AMBON, Siwalimanews – Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo memperkenalkan tugas dari Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAMPIDMIL) dalam struktur organisasi di Kejaksaan.

Kerja JAMPIDMIL diatur dalam Peraturan Presiden Nomor: 15 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor: 38 Tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja Kejaksaan.

“Keberadaan JAMPIDMIL merupakan suatu kolaborasi penyatuan dua kepentingan subjek hukum yaitu sipil dan militer. Dua institusi yang saling bersinergi, dengan satu titik singgung yaitu proses penuntutan tindak pidana (koneksitas),” kata Kajati dalam sambutan ketika membuka diskusi tentang disparitas dengan tema Penanganan Perkara Koneksitas Tindak Pidana Umum” Bidan Pidana Militer yang berlangsung di salah satu hotel di Ambon, Selasa (25/2).

Disebutkan diskusi ini juga bertujuan untuk memperkenalkan tugas dan fungsi Asisten Bidang Pidana Militer sebagai unit orga­-nisasi baru di Kejaksaan, maupun tugas fungsi mitra kerja terkait.

Selain itu juga menjadi wadah untuk membangun koordinasi dalam upaya membangun kesamaan pikiran, pandangan serta kesamaan pemahaman untuk optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi yang baik kedepan.

Baca Juga: Maluku Dijatahi 1.086 Kuota Haji 2025

“Seperti kita ketahui bahwa Bidang Pidana Militer di Kejaksaan merupakan pengejawantahan dan manifestasi dari asas dominus litis atau secara etimologi diartikan sebagai pemilik perkara,” terangnya.

Selain itu, dalam penerapan hak penuntutan juga dikenal sebagai asas oportunitas yaitu Jaksa Agung dapat menghentikan perkara demi kepentingan umum dan asas single prosecution system berdasarkan asas een en ondeelbaar.

Lanjutnya, dalam praktiknya, penyelesaian perkara koneksitas kerap menimbulkan tantangan apabila dilakukan secara terpisah, yang dapat menyebabkan dualisme kebijakan penuntutan serta disparitas dalam pemidanaan.

Oleh karena itu, perlunya penanganan terpadu menjadi kunci dalam upaya penegakan hukum yang adil dan efektif.

Ia menjelaskan dalam tataran teknis seringkali terjadi disparitas dalam penanganan perkara koneksitas. Contohnya dalam masalah penanganan barang bukti.

Ketika perkara di splitsing atau dipisah perkaranya yang mana satu perkara diadili di peradilan umum dan peradilan militer. Kemudian terhadap barang bukti tersebut disita dan digunakan dalam peradilan umum dan dalam putusan hakim menyatakan barang bukti dirampas atau dimusnahkan.

“Dalam sidang peradilan militer akhirnya barang bukti tersebut tidak bisa digunakan, hal seperti ini yang perlu kita samakan persepsi dalam penanganan perkara koneksitas,” jelasnya.

Dijelaskan, melalui kegiatan ini katanya, dapat membangun hubungan kerja sama yang erat antar lembaga penegak hukum, sehingga tercipta keselarasan dalam penanganan kasus yang melibatkan kepentingan sipil dan militer.

Diskusi ini bisa menjadi sebuah pijakan kuat adanya hubungan kemitraan yang harmonis yang akan terhindar dari sekat perbedaan, dikotomi dan disparitas perlakuan sipil militer, ketika suatu saat menghadapi penanganan perkara koneksitas yang dilakukan bersama- sama oleh anggota militer dengan warga sipil yang masing-masing tunduk pada lingkungan peradilan yang berbeda,” tandasnya. (S-26)