AMBON, Siwalimanews – Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Krisdianto menyebut kebakaran hutan dan lahan jadi perhatian serius pemerintah

“Kebakaran hutan dan lahan yang pernah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia telah menimbulkan kerugian multidimensi,” ujar  Krisdianto dalam sambutan saat digelarnya rakor bersama Tim Supervisi Pengendalian Karhutla di Kota Ambon, Kamis (3/10).

Ia menyebut kegiatan ini merupakan momen penting dalam upaya bersama untuk mencegah dan menangani Karhutla di Provinsi Maluku,

“Selaku panitia, saya mengucapkan terima kasih bagi semua peserta yang telah mengikuti rakor ini, ini menunjukan ada upaya dan kepedulian serta komitmen yang sama untuk mencegah karhutla dan akibatnya terhadap lingkungan, kesehatan, maupun perekonomian masyarakat,” terangnya.

Seperti kita ketahui bersama karhutla saat itu terjadi akan menyebabkan terjadinya kabut asap yang akan menyebar lintas wilayah provinsi bahkan lintas negara yang menyebabkan terganggunya aktivitas ekonomi, aktivitas sosial masyarakat, dan kesehatan terganggu.

Baca Juga: Salampessy: 23 Ton Makanan Dibuang Percuma

Oleh karena itu, rakor ini bertujuan untuk menyatukan langkah dan menyusun strategi terbaik guna mencegah dan mengendalikan karhutla secara lebih efektif.

Dia menyampaikan berterima kasih dan apresiasi atas kerja keras semua pihak dalam penanggulangan Karhutla di Indonesia tahun 2023 lalu.

Dimana Karhutla mengalami penurunan sebesar 29,59 persen dibandingkan tahun 2019, walaupun intensitas El-Nino 2023 lebih moderat-kuat bila dibandingkan el-Nlnino pada tahun 2019,” ujarnya.

Namun, perlu diwaspadai terjadi kenaikan suhu bumi dimana tahun 2023 menjadi tahun terpanas dengan kenaikan suhu rata-rata 1,45 0,12 derajat celcius di atas rata-rata pra-industri (1850-1900).

“Hal ini berdampak semakin pendeknya periode El Nino dan musim Karhutla menjadi semakin lama,” tuturnya.

Dalam kondisi ini, sambungnya, konsentrasi tiga gas emisi rumah kaca yang utama, yaitu karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida mencapai rekor tingkat observasi tertinggi, sehingga perlu pengawasan dan pengaturan kerja yang lebih cermat dan komprehensif serta kolaborasi antar pihak untuk mengurangi risiko Karhutla.

Diakui, berdasarkan catatan KLHK, sampai dengan bulan Juni 2024, provinsi dengan Karhutla tertinggi adalah Kaltim (13.225,13 Ha), NTT (7.173,66 Ha), NTB (4.901,70 Ha), Riau (4.249,71 Ha), Aceh (3.094,6o Ha), Kalbar (1.790,51 Ha), Maluku (1.666,01 Ha), Sulteng (1.570,49 Ha), dan Kepri (1.497,82 Ha).

“Harapan saya, melalui Rakor ini, kita dapat menghasilkan solusi yang konkret dan dapat diimplementasikan di lapangan,” tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Penjabat Gubernur Maluku Sadli Ie yang membuka rakor berharap momen ini semakin meningkatkan koordinasi dan sinergi bersama dalam upaya penanggulangan Karhutla di Maluku.

“Tahun 2015 dan 2019 lalu, kita pernah merasakan dampak yang sangat buruk dari  kebakaran itu,” katanya.

Selain menyebabkan kerugian material berupa terbakarnya lahan-lahan produktif dan kawasan hutan, termasuk lahan gambut yang mestinya terjaga kondisi tutupannya. (S-25)