AMBON, Siwalimanews – Banyak pihak yang terkait kasus du-gaan korupsi Jalan Danar-Tetoat, kini ketar-ketir gegara polisi telah menaik-kan statusnya dari penye­li­dikan, ke pe­nyidikan. Peningkatan statusnya dilakukan setelah polisi me­lakukan gelar perkara, Rabu (11/12) dan mene­mu­kan indikasi pelang­garan hukum

“Sudah resmi ditingkat­kan ke tahap penyidikan lewat gelar perkara yang dilakukan tadi,” jelas Ka­subdit III Ti­pi­kor Ditres­krim­sus Polda Maluku, Kompol Ryan saat dikonfirmasi Si­walima melalui te­lepon seluler­nya, Rabu (11/12).

Dengan statusnya beralih ke penyidikan, maka selangkah lagi tim penyidik akan menetapkan siapa saja yang menjadi tersangka dalam proyek yang menghabiskan Rp7,2 miliar itu.

Karenanya, polisi akan me­lakukan serangkaian pemeriksaan termasuk meminta auditor untuk menghitung keruguan negara, sebelum menen­tukan siapa saja yang akan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. “Kita akan melakukan serangkaian pemerik­saan, akan minta ahli untuk peng­hitungan kerugian negara sebelum menentukan tersangka,” tambah Ryan.

Diketahui, proyek yang dikerja­kan oleh CV Jusren Jaya, tak kunjung selesai sampai dengan saat ini. Anehnya, dana jumbo yang bersumber dari APBD tahun 2023 itu  sudah dicairkan seluruhnya oleh Novi Pattirane pada 14 November tahun lalu, selaku Direktur Utama CV Jusren Jaya. Padahal, pekerjaan tersebut baru selesai sekitar 53 persen saja.

Baca Juga: Mitan Langka, Dewan Salahkan Pemda

Dengan beralihnya status kasus ke penyidikan, maka sudah di­pastikan banyak pihak yang akan serius digarap polisi.

Diawali oleh konsultan penga­was, pejabat pembuat komitmen pejabat pelaksana teknis, kuasa pengguna anggaran, pemilik peru­sahaan dan juga pihak yang mengerjakan proyek bermasalah tersebut.

Sebagai Kuasa Peng­guna (KPA) Ismail dinilai mengetahui pro­yek jalan yang me­nelan ang­garan dae­rah sebe­sar Rp7.2 mi­liar.

Selama tiga hari melakukan pe­nge­cekan fisik dengan meng­gan­deng ahli konstruksi, polisi berhasil mene­mu­kan sejumlah sumber masalah di proyek jalan tersebut.

Fakta yang ditemukan yaitu, terdapat dua spot jalan dengan panjang 2 kilometer yang sama sekali tidak tersentuh pekerjaan alias fiktif.

Selain itu, ada satu spot lain yang dikerjakan namun diluar dari tenggang waktu kontrak yang ditetapkan, sehingga spot tersebut masuk dalam katagori bermasalah.

Dirkrimsus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena menje­laskan, bukti korupsi tersebut ditemukan saat penyidik turun langsung ke lokasi proyek jalan tersebut berada.

Karenanya, dia memastikan bakal meningkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan, se­telah memeriksa Ismail Usemahu.

“Setelah melewati sejumlah rangkaian penyelidikan mulai dari pemeriksaan sejumlah saksi hingga cek fisik, kasus ini akan segera dinaikan statusnya ke tahap pe­nyidikan. Kita sementara siapkan semua untuk proses gelar nanti, sebenarnya bisa secepatnya, namun penyidik harus berhati-hati agar langkah yang diambil tidak cacat hukum,” tegas,“dia.

Bukti Korupsi Kuat

Akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa mengatakan, proses penyidikan suatu kasus korupsi biasanya dilakukan secara bertahap mulai pengumpulan data dan keterangan hingga peme­riksaan saksi.

Namun, jika dalam kasus pekerjaan proyek, penyidik dapat melakukan pemeriksaan lapangan untuk mengujinya sejauh mana proyek tersebut dikerjakan.

“Pemeriksaan lapangan itu memang dapat dilakukan terhadap proyek seperti jalan, jembatan maupun proyek lain dan itu harus dilakukan sebagai bahan bukti,” ungkap Supusepa kepada Siwa­lima melalui telepon selulernya, Sabtu (7/12).

