Kepala Desa Rumadudun Ditetapkan DPO
AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku menetapkan Kepala Desa Rumarudun, Kecamatan Wakate, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Abuhari Yamko sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus dugaan mark-up anggaran DD dan ADD tahun 2018-2019.
Kacabjari Geser Eckhart Palapia mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat panggilan kepada tersangka untuk diperiksa sebagai saksi sebanyak tiga kali, namun yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan itu.
“Dia ditetapkan sebagai DPO sejak bulan Oktober 2020. Kita panggil secara aturan sebanyak tiga kali. Cuma tidak datang. Akhirnya setelah kami telusuri tidak ada lagi orangnya. Untuk itu statusnya kami tetapkan sebagai DPO,” kata Palapia kepada Siwalima, Senin (16/11).
Status tersangka ditetapkan sebagai DPO sudah dilaporkan ke kejari, kemudian ditembuskan disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Maluku. Selanjutnya dari Kejati sudah lapor ke Kejaksaan Agung. “Tinggal dari pusat yang mengambil langkah-langkah lebih lanjut,” ujarnya.
Diketahui DPO bersama-sama dengan Ali Keliobas selaku bendahara bertanggungjawab terhadap dugaan mark up atau penggelembungan anggaran DD dan ADD tahun anggaran 2018-2019 di desa Rumarudun Kecamatan Wakate Kabupaten Seram Bagian Timur. Namun bendahara Ali Keliobas sudah disidangkan lebih dulu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Baca Juga: Kapolres SBT Polisikan Yusri MahedarJaksa Penuntut Umum (JPU) Eckhart Palapia menyebutkan adanya mark up dan fiktif pada tahun anggaran 2018-2019 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 1 miliyar lebih.
Aksi penyalahgunaan anggaran ini tidak dilakukan Ali Keliobas selaku bendara sendiri. Namun kepala desa Abuhari Yamko juga bertanggungjawab. Namun sayangnya dia masih DPO.
“Ini ada yang fiktif dan di mark up. Ada proyek-proyek kegiatan yang diisi di kuitansi lain dan harganya lain. Ada juga tunjangan-tunjangan dari aparatur desa sebagaian diberikan, sedangkan sebagian lagi diambil sama kepala desa,” ujar Palapia.
Papia mengatakan, peran kades dalam kasus ini seharusnya kegiatan-kegiatan yang ada itu dilaporkan pertanggungjawaban. Akan tetapi hingga kasus ini naik dipersidangan laporan pertanggung jawaban dan kegiatan yang ada tidak ada laporanya.
“Terdakwa terlibat karena membantu kepala desa, dan dia tidak membuat laporan pertanggungjawaban. Ada kegiatan yang fiktif. Harusnya ini dilaporkan tapi yang bersangkutan tidak laporkan malah bersama-sama menikmati,” jelas Palapia.
Salah satu kegiatan yang fiktif itu rehabilitas rumah sehat bagi keluarga miskin. Ada kegiatan-kegiatan lainnya juga sehingga menimbulkan kerugian negara hingga miliaran. Perbuatan terdakwa didakwakan bersalah dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (S-49)
Tinggalkan Balasan