AMBON, Siwalimanews – KPK secara resmi meng­umumkan penahanan ter­sangka Tagop Sudarsono Sou­lissa dalam perkara du­gaan tindak pidana korupsi.

Bupati Buru Selatan itu diduga menerima hadiah atau janji, grati­fikasi dan tindak pidana pencucian uang, terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan sejak tahun 2011-2016.

Juru Bicara Ali Fikri dalam rilisnya kepada Siwalima mengungkapkan, setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK kemudian melaku­kan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyi­dikan, dengan mengumumkan Ta­gop sebagai ersangka.

Selain Bupati Buru Selatan pe­riode 2011 sampai 2021 KPK juga menetapkan, Johny Rynhard Kas­man dan Ivana Kwelju dari pihak swasta sebagai tersangka.

Dalam konstruksi perkara KPK menyebutkan, diduga telah terjadi tersangka TSS yang menjabat sela­ku Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011 s/d 2016 dan periode 2016 s/d 2021, diduga sejak awal men­jabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Di­nas PUPR Kabupaten Buru Se­latan.

Baca Juga: Jaksa Diminta Penjarakan Pelaku Korupsi DPRD Kota Ambon

Cara yang dilakukan bupati dua periode itu yaitu, dengan meng­undang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk me­ngetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Atas informasi tersebut, Tagop kemudian merekomendasi dan menentukan secara sepihak, pihak rekanan mana saja yang bisa di­menangkan untuk mengerjakan proyek. Baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan lang­sung.

Dari penentuan para rekanan ini, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 % sampai dengan 10 % dari nilai kontrak pekerjaan.

Khusus untuk proyek yang sum­ber dananya dari Dana Alokasi Khu­sus (DAK), lanjut KPK, ditentukan besaran fee masih diantara 7 % sampai dengan 10 % ditambah 8% dari nilai kontrak pekerjaan.

KPK menyebutkan, adapun proyek-proyek tersebut, dianta­ranya, sebagai berikut pertama, Pembangunan jalan dalam Kota Namrole Tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar.

Selain itu peningkatan jalan dalam Kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 Miliar.  Ada pula peningkatan Jalan Ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 Miliar dan Empat, peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggu­nakan orang kepercayaannya yaitu, Johny Rynhard Kasman untuk menerima sejumlah uang mengguna­kan rekening bank miliknya, dan untuk berikutnya di transfer ke rekening bank milik Tagop.

Diduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar sejumlah Rp10 miliar yang diantaranya, diberikan oleh tersangka Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang angga­rannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.

Selanjutnya, penerimaan uang Rp10 miliar dimaksud, diduga Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.

KPK menyerat pada tersangka sebagai berikut, tersangka Ivana Kwelju sebagai pemberi disangka­kan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 se­bagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selanjut KPK menjerat Tagop dan Johny Rynhard Kasman melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pem­berantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Tahan 20 Hari

Untuk kepentingan proses penyi­dikan, penyidik melakukan upaya pak­sa penahanan para tersangka untuk 20 hari pertama dimulai ta­nggal 26 Januari 2022 sampai dengan 14 Februari 2022.

Selanjutnya Tagop ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, Johny Rynhard Kasman ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat.

KPK menghimbau tersangka Ivana Kwelju untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik yang akan segera di sampaikan.

KPK prihatin dengan masih ada­nya praktik gratifikasi yang dila­kukan oleh bupati sebagai seorang pejabat publik, yang sudah semes­tinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena gaji dan fasilitas yang diperoleh dari jabatannya tersebut adalah dari uang rakyat.

Ungkap TPPU

KPK selain fokus menangani tindak pidana gratifikasinya, juga akan mengungkap tindak pidana pencucian uangnya. Sehingga pene­gakkan hukum dalam pemberan­tasan korupsi bisa lebih optimal dalam memulihkan kerugian keua­ngan Negara yang telah timbul dari kejahatan tersebut.

