya tidak mengetahui.

“Saya tidak tahu apakah soal itu termasuk. Spesifikasinya apa saya tidak tahu, jadi pertanyaannya umum yang disampaikan seperti itu, apakah izin prinsipnya dikaji di DPRD, seperti itu,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut dia, izin prinsip pembangunan Alfamidi itu tidak dibahas di DPRD dan menjadi kewenangan walikota.

Disinggung apakah ada kemung­kinan pimpinan DPRD lainnya juga akan diperiksa terkait kasus RL, Ely mengaku tidak tahu, pasalnya, un­dangan dikirim langsung ke rumah masing-masing.

“Saya tidak tahu, karena undang­an langsung ke rumah,” ujarnya.

Ely juga mengaku, ini yang pertama kali dirinya diperiksa oleh KPK terkait kasus RL tersebut.

“Ini pertama kali saya diperiksa. Kemarin itu ada puluhan orang dipanggil dari OPD,” terang Ely.

Periksa 16 Saksi

KPK kembali marathon memeriksa saksi-saksi terkait keterlibatan RL, setelah sebelumnya Jumat (5/8) lalu tim penyidik KPK memeriksa 11 saksi, kini giliran 16 saksi diperiksa lembaga anti rasuah, Senin (8/8).

Selain Elly Toisuta, KPK juga memeriksa 15 saksi, enam diantara­nya kepala dinas atau badan di lingkup Pemerintah Kota Ambon.

Mereka yang diperiksa yaitu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy, Kepala Bappeda, Enrico Matitaputty, Ke­pala Dinas Perindustrian dan Per­dagangan,

Sirjhon Slarmanat, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Apries Gaspezs, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi & Persandian, Joy Reinier Adriaansz, serta Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, Rolex Seg­fried De Fretes.

Selain enam kepala dinas dan badan, KPK juga ikut memeriksa Kepala UPTD Parkir, Izaac Jusak Said, Hervianto PNS Pemkot, Martha Tanihaha pemilik RM Sari Gurih, Sieto Nini Bachry pemilik Toko Buku NN dan anak RL, Grivandro Louhenapessy.

Berikutnya, KPK juga memeriksa empat karyawan PT Midi Utama Indonesia yaitu, Afid Hermeily, Alex Nurdiana, Diyana Safitri Aditia dan Meilia Triani.

Menurut juru bicara KPK, Ali Fikri empat karyawan PT Midi Utama Indonesia diperiksa di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jl Kuningan Persada Kav.4, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Sedangkan Ketua DPRD dan saksi lainnya diperiksa di Markas Ko­mando Satuan Brimob Polda Ma­luku, Jalan Jenderal Sudirman, Tantui, Ambon.

Kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Ali Fikri mengungkap­kan, pemeriksaan 16 orang ini se­bagai saksi dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Blokir Rekening

Seperti diberitakan, rekening bank penguasa Kota Ambon itu sudah diblokir, pasca dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Ko­rupsi.

Langkah pemblokiran dilakukan, setelah lembaga anti rasuah tersebut menemukan sejumlah bukti-bukti yang memperkuat adanya dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang RL.

“KPK blokir rekening pak Ris dan akan-anaknya, karena ada bukti aliran dana,” kata sumber yang dekat dengan KPK, Kamis (19/5) lalu.

Menurut sumber yang wanti-wanti namanya tidak dikorankan, dengan pemblokiran rekening tersebut, maka secara otomatis seluruh transaksi perbankan sudah tak bisa dilakukan.

“Kalau blokir di satu bank, maka otomatis bank lainnya juga ikut terblokir,” tambah sumber itu.

Sementara itu, juru bicara KPK Ali Fikri yang dikonfirmasi Siwalima soal pembokiran rekening RL belum merespon panggilan telepon selu­lernya.

Temukan Bukti Fee

Hingga saat ini KPK masih terus mencari bukti dugaan suap RL pada proyek yang dibiayan APBD Kota Ambon, kurun 2011-2022.

Setelah menggeledah rumah dinas orang nomor satu di Karang Pan­jang Ambon dan rumah pribadi di Kayu Putih, Rabu (18/5) serta Dinas PU, PTSP, tim penyidik KPK menemukan berbagai dokumen antara terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuan nilai fee proyek yang diduga diatur RL.

“Tim Penyidik KPK, Rabu (18/5) telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan didua SKPD Pemkot Ambon yaitu kantor Dinas PU dan kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu,” kata Fikri.

Diungkapkan, pada Dinas PU dan DPMPTSP, KPK menemukan per­setujuan izin proyek dan catatan disertai penentukan nilai fee proyek.

“Di dua lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai dokumen antara terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuaan nilai fee proyek,” katanya.

Dia menegaskan, bukti-bukti tersebut akan dianalisasi dan disita untuk selanjutnya dipanggil pihak-pihak terkait.

Tambah 30 Hari

Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang waktu penahanan RL, selama 40 hari ke depan.

Penahanan dilakukan dalam penyidikan kasus suap dqna grati­fikasi persetujuan izin prinsip pem­bangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Adapun perpanjangan penaha­nan Walikota Ambon dua periode itu mulai dari tanggal 2 Juni hingga tanggal 12 Juli  sampai 10 Agustus 2022.

Selain RL, KPK juga memper­panjang penahanan pegawai honorer Pemkot Ambon, Andrew E Hehanussa.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu masih tetap ditahan di Gedung Merah Putih KPK, sedangkan AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

“Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1,” ujarnya.

Resmi Ditahan

Seperti diberitakan, setelah dijemput paksa dan menjalani proses pemeriksaan, akhirnya KPK mena­han RL di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Selain RL, KPK juga menahan tersangka Andrew Erin Hehanussa, pegawai honorer Pemkot Ambon di Rutan KPK pada Kavling C1.

“AR disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1l hurif a atau pasal 5 ayat (1) hurif b atau padal 13 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pembe­rantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahuh 1999 tentang Pemberantasan Ko­rupsi,” jelas Ketua KPK,  Firli Bahuri dalam konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/5) malam lalu.

Ali Fikri menambahkan, untuk tersangka RL dan Amril, Kepala Perwakilan Alfamidi disangkakan melanggar pasak 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

KPK dalam konstruksi perkara menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2020 RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai 2023 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Selanjutnya, tambah jubir, dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka AR sapaan akrab Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Untuk menindaklanjuti permo­honan AR ini, kemudian RL meme­rintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha, Surat Izin Usaha Perdagang­an.

Kata jubir, untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan, RL meminta agar penyerahan uang Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL Rp500 juta yang diberi­kan secara bertahan melalui reke­ning bank milik AEH.

Mantan Ketua DPD Golkar Kota Ambon ini diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Jubir menambahkan, dalam per­kara ini tim penyidik melakukan upa­ya paksa terhadap RL disalah satu rumah sakit swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat.

“Sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani pera­watan medis, namun demikian tim penyidik KPK berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan. Dari hasil pengamatan langsung tersebut, tim penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK,” ujarnya. (S-20)