AMBON, Siwalimanews – Mantan penguasa Kota Ambon itu harus segera dibebaskan, lantaran penahanannya cacat prosedur.

Masa penahanan mantan Walikota Ambon, Richard Lou­henapessy telah selesai pada 10 Agustus 2022, namun hing­ga kini KPK belum perpanjang penahanan tersebut.

Sesuai aturan, jika dalam pro­ses penyidikan masa penaha­nan telah selesai dan tidak per­panjang, maka RL harus dibe­baskan demi hukum.

KPK menahan mantan Ketua DPRD Maluku ini pada 13 Mei 2022 selama 20 hari, kemudian karena kepentingan penyidi­kan dan pembuktian alat bukti, KPK tambah penahanan RL 40 hari terhitung 2 Juni hingga 11 Juli 2022, selanjutnya ditambah lagi penahanan 30 hari pada 12 Juli hingga 10 Agustus 2022.

Jika penyidik KPK tidak perpanjang penahanan, maka KPK harus mengeluarkan RL dari tahanan demi hukum, tetapi proses hukum kasusnya tetap berlanjut.

Baca Juga: Polisi Sita Ratusan Botol Miras di Aru

“Dalam KUHAP itu jelas, dimana perintah penahanan yang diberikan penyidik paling lama 20 hari. Jika pemeriksaan belum selesai, waktu penaha­nan oleh penyidik dapat diper­panjang paling lama 40 hari dan kemudian perpanjang 30 hari. Jadi perpanjangan penahanan itu jika kepentingan pemerik­saan maka penyidik perpan­jang, jika dijaksa maka kejaksa­an perpanjang begitu juga di pengadilan,” ungkap akademisi Hukum Remon Supusepa kepada Siwalima, Kamis (25/8).

Dikatakan, jika penahanan terhadap RL tidak dilakukan lagi oleh KPK, maka demi hukum RL harus dikeluarkan dari tahanan. jika tidak maka KPK bisa dinilai melanggar hak asasi manusia.

“Jika KPK tidak perpanjang dan RL masih ditahan, padahal demi hukum dia sudah harus dikeluarkan dari tahanan, tetapi proses hukum­nya tetap lanjut, maka KPK bisa dinilai melanggar hak asasi ma­nusia,” ujarnya.

Supusepa juga meminta, KPK harus transparan soal penahanan RL serta status kasusnya jika masih berada di penyidik ataukah sudah di penuntut umum.

“KPK harus transparan soal status RL, apakah sekarang RL sudah dikeluarkan dari tahanan ataukah masih tetap ditahan. Dan berkasnya sudah di tangan jaksa KPK ataukah masih penyidik,” ujarnya.

Dia berharap, KPK bisa transpa­ran dalam penanganan kasus ini, sehingga ada titik terangnya.

“Karena dalam KUHAP sudah jelas jika penahanan telah selesai, maka seorang tersangka harus dike­luarkan dari penjara demi hukum. Bukan berarti dia dilepas, biasanya itu menghambat dalam proses pe­meriksaan perkara karena berten­tangan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, dimana jangka waktu penahanan itu penyidik tidak menghatur secara baik. sehingga tersangka itu bisa dikeluarkan, karena ketika batas waktu penahanan itu selesai, maka tersangka itu harus dikeluarkan dari proses penahanan,  karena sudah melampaui waktu penahanan, karena itu dilindungi oleh KUHAP,” katanya.

Kepastian Hukum

KPK didesak untuk segera mem­berikan kepastian hukum bagi mantan walikota Ambon Richard Louhenapessy yang hingga kini be­lum diperpanjang masa penahanan.

Penahana lanjutan terhadap mantan orang nomor satu di Kota Ambon tersebut telah berakhir terhitung pada tanggal 10 Agustus lalu, namun sayangnya sampai dengan saat ini nasib Louhena­pessy tidak jelas dengan proses penahanan terhadap dirinya yang dilakukan oleh KPK itu.

Praktisi hukum Djidion Batmo­molin menjelaskan berdasarkan aturan maka penahanan dapat dila­kukan oleh penyidik KPK tentunya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kata dia, KPK harus memberikan kepastian hukum kepada tersangka kasus suap pemberian ijin pemba­ngunan Gerai Alfamidi dan TPPU yang menyeret mantan Ketua DPRD Provinsi Maluku itu dan tidak boleh dibiarkan tanpa adanya kejelasan.

Apalagi masa perpanjangan penanganan RL telah berakhir pada 10 Agustus lalu, tetapi sampai saat ini belum ada sikap resmi apakah akan dilakukan perpanjangan lanjut atau tidak.

Menurut Batmomolin, jika KPK tidak melakukan perpanjangan lanjutan maka RL harus dilepas demi hukum sebab jika dipaksakan untuk ditahan, maka penahanan tersebut cacat demi hukum dan berimplikasi pada proses perkara yang sedang ditangani KPK.

“Kalau tidak diperpanjang maka penahanan itu cacat hukum dan dapat digunakan oleh RL untuk menjadi pintu masuk pembelaan,” cetus Batmomolin.

Olehnya, Batmomolin berharap, ada sikap tegas dari KPK agar RL boleh mendapatkan kepastian dan tidak terkatung-katung dalam penahanan.

Bebas Demi Hukum

Sementara itu, praktisi hukum Muhammad Nur Nukuhehe juga meminta KPK untuk dapat membe­rikan kepastian hukum kepada tersangka kasus suap dan TPPU yang juga mantan walikota Ambon Richard Louhenapessy.