Ditambahkan jubir, KPK terus mengingatkan seluruh pihak, ter­masuk pelaku usaha, untuk memiliki kesadaran dan komitmen bersama dalam upaya pemberantasan korup­si, salah satunya menerapkan prak­tik bisnis secara jujur dan berin­tegitas.

Punya Bukti Kuat

KPK intens melakukan pemerik­saan saksi-saksi untuk mencari bukti tambahan kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan dalam Kota Namrole tahun 2015 maupun dugaan TPPU.

Temuan dugaan perbuatan pidana lain dalam proses penyidikan perkara  dugaan Tindak Pidana Korupsi ter­kait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011 sampai 2016, tim penyidik ke­mudian melanjutkan proses penyi­dikan dengan melakukan penyidikan baru dalam perkara dugaan TPPU.

KPK menduga, pihak yang terkait dengan perkara ini telah melakukan penempatan, pengalihan hingga perbuatan lain untuk menyembu­nyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi.

Terkait hal ini, akademisi hukum Pidana berpendapat, dibukanya perkara baru dalam dugaan TPPU disebabkan karena KPK menemukan adanya bukti-bukti TPPU tersebut.

Sehingga tindakan KPK ini merupakan langkah tepat, untuk mengetahui penyaluran aliran dana TPPU tersebut.

Menurut Wadjo, dalam praktik penegakan hukum acara biasanya penyidik ketika melakukan pengge­ledahan terhadap barang-barang yang dinilai sebagai sarana mela­kukan tindak pidana dan mene­mukan bukti maka dapat dikem­bangkan.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (27/1) Wadjo mengatakan dengan bukti baru telah ditemukan oleh penyidik KPK maka sendirinya telah ada bukti awal untuk KPK mengungkapkan rang­kaian kasus yang dapat dikem­bangkan ke tersangka.

Penyidikan KPK, kata Wadjo memiliki kewenangan atau diskresi untuk memutuskan melakukan pe­nyidikan baru dalam kasus korupsi ketika ada bukti baru yang mengarah perbuatan yang berbeda-beda dan berdiri sendiri-sendiri, sehingga tergantung dari penilaian penyidik.

Apalagi, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang merupakan dua jenis delik pidana yang berbeda dengan unsur-unsur delik masing-masing, karena gratifikasi diatur dengan UU Tindak Pidana Korupsi sedangkan Tindak Pidana Pencu­cian Uang diatur dengan UU tersendiri.

Walaupun, seorang tersangka telah disangkakan dengan UU Tin­dak Pidana Korupsi oleh KPK tetapi tidak menutup kemungkinan jika tersangka tersebut juga dapat dije­rat dengan UU Tindak Pidana Pen­cucian Uang, sepanjang tersangka tidak dapat membuktikan asal-usul uang tersebut.

“Dalam praktik hukum, memang ketika tersangka disangka dengan UU Tipikor tetapi dia bisa juga dijerat dengan UU TPPU sepanjang asal usul uang dan harga milik yang tidak wajar itu tidak dapat dibuktikan keabsahannya, dan banyak kasus tersangka jerat dengan kedua UU itu,” bebernya.

Ditanya soal ancaman hukum dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, Wadjo menjelaskan dalam UU TPPU tersebut terdapat berbagai macam pasal dengan delik masing-masing dan karena itu dirinya belum bisa menentukan pasal berapa yang dapat disangkakan karena masih dalam pengembangan oleh penyidik KPK.

“Ini kan masih dalam pengem­bangan oleh penyidik, kita tunggu saja nanti penyidik yang menya­ngkakan berdasarkan fakta dan bukti,” jelasnya.

Namun begitu, Wadjo meminta agar siapapun pihak-pihak yang ter­libat dalam kedua bentuk tindak pi­dana tersebut dapat diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak terkesan tebang pilih.

Sementara itu, praktisi hukum Pistos Noija menjelaskan ketika penyidik KPK menemukan adanya bukti baru maka terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan.

