AMBON, Siwalimanews – Patrick Papilaya, salah satu pegawai honorer pada Biro Umum Setda Peme­rintah Provinsi Maluku, dipolisikan.

Dari surat tanda terima pengaduan nomor: STTP/126/XII/2023/Ditreskrimsus yang diterima Siwalima, Sabtu (9/12) menyebutkan, pria yang dulunya dikenal sebagai salah satu OKP dan juga wartawan pada salah satu media online di Maluku itu, dilaporkan oleh Ketua DPRD Provinsi Malu­ku, Benhur G Watubun, ke Ditreskrimsus Polda Ma­luku, Jumat (8/12) kemarin.

Patrick yang dikenal pub­lik sebagai orang dekat Gubernur Maluku, Murad Ismail dan istrinya, Widya Pra­tiwi itu, dilaporkan lan­taran menyebar ujaran kebencian dengan me­nyentil privasi Watubun lewat akun tik tok miliknya @patrickpapilayaii.

Dia dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik melalui akun tik tok terhadap Benhur G Watubun.

Beberapa video yang diung­gahnya juga kerap kali melontarkan kata-kata tidak pantas, seperti hinaan dan tuduhan yang tidak terbukti.

Baca Juga: KPK Warning Pemkab Malteng Jangan Korupsi

Tidak hanya itu, kalimat-kalimat yang dilontarkannya juga berbauh ujaran kebencian yang bisa me­micu hal-hal yang tidak diinginkan.

Salah satu video berdurasi 7:10 menit yang diunggahnya pada Rabu (6/12) kemarin, terlihat jelas Patrick “pasang badan” bagi MI yang sebelumnya dikritisi karena malas menghadiri rapat-rapat bersama DPRD Maluku.

Tidak etisnya, dalam video itu, Patrick bahkan menyebut Watubun “Dungu” yang menduduki bangku DPRD dengan menikung rekan sendiri.

Patrick memang totalitas dalam menjalankan perannya. Siapapun, termasuk Watubun yang meng­kritisi MI dalam kapasitasnya se­laku Ketua DPRD pun, di “se­rang”nya.

Diketahui, dalam video itu, Pat­rick mengedit video pendek per­nyataan Watubun saat diwa­wancarai wartawan di Baileo Rakyat, Karang Panjang.

Dalam wawancara itu, Watubun selaku Ketua DPRD mengkritisi MI selaku Gubernur yang paling pe­malas hadir di Kantor DPRD.

Pernyataan itu kemudian ditanggapi Patrick dalam bentuk video dan diunggahnya pada akun tik tok miliknya.

Adapun beberapa kalimat-ka­limat pedas yang dilontarkan Patrick dalam video itu:

“hari ini, ada semut nakal yang coba menganggu singa yang lagi tidur. Semut yang saya maksud disini yaitu saudara Benhur Wa­tubun”.

Patrick bahkan menyingung soal Pileg 2019 dengan mangatakan, “Anda (Benhur) harus ingat, anda itu menjadi anggota DPRD hanya dengan kantong suara kurang lebih 3.000-an. Itupun anda ber­keringat-keringat termasuk anda menikung salah satu caleg dari PDIP yang sebenarnya dia yang menang. Dan fakta ini semua orang tahu itu. Lalu bagaimana mu­ngkin orang yang kantong suara­nya hanya 3.000an, anda bisa mengalahkan seorang Gubernur Maluku yang terpilih dan menga­lahkan petahana”.

Dalam video itu, Patrick juga menyebut Watubun “Dungu”.

“Anda itu dungu. Anda itu ber­bicara seperti ayam tanpa kepala. Anda itu ibarat sebuah negara kecil yang tidak punya kekuatan perang tapi menantang Amerika Serikat. Ya kalau seperti itu, sama saja anda cari mati sebenarnya. Ya saya pengapresiasi, mungkin anda ingin cari panggung, sensasi. Mak­lumlah kan anda baru pernah jadi Ketua DPRD. Saya harus ingatkan kepada anda pa Benhur, anda itu bukan tipe politisi yang sukses karena anda tidak mengakar di masyarakat. Ingat ya, proses anda sebagai sekretaris DPRD (PDIP), itu kan dari hasil PAW”.

Dia bahkan mengajarkan Watu­bun soal nilai dan etika politik de­ngan mengatakan “saya ingin ber­pesan kepada anda, politik itu punya nilai dan etika, sehingga anda harus sadar usia anda di politik tidak mungkin lama. Apalagi anda tidak mengakar ke bawah. Bahkan anda tidak pernah terpilih sebagai anggota DPRD. Sehingga saya mau bilang, ada pepatah, apa yang didapatkan dengan salah, akan hilang dengan cara yang salah”

Diakhir videonya, Patrick juga menyebut dirinya sebagai sahabat Murad Ismail.

“Salam dari saya sahabat Murad Ismail,” ucapnya.

