AMBON, Siwalimanews – Laporan dugaan ko­rupsi dana Covid-19 ta­hun 2020 di Kabupaten Maluku Tenggara telah diterima Kejati Maluku dan sementara dipela­jari.

“Laporannya sudah dite­rima dan masih dipelajari,” ung­kap Kasi Penkum dan Humas Kejati Ma­luku, Wahyudi Kareba, kepada Siwalima, me­lalui telepon seluler­nya, Rabu (23/8).

Kendati demikian, Kejati Maluku masih membutuhkan data tambahan sehingga telah meminta pihak-pihak yang menyam­paikan laporan tersebut.

“Masih ada data tambahan yang dibutuhkan, sehingga kita sudah meminta pelapor untuk bisa menyerahkan data tambahan tersebut,” katanya.

Kareba tidak bisa menyebutkan data tambahan apa saja yang masih dibutuhkan karena untuk kepenti­ngan penyelidikan.

Baca Juga: Dua Terdakwa Korupsi Kapal SBB Mulai Diadili

Sebelum diberitakan, penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabu­paten Maluku Tenggara, kuat du­gaan tak bisa dipertanggungjawab­kan.

Demikian dikatakan mantan Ang­gota DPRD Kabupaten Maluku Te­nggara, Fransiskus Ipin Safsafubun. Dia membenarkan adanya dugaan korupsi penggunaan dana covid tahun 2020 yang tidak bisa diper­tanggungjawabkan.

“Kasus ini telah dilaporkan ke Kejati Maluku sejak akhir tahun 2020 namun sampai saat ini belum ada tin­daklanjuti dari laporan kami ini,” ung­kap Safsafubun, kepada Siwali­ma, melalui telepon selulernya, Selasa (22/8).

Adapun penggunaan dan peman­faatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Kepulauan Aru berbau korupsi.

Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Cobid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infrastruk­tur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Men­teri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.

Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.

Anggaran Rp52 miliar itu ber­sumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada pos peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.

Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja ba­han habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3. 196.029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggunaannya sehingga patut diduga terjadi ko­rupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp Rp3.196.029. 278,51.

Sesuai dengan laporan hasil peme­riksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Kasus dugaan korupsi ini telah dilaporkan masyarakat ke Kejati Maluku pada bulan bulan Oktober 2021 lalu, dan oleh koalisi pimpinan partai politik di Kabupaten Malra juga mengajukan surat permintaan percepatan pengusutan dugaan korupsi dana penanggulangan Covid-19 di Malra TA 2020.

Sejumlah kejanggalan yang dite­mukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum ba­rang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.

Selanjutnya, pencatatan jumlah barang masuk pada kartu stok tidak sesuai dengan berita acara serta terima. Kesalahan ini tentu meru­pakan bukti otentik adanya sebuah konspirasi melawan hukum yang dilakukan pelaksana pengadaan barang dan pengguna.

Berikutnya tidak dilakukan pe­meriksaan barang secara detail dan menyeluruh. Hal ini merupakan ben­tuk kesalahan dan bukan kelalaian karena adanya kesengajaan akibat kolusi yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian ne­gara, sehingga patut diduga adanya korupsi tersembunyi yang dimain­kan oleh pihak pengadaan barang dan pengguna barang.

Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan Negara mengalami kerugian sebesar Rp9. 629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas se­nilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat diper­tang­gung jawabkan senilai Rp.3.196.029.278,51

Tindakan ini dinilai melanggar keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/SJ No:177/KMK 07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam rangka pe­nanganan Covid serta pengamanan daya beli masyarakat dan pereko­no­mian nasional serta Instruksi Men­teri Dalam Negeri No: 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid di lingkungan Pemerintah Daerah.

Kasus ini kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku untuk di­usut, karena penggunaan anggaran ini tidak transparan dan akuntabel.

Selain itu, bupati diduga secara sengaja melakukan perbuatan mela­wan hukum dengan mengabaikan dan/atau tidak mengindahkan kepu­tusan bersama menteri.

Safsafubun mengaku sementara menyiapkan data tambahan untuk diserahkan ke Kejati Maluku, de­ngan harapan segera ditindaklanjuti, karena diduga sarat dugaan korupsi.

Hingga berita ini naik cetak, Bu­pati Malra, Muhamad Taher Hanu­bun, yang coba dikonfirmasi Siwa­lima, melalui telepon selulernya, tidak aktif. (S-08)