“Dengan menemukan bukti baru maka lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan yakni, tindak pidana korupsi dalam kaitan gratifikasi, TPPU dan tindak pidana menga­burkan atau menghilangkan bukti tindak pidana korupsi,” ujar Noija.

Menurutnya, terkait dengan anca­man pidana semuanya tergantung penyidik KPK dalam menetapkan pasal berdasarkan bukti yang dite­mukan, namun tindakan penyidik baru yang dilakukan oleh penyidik merupakan suatu tindakan yang sah dan dapat dibenarkan.

Hal ini karena, dalam proses hu­kum yang dilakukan penyidik mene­mukan sendiri adanya bukti baru maka dapat dikembangkan dengan perkara yang baru pula, apalagi gratifikasi dan TPPU merupakan dua jenis tindak pidana yang berbeda dengan delik masing-masing.

“Semua tergantung penyidik apa­kah mau menggabungkan dua tin­dak pidana atau berdiri sendiri-sendiri,” tegasnya.

Pemeriksaan Tiong

Pemeriksaan Liem Sin Tiong, alias Tiong dan penggeledahan di rumah­nya dua hari lalu, berlanjut dengan diperiksanya Direktur CV Indo Mulia, Mustafa Asdar, Rabu (26/1).

Mustafa Asdar alias Coker yang diperiksa penyidik KPK  adalah “anak emas”  dan salah satu orang keper­cayaan dari Liem Sin Tiong.

Selama melakukan penggele­dahan di Kota Namrole, Kabupaten Buru Selatan beberapa waktu lalu, Tim KPK mengendus fakta, Liem Sin Tiong dan anak emasnya itu juga menggarap banyak proyek di sana.

Satu sumber terpercaya menye­but­kan, kemudian saat penggele­dahan di rumah Liem Sin Tiong Sening lalu (24/1/2022), tim KPK menemukan ada satu kamar yang terkunci.

Kemudian KPK meminta Liem Sin Tiong membukanya., Tapi kunci kamarnya dipegang Coker, sehingga ia dipanggil untuk membuka kamar tersebut dan terjadi penggeledahan di sana.

Diketahui pula, di Tahun 2019 lalu nama Mustafa Asdar sempat digun­jingkan, karena telah membeli 189 buah Mesin Potong Rumput milik Dinas Pertanian Kabupaten Buru Selatan Tahun 2019 senilai Rp.567 juta sebelum proses tender dimulai.

Sebanyak 189 buah Mesin Potong Rumput itu  diantarkan oleh Coker dan mantan supir Kadis Pertanian Bursel bernama Samba ke rumah salah satu PNS Distan Kabupaten Bursel bernama Ahmad Laitupa di Desa Fatmite, Kecamatan Namrole pada Juni 2019 lalu.

Periksa 13 Saksi

Jubir KPK, Ali Fikri menjelaskan,  pemeriksaan Mustafa Asdar dkk adalah sebagai  saksi dugaan Tindak Pidana Korupsi  (TPK),  terkait proyek pembangunann dalam Kota Namrole tahun 2015 di pemerintahan kabupaten Buru Selatan.

Lewat pesan Whatsapp, Jubir KPK  menyebutkan 13 nama yang diperiksa tim penyidik KPK di Polres Pulau Buru, termasuk Mustafa Asdar

Dari nama itu, terdapat nama Man­tan Sekda Kabupaten Buru Selatan, Syahroel AE Pawa.

Namun hasil pantauan di Polres Pulau Buru, pria yang akrab dipa­nggil dengan nama Uli ini tidak ke­lihatan. Dihubungi lewat hp, nomor­nya tersambung, tapi tidak diang­kat.

Selain Uli Pawa, tim penyidik KPK juga mengagendakan memeriksa Umar Mahulete, Kadis Pember­dayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Buru Selatan.

Bersamaan dengannya, turut diperiksa Sekertaris Dinas PMD, Gregorius Yosep Tortet.