Dijelaskan, dalam pemeriksaan lapangan penyidik tentu akan melihat semua hal yang sebelum­nya ada dalam pemeriksaan saksi guna memperkuat keyakinan penyidik.

Dalam konteks jalan Danar-Tetoat, Supusepa menegaskan jika terdapat proyek yang belum tuntas atau tidak sesuai dengan kontrak, maka indikasi penyimpanan telah ada. “Kalau memang ada yang tidak beres maka indikasi itu ada dan harus ditindaklanjuti ke tahap penyidikan,” tegas Supusepa.

Menurutnya, Direskrimsus harus berani untuk meningkatkan status jika sudah ada dua alat bukti yang cukup termasuk hasil audit BPKP. Penyidik tidak boleh lamban dalam penetapan tersangka, sebab proses peradilan pidana sangat bersentuhan dengan kepastian hukum yang wajib dikedepankan penyidik. “Prinsipnya kalau sudah ada dua alat bukti maka harus penetapan tersangka dan itu wajib,” terangnya.

Ada Ketidakberesan

Terpisah, aktivis Laskar Anti Korupsi, Roni Aipassa menilai pemeriksaan lapangan yang dilakukan penyidik merupakan langkah untuk memastikan adanya ketidakberesan dalam pekerjaan proyek jalan Danar-Tetoat.

Langkah tersebut juga bertujuan untuk mencari barang bukti tambahan guna memperkuat keyakinan dari penyidik sebelum menetapkan tersangka.

“Penyidik tentu ingin memas­tikan kasus ini memang benar-benar tidak beres sekaligus men­jadi bukti kuat bagi proses pe­nyidikan,” jelasnya kepada Siwa­lima melalui telepon selulernya, Sabtu (7/12).

Aipassa meyakini pasca peme­riksaan lapangan tersebut, pe­nyidik harus segera menetapkan tersangka apalagi ada indikasi kuat proyek tersebut gagal

Diminta Kooperatif

Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun meminta, pejabat Dinas PU kooperatif, jika dipanggil untuk diperiksa terkait proyek jalan Danar-Tetoat.

Benhur menyambut baik lang­kah cepat Ditreskrimsus Polda Maluku melakukan on the spot di lokasi pekerjaan ruas jalan Danar-Tetoat.

“Tentu kami mengapresiasi langkah Ditreskrimsus untuk turun dan melihat kondisi proyek disana, sebab masyarakat disana mengeluh terkait pekerjaan jalan itu,” ujar Benhur.

Menurutnya, Ditreskrimsus Polda Maluku tidak boleh hanya sampai pada tahap on the spot saja tetapi harus diikuti dengan pe­manggilan semua pihak. “Semua pihak yang terlibat harus dipanggil pasca on the spot itu agar kasus ini segera rampung,” tegasnya.

Benhur pun mengingatkan semua pejabat di lingkungan Dinas PU Maluku untuk kooperatif dalam mendukung proses penye­lidikan dan penyidikan dugaan korupsi proyek jalan tersebut. Apalagi anggaran telah dicairkan seratus persen tetap pekerjaan tidak tuntas artinya ada pela­nggaran hukum yang terjadi dan harus diusut hingga tuntas.

“Siapapun yang dipanggil wajib kooperatif dan datang memberikan keterangan untuk membantu polisi mengungkapkan kasus ini,” terangnya.

Diketahui proyek yang dikerja­kan oleh CV Jusren Jaya selaku pemenang tender mulai dilakukan  pada Tahun 2023 yang bersumber dari APBD Provinsi Maluku dengan nilai kontrak sebesar Rp.7,2 miliar rupiah.

Anehnya pekerjaan baru selesai sekitar 53 persen namun pada 14 November, PPK dan pengguna anggaran melakukan  pencairan 100 persen.

Parahnya lagi CV Jusren Jaya menyerahkan hasil pekerjaan atau yang disebut provisional hand over ke PPK yang kemudian di­lanjutkan dengan pencairan ang­garan. Padahal sesuai ketentuan PHO dilakukan setelah pekerjaan utama proyek konstruksi dianggap selesai. (S-10/S-20)