Korupsi Terang Benderang
Nomenklatur Abu-abu di Bisnis PKK Maluku
AMBON, Siwalimanews – Hampir Rp 3 Miliar yang bersumber dari APBD Maluku, digelontorkan untuk membangun Cafe PKK, berbekal nomenklatur yang sengaja dibuat tak jelas.
Pemprov Maluku sedari awal memang sengaja menganggarkan dana itu untuk pengerjaan proyek yang berlebel Penataan Kawasan dan Rehabilitasi Gedung Islamic Center.
Nama proyeknya memang dibikin begitu, agar samar dan tak terlacak.
Padahal, tak ada pengerjaan sedikitpun yang dikerjakan oleh kontraktor PT Erloom Anugerah Jaya, yang menanganinya.
Belakangan diketahui, perusahaan milik Novi Pattirane dan suaminya, hanya dipinjam oleh Haji Moh Wakan, yang memang mengerjakan langsung proyek ini.
Baca Juga: Jaksa Kejar Tersangka Lain Korupsi MTQKebijakan mengalihkan proyek Penataan Kawasan dan Rehabilitasi Gedung Islamic Center ke pembangunan cafe PKK, merupakan perbuatan melawan hukum yang terindikasi korupsi.
“Nomenklaturnya berbeda proyek namanya kawasan penataan dan rehabilitasi itu harus dibangun sesuai dengan nomenklatur tersebut, jika kemudian dialihkan ke pembangunan cafe, maka ini sudah menabrak aturan. Ini masuk dalam perbuatan melawan hukum yang terindikasi ke korupsi,” jelas staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Diba Wadjo kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (17/3).
Kata Diba, jika Dinas PU mengakui pembangunan cafe PKK tersebut sesuai dengan perencanaan maka seharusnya nomenklatur proyek yang ditangani PT Erloom Anugerah Jaya harusnya pembangunan cafe, sehingga anggaran tersebut juga diperuntukan bagi pembangunan tersebut.
Menurutnya, Dinas PU sebagai pemilik proyek tersebut harus bertanggungjawab, karena perencanaan yang dilakukan justru tidak sesuai dengan nomenklatur proyek itu.
“Ini kan nomenklaturnya A pindah ke B, seharusnya tidak boleh demikian, kalau pindah ke B maka namanya proyeknya juga harus sama,” tuturnya.
Dengan pengalihan proyek penataan kawasan dan rehabilitasi Gedung Islamic Center maka bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan dan kepolisian melakukan penyelidikan.
“Ya jaksa dan polisi bisa lakukan penyelidikan,” ujarnya.
Ia menambahkan, ditengah kondisi pandemi saat ini alangkah baiknya anggaran Rp 2,9 miliar itu dialihkan untuk membantu ekomomi masyarakat ditengah kondisi pandemi karena itu langsung menyentuh masyarakat, ketimbang membangun cafe yang belum tentu menyentuh masyarakat.
Ini Korupsi
Praktisi Hukum Ajis Talaohu menegaskan, pengalihan pekerjaan rehabilitasi gedung Islamic Center ke pembangunan Cafe merupakan tindak pidana korupsi yang tidak bisa ditolelir.
Yang namanya dialihkan dari pekerjaan rehab lalu ke pembangunan Cafe itu dua hal yang berbeda.
“Nomenklatur A kenapa kerja B. Itu jelas tidak sesuai nomenklatur. Ini pidana,” kata Talaohu kepada Siwalima, Selasa (15/3).
Menurutnya, pekerjaan proyek sesuai nomenklatur di papan proyek tertera rehabilitasi gedung Islamic Center, peruntukan harus rehabilitasi. Apabila tidak rehabilitasi tapi anggaran senilai Rp 3 milyar itu dipergunakan bangun cafe, perlu diduga rehab gedung fiktif yang artinya proyek itu tidak ada.
“Artinya sudah terpenuhi unsur tindak pidana korupsi. Proyek tidak ada, karena proyek tidak ada. Apalagi anggaran itu sudah dicairkan termin I, II dan III. Sehingga perlu penegak hukum untuk tanpa harus tunggu laporan masyarakat. Tapi dengan berita di media itu sudah bisa jadi pintu masuk untuk dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi dan Polda Maluku,” tegas Talaohu.
Dikatakan, praktek-praktek semacam ini dimana Maluku dari sisi anggaran sementara berhutang dari dana PEN harusnya dihindari.
“Penyalahgunaan proyek semacam ini sangat mirip bahwa penyelenggara negara sangat tidak fokus. Karena tujuan dari peminjaman dana PEN adalah peningkatan kesejahteraan dan pemulihan ekonomi masyarakat, sementara Pemprov Maluku tujuan lain yakni korupsi dana-dana itu. Ini salah dan melenceng dari komitmen Gubernur Maluku, Murad Ismail yang katanya bersandar kepada yang namanya bebas korupsi, kulusi dan nepitisme (KKN),” tandas Talaohu.
Olehnya ia meminta penegak hukum segera bekerja mengusut dugaan ketidakberesan dalam pengalihan proyek rehab Islam Center ke pembangunan cafe tersebut.
Harus Diusut
Praktisi Hukum, Fahri Bachmid mengatakan, pengalihan proyek rehabilitasi Islamic Center ke pembangunan cafe di kawasan Waihaong, harus segera diusut aparat penegak hukum.