Umar Mahulete yang berhasil dihubungi, menyatakan siap meng­hadiri panggilan KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Sehari sebelumnya Umar Mahu­lete bersama Asisten II dan Kadis Dukcapil Buru Selatan telah berada di Namlea untuk menjemput tamu dari Kementerian Daerah Tertinggal dan tamu Kemendagri yang hendak melakukan kunjungan ke Kecamatan Fenafafan dan Kecamatan Kepala Madan.

“Beta ada dengan tim dari Ke­menterian Desa dan Kementrian Dalam Negeri. Mau ke Kec Fenafafan dan Biloro (Kec.Kepala Madan,” red),” jelas Umar Mahulete.

Selain beberapa nama yang telah disebutkan di atas, Informasi  dari jubir KPK  yang diperiksa hari ini ada nama Muhammad Rivabdy Da­ties, Kabid Perbendaharaan BPKAD Kab Buru Selatan.

Kemudian Semuel R Teslatu, Kabag Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Buru Selatan. Arman Solisa, Kabid Tata Ruang pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Buru Selatan.

Selanjut KPK periksa, M Kurnain Sucihardhiman, Bendahara pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Buru Selatan. Dominggus Junydi Seleky, Kabid Anggaran BPKAD Kab Buru Sela­tan, S Husen Alaydrus, PNS UKPBJ Kabupaten Buru Selatan, Roy Agus­tinus Lesnussa, Bendahara Bagian Perekonomian dan SDA Kabupaten Buru Selatan. Slamet Pujianto, PNS UKPBJ Kabupaten Buru Selatan, dan Fenty Hidayat, mantan ajudan Bupati Kab Buru Selatan.

Pantauan Siwalima, Rabu (26/1) ada diantara para saksi ini yang datang dengan mobil Dinas plat merah DE 1005 KM dan ada juga menggunakan mobil plat hitam bernomor polisi Jakarta B 1717.

Satu sumber terpercaya menye­butkan, selain nama-nama yang te­lah disebutkan di atas, ada dua kadis dari Kabupaten Buru Selatan tadi juga datangi KPK untuk diperiksa. “Yang diperiksa termasuk Kadis PKAD Kabupaten Bursel Syane Ri­sampessy dan Kadis Koperasi dan UKM Rahmat Dasuki yg sehari se­belumnya seng hadir,” jelas sumber ini.

Namun hasil  pantauan di Polres Pulau Buru, pria yang akrab dipa­nggil dengan nama Uli ini tidak ke­lihatan. Dihubungi lewat hp, nomor­nya tersambung, tapi tidak diangkat.

Selain Uli Pawa, tim penyidik KPK juga mengagendakan memeriksa Umar Mahulete, Kadis Pember­dayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Buru Selatan.

Bersamaan dengannya, turut diperiksa Sekertaris Dinas PMD, Gregorius Yosep Tortet.

Umar Mahulete yang berhasil dihu­bungi, menyatakan siap meng­hadiri panggilan KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Selain beberapa nama yang telah disebutkan di atas, Informasi  dari jubir KPK  yang diperiksa hari ini ada nama Muhammad Rivabdy Da­ties, Kabid Perbendaharaan BPKAD Kab Buru Selatan.

Kemudian Semuel R Teslatu, Kabag Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Buru Selatan. Arman Solisa, Kabid Tata Ruang pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Buru Selatan.

Selanjutnya, M Kurnain Sucihar­d­himan, Bendahara pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Buru Selatan.

Dominggus Junydi Seleky, Kabid Anggaran BPKAD Kab Buru Se­latan. S Husen Alaydrus, PNS UKPBJ Kabupaten Buru Selatan. Roy Agustinus Lesnussa, Benda­hara Bagian Perekonomian dan SDA Kabupaten Buru Selatan. Slamet Pujianto, PNS UKPBJ Kabupaten Buru Selatan, dan Fenty Hidayat,

Kembangkan Kasus Gratifikasi

Seperti diberitakan sebelumnya, Setelah melakukan penggeledahan secara marathon di Kabupaten Buru Selatan, tim penyidik Komisi Pembe­rantasan Korupsi, melakukan penyi­dikan baru dengan menelusuri aliran dana TPPU Tagop Soulissa.