Kepastian dalam proses pene­gakan hukum merupakan hak yang mesti diperoleh seorang tersangka atau terdakwa artinya hak tersangka ini harus diperhatikan secara serius oleh penegak hukum, sebab jika tidak akan berimplikasi pada proses hukum pula.

Menurutnya, jika penahanan telah perpanjang selama beberapa kali dan telah selesai masa waktu penahanan jika telah selesai dan tidak diperpanjang, maka tersangka harus dilepas demi hukum sebalik­nya jika akan diperpanjang maka harus segera dilakukan agar dapat kepastian bagi tersangka.

“Ketegasan harus ada kalau mau diperpanjang yah harus dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan tinggi tapi kalau tidak maka harus dilepaskan, sebab kalau berdasar­kan hukum maka harus dilepaskan tersangka ini,” ucap Nukuhehe.

KPK kata Nukuhehe jangan mem­biarkan nasib tersangka menjadi terkatung-katung karena KUHAP se­cara tegas telah mengatur hak ter­dakwa yang mestinya dipenuhi KPK.

Bungkam

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi Siwalima beberapa melalui telepon selulernya tidak merespon, begitu juga melalui pesan WA.

Tambah 40 Hari

KPK memperpanjang waktu penahanan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, selama 40 hari ke depan.

Penahanan dilakukan dalam penyidikan kasus suap persetujuan izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Adapun perpanjangan pena­hanan Walikota Ambon dua periode itu mulai dari tanggal 2 Juni hingga tanggal 11 Juli 2022.

Selain RL, sebutan untuk Richard Louhenapessy, tim penyidik KPK juga memperpanjang penahanan pegawai honorer Pemkot Ambon, Andrew E Hehanussa (AEH).

“Tim Penyidik melanjutkan masa penahanan tersangka RL dkk untuk masing-masing selama 40 hari kedepan, terhitung 2 Juni 2022 s/d 11 Juli 2022,” ungkap Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Rabu (1/6).

Mantan Ketua DPRD Maluku itu masih tetap dikurung di Gedung Me­rah Putih KPK, sedangkan AEH dita­han di Rutan KPK pada Kavling C1.

“Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, dan tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1,” ujar Fikri.

Menurutnya, perpanjangan penahanan terhadap RL dan AEH ini adalah untuk mengumpulkan alat bukti.

“Kebutuhan perpanjangan pe­nahanan ini dalam rangka untuk terus mengumpulkan alat bukti diantaranya pemanggilan saksi-saksi yang diduga kuat mengetahui perbuatan para tersangka tersebut,” jelas Fikri.

Ali Fikri enggan berkomentar jauh ketika ditanyakan soal sejumlah pejabat Pemkot Ambon yang juga menjadi bidikan KPK.

Lagi Tambah 30

KPK memperpanjang waktu penahanan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, selama 40 hari ke depan.

Penahanan dilakukan dalam penyidikan kasus suap dqna gra­tifikasi persetujuan izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Adapun perpanjangan penaha­nan Walikota Ambon dua periode itu mulai dari tanggal 2 Juni hingga tanggal 12 Juli  sampai 10 Agustus 2022.

Selain RL, sebutan untuk Richard Louhenapessy, tim penyidik KPK juga memperpanjang penahanan pegawai honorer Pemkot Ambon, AEH.

“Agar proses pemberkasan se­makin lengkap dengan memaksimal­kan pengumpulan alat bukti, Tim Penyidik tetap melakukan pena­hanan untuk tersangka RL dkk selama 30 hari kedepan,” ungkap Ali Fikri kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Selasa (12/7).

Mantan Ketua DPRD Maluku itu masih tetap ditahan di Gedung Merah Putih KPK, sedangkan AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1,” ujarnya.

Resmi Ditahan

Seperti diberitakan, setelah dijemput paksa dan menjalani proses pemeriksaan, akhirnya KPK me­nahan Walikota Ambon 10 tahun itu. RL akan ditahan ini selama 20 hari di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Mantan Ketua DPRD Maluku ini ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha retail di Kota Ambon Tahun 2020.

Selain RL, KPK juga menahan tersangka Andrew Erin Hehanussa, pegawai honorer Pemkot Ambon di Rutan KPK pada Kavling C1.

“AR disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1l hurif a atau pasal 5 ayat (1) hurif b atau padal 13 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahuh 1999 tentang Pemberantasan Ko­rupsi,” jelas Ketua KPK,  Firli Bahuri dalam konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/5) malam.

Sementara itu, kepada Siwalima, Ali Fikri menambahkan, untuk tersangka RL dan Amril, Kepala Perwakilan Alfamidi disangkakan melanggar pasak 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

KPK dalam konstruksi perkara menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2020 RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai 2023 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Selanjutnya, tambah jubir, dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka AR sapaan akrab Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Untuk menindaklanjuti permo­honan AR ini, kemudian RL meme­rintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan.

Kata jubir, untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan, RL meminta agar penyerahan uang Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL Rp500 juta yang diberi­kan secara bertahan melalui reke­ning bank milik AEH.

Mantan Ketua DPD Golkar Kota Ambon ini diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Jubir menambahkan, dalam per­kara ini tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap RL disalah satu rumah sakit swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat.

“Sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani pera­watan medis, namun demikian tim penyidik KPK berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan. Dari hasil pengamatan langsung tersebut, tim penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK,” ujarnya. (S-05/S-20)