“Dengan adanya peristiwa hukum berupa pengalihan proyek yang seharusnya Islamic Center itu direnovasi tapi dialihkan ke pembangunan cafe ini harus diusut,” kata Bachmid kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (17/3).
Menurutnya, dari pengalihan nomenklatur saja secara administratif itu dipandang sebagai sebuah peristiwa hukum yang harus diselidiki.
“Karena ini telah menjadi suatu atensi publik, dimana ada publik interest yang sangat tinggi, sehingga tidak salah jika penegak hukum dari Kejati Maluku lakukan proses penyelidikan dan penyidikan atas peristiwa itu, sehingga ada konklusi yang konprehensif dan terarah,” jelasnya.
Dikatakan, penyelidikan dan pengusutan penting dilakukan untuk mengetahui ada tidak negara atau daerah dirugikan dari pembangunan cafe tersebut.
“Dengan penyelidikan pihak-pihak akan diminta pertanggungjawaban sehingga isu-isu yang dihembuskan itu dapat menjawab kegelisahan masyarakat karena keberadaan cafe tersebut,” ungkap Bachmid.
Dihubungi terpisah, praktisi hukum, Hendro Waas menegaskan, pengalihan proyek rehabilitasi Islamic Center ke pembangunan cafe, jelas merupakan tindakan perbuatan melawan hukum yang mengarah ke tindak pidana korupsi.
“Hati-hati ini proyek pemerintah. Kerja harus sesuai nomenklatur. Kalau itu rehab atau renovasi ya harus dikerjakan sesuai nomenklatur dan jangan dialihkan ke pekerjaan lain. Saya tegaskan jaksa dan polisi harus usut,” ujar Waas.
Ia berharap Kejati dan Polda Maluku tidak perlu untuk menunggu sampai ada laporan kengenai pekerjaan proyek ini.
“Seharusnya jaksa dan polisi usut. Ini kasus sudah ramai di publik. Jaksa dan polisi tunggu apa lagi. Ini proyek pemerintah segera selidiki agar publik tahu ada tidak pitensi korupsi di situ.
Pendapat Lain
Ditempat terpisah, akademisi IAIN Ambon, Nazarudin Umar mengatakan proyek yang dialihkan pada pembangunan cafe masih berkaitan dengan proses rehabilitasi.
“Pembangunan café masih masuk dalam konteks rehabilitasi atau pengembangan gedung Islamic Center,” jelas Nazarudin kepada Siwalima, Rabu (17/3).
Menurutnya, perlu dilihat lagi RAB proyek ini sepanjang tidak menyalahi aturan tidak menjadi persoalan .
“Sepanjang pembangaun cafe masih dalam wilayah gedung Islamic center maka tidak jadi masalah, apalagi kalau kawasannya kumuh,” ujarnya.
Diakui PU
Pembangunan cafe yang dialihkan dari rehabilitasi Islamic Center, dibenarkan Kepala Bidang Cipta Karya, Dinas PU Maluku, Andreanita.
Menurutnya, pembangunan cafe tersebut dilakukan sesuai dengan perencanaan.
Iya karena memang perencanaannya seperti itu,” jelas, Andreanita saat dikonfirmasi Siwalima di ruang kerjanya, Selasa (16/3).
Andreanita yang juga bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen pada proyek tersebut menjelaskan, anggaran proyek itu bersumber dari APBD murni tahun 2020 sebesar Rp 2,9 miliar. Anggaran itu kemudian diperuntukan untuk melakukan penataan dan rehabilitas Gedung Islamic Center yang terletak di kawasan Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Kata dia, dari anggaran 2,9 miliar itu, Rp 1 miliar lebih digunakan untuk pembangunan cafe, sedangkan arsitektur sebesar Rp 700 juta, sisanya untuk item-item pekerjaan lainnya yang tak bisa dirinci, lantaran terlalu banyak.
“Anggaran untuk pembangunan cafe sebesar Rp 1 miliar lebih, sedangkan untuk arsitektur sekitar Rp 700 juta. item ini sangat banyak ya lebih dari 40 karena kecil-kecilnya banyak. Seperti instalasi listrik, paving block, pembangunan cafe, plafon, dinding, keramik, pintu, kusen jendela dan imperior dll, sangat banyak ya,” kata dia didampingi pejabat pelaksana teknis kegiatan, Rifai Notanubun.
Andreanita membenarkan kalau pekerjaan yang dilakukan selema ini hanya pada bagian belakang Gedung Islamic Center yang berbentuk L.
“Kenapa kawasan itu kita bangun, karena itu daerah itu sebelumnya daerah sangat kumuh, yang leter L, kita bangun kita tata supaya daerah situ lebih baik,” ujarnya.
Ditanya mengapa nomenklatur proyek tersebut adalah Penataan Kawasan dan Rehabilitasi Gedung Islamic Center sementara hanya ada pembangun cafe, Andreanita mengatakan perubahan nomenklatur tak perlu dilakukan.
“Tidak ada, kalau kita tidak fokus untuk pembangunan cafe saja. Itu tidak ada. Dan dana ini kita juga terbatas, dan jika direhab secara keseluruhan tentu butuh dana besar,” sebutnya. (S-19/S-32/S-51)
Tinggalkan Balasan