Dalam proses penelusuran itu,  penyidik KPK menyita berbagai bukti dokumen aliran sejumlah dana yang diterima oleh pihak terkait de­ngan perkara dan barang elekronik.

Demikian diungkapkan, Juru Bi­cara KPK, Ali Fikri kepada Siwalima, Selasa (25/1) melalui pesan whats­app.

Kata jubir,  mencermati adanya temuan dugaan perbuatan pidana lain dalam proses penyidikan perkara  dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait proyek pekerjaan infra­struktur di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011 sampai 2016, tim penyidik kemudian melanjutkan proses pe­nyidikan dengan melakukan penyi­dikan baru dalam perkara dugaan TPPU.

KPK menduga, pihak yang terkait dengan perkara ini telah melakukan penempatan, pengalihan hingga per­buatan lain untuk menyem­bunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi.

“Tim penyidik saat ini masih melakukan pengumpulan berbagai alat bukti, diantaranya pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi untuk memenuhi unsur pidana yang di­sangkakan,” tegasnya.

13 Saksi Diperiksa

Untuk mengumpulkan berbagai bukti lainnya, tim penyidik KPK menggarap belasan saksi. Pemeriksaan tersebut dilakukan di Polres Pulau Buru, Jalan Pendopo Nomor 1, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Pulau Buru.

Ia menyebutkan, mereka yang dipanggil untuk diperiksa yaitu, Risqi Prima Ramadhan, Kepala Seksi Pembangunan Prasarana dan Jalan Dinas PU Kabupaten Buru Selatan

Rudy Tandean, Direktur Utama PT Dinamika Maluku, Samsul Bahri Sampulawa, PNS Dinas Kawasan Pemukiman dan Perumahan Kabu­paten Buru Selatan dan Anggota Panitia Pengadaan atau Kelompok Kerja (Pokja) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabu­paten Buru Selatan tahun 2012.

Selain itu, Santi Amin PNS Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Buru Selatan/Panitia Pengadaan, Stepanus Les­nussa, Kasi Perencanaan Tata Ruang/ PPK Dinas PU Kabupaten. Buru Selatan Tahun 2015, Rusman Ely, Sekretaris Dinas PU Periode Januari 2019 sampai sekarang dan Sekretaris Panitia Pengadaan atau Kelompok Kerja (Pokja) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Buru Selatan tahun 2012.

KPK juga memeriksa Thenopessy Wattimury, Pensiunan PNS (PPK pada Dinas PUPR tahun 2012 – 2014), Umar Rada Kepala Bagian UKPBJ Kabupaten Buru Selatan/ Anggota Pokja Tahun 2012 dan 2015, Yudin Ohoibor PNS Dinas PUPR Kabu­paten Buru Selatan tahun 2011–sekarang/Anggota Pokja dan Tepi Wawan Astika Pegawai Negeri Sipil Dinas PUPR Kabupaten Buru

Selatan/anggota panitia Penga­daan atau Pokja pada Dinas Peker­jaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Buru Selatan, untuk periode TA 2015 dan TA 2016.

Ada pula nama, Rahmat Dasuki,          Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Buru Selatan, Jeane Rinsampessy,Plt Kepala BPKAD Buru Selatan dan Hapsa Tuarita, Sekretaris Kepala BPKAD.

Sita HP Kadis

Tim penyidik KPK juga menyita sejumlah handphone milik kepala dinas di Kabupaten Buru Selatan  dan belum dikembalikan diantara­nya, Kadis Keuangan Nane Risam­pessy, Kepala ULP Rusman Ely, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Rahmat Dasuki dan Kepala Bidang di Dinas Ke­uangan Ivan Daties. (S-19/S-31)