Itu Langkah Mencegah

Sementara itu, Ketua DPRD Ma­luku, Benhur G Watubun menga­takan, langkah hukum yang diam­bilnya untuk melaporkan Patrick Papilaya ke Ditreskrimsus Polda Maluku, pada Jumat (7/12) kema­rin, pasca unggahan di akun tik tok miliknya yang secara terang-terangan menghina, menfitnah dan mengatai dirinya, merupakan langkah tepat untuk mencegah potensi konflik.

“Itu merupakan langkah tepat untuk mencegah potensi amukan massa,”tulis Watubun melalui pesan whatsapp kepada Siwalima, Sabtu (9/12).

Menurutnya, apa yang dilakukan Patrick yang membuat video pen­dek yang berisi hasil wawancara wartawan, kemudian menangga­pinya dalam bentuk video dan diunggah di akun tik tok miliknya, merupakan perbuatan pidana. Dengan itu dilaporkan dalam bentuk aduan ke Ditreskrimsus Polda Maluku.

“Betul (saya lapor), dan saya su­dah serahkan kepada Tim Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat DPD PDI Perjuangan. Langkah hukum ini paling bijak mencegah potensi amukan mas­sa kepadanya (Patrick). Karena sudah menyerang pribadi saya,” tandasnya.

Kritik Wajar

Kritikan Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur George Watubun terhadap Ketidakhadiran Gubernur Maluku Murad Ismail dalam sidang paripurna dinilai sebagai suatu kewajaran.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia, Pa­man Nurlette dalam rilisnya yang diterima Siwalima, Jumat (8/12) me­respon polemik terkait pernya­taan Watubun terkait ketidak­hadi­ran Gubernur saat paripurna pem­berhentian beberapa waktu lalu.

Nurlete menjelaskan, pernya­taan Ketua DPRD yang mengkritik Gubernur Maluku malas hadiri sidang Paripurna, baik secara hukum maupun etika bukan sebuah larangan  sehingga hal itu diperbolehkan.

Sementara sikap Gubernur Maluku yang malas hadiri sidang Paripurna, bukan pelanggaran hukum tetapi secara etika adalah sebuah pelanggaran, apalagi rapat paripurna terkait dengan pem­berhentiannya.

Menurutnya, DPRD merupakan unsur penyelenggara pemerinta­han daerah dimana sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Gubernur dan DPRD memiliki kedudukan yang sejajar.

“Pernyataan Ketua DPRD mengkritik sikap Gubernur Maluku, yang malas hadiri sidang Paripurna merupakan hak menyatakan pen­dapat, dan harus dipahami seba­gai bagian dari melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan,” tegas Nurlete.

Dijelaskan, sebagai mitra kerja yang sejajar kehadiran Gubernur sangat penting di setiap rapat pari­purna, walaupun secara nor­matif ti­dak diwajibkan, karena bisa mem­berikan mandat kepada Wakil Gu­bernur atau sekda untuk mewakili.

Tetapi, secara etika peme­rintahan ketidakhadiran Gubernur pada setiap sidang paripurna mengin­dikasikan tidak meng­hargai dan mendegradasi forum DPRD.

Namun, faktanya selama ini Gubernur Maluku selaku kepala daerah hampir tidak pernah hadir dalam sidang paripurna, maka sebagai bentuk autokritik Ketua DPRD berhak menyatakan demi­kian kepada publik saat ditanya oleh media.

Lanjutnya, kehadiran gubernur di sidang paripurna menjadi penting, karena DPRD ingin memperta­nyakan problematika dalam uru­san pemerintahan apalagi pemba­hasan APBD Perubahan sangat penting sekali didengar langsung demi kemaslahatan rakyat Maluku.

Oleh karena itu, kata Nurlete perlu memaknai pernyataan yang dilontarkan oleh ketua DPRD Provinsi sebagai hak menyatakan pendapat, bukan penghinaan atau pelecehan sehingga tidak ada pelanggaran maupun kesalahan dalam pernyataan sebab meru­pakan sebuah kenyataan atau fakta empiris di lapangan.

Nurlete menegaskan lazimnya seorang gubernur meninggalkan urusan pemerintahan dan tidak menghadiri sidang paripurna DP­RD, karena sedang menjalankan tugas yang lebih penting diluar tanggung jawab yang ada, misalnya menghadiri undangan resmi dari Presiden, Wakil Presi­den atau para menteri untuk membahas agenda strategis demi kepentingan Nasional dan Maluku.

Bukan sebaliknya lebih memilih menghadiri acara remeh temeh pernikahan atau agenda tidak terlalu penting.

Ditambahkan, gubernur selaku kepala daerah harus menaati norma hukum maupun norma etika sesuai amanat Pasal 67 huruf b dan d UU Pemerintahan Daerah.

Nurlete berharap Gubernur dan DPRD dapat sama-sama merawat integritas, moralitas dan kapa­bilitas serta etika sebagai pejabat publik menjelang tahun politik pemilu 2024. (S-20)