AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku diminta untuk tidak melindungi oknum-oknum yang diduga sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi uang makan tenaga kesahatan Covid-19 tahun 2020.

Sikap kejati yang tidak transparan dan terkesan menutupi kasus ini, dari penetapan tersangka yang sudah dilakukan, tentu saja akan menimbulkan ketidakpercayaan publik pada lembaga kejaksaan.

Praktisi hukum, Djidion Batmo­molin mengatakan, jika telah ada te­muan tindak pidana dan berujung dengan penetapan tersangka, maka sesungguhnya Kejaksaan Tinggi telah mendapatkan dua alat bukti.

Karena itu jika penyidik telah me­netapkan tersangka, kata dia saat diwawancara Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (27/10) maka transparansi dari Kejaksaan Tinggi Maluku penting dan tidak boleh ditutup-tutupi, sebab masya­rakat memiliki hak untuk menge­tahui setiap proses hukum yang dilakukan oleh penegak hukum termasuk kejaksaan tinggi.

“Sangat disayangkan, kalau sudah ada penetapan tersangka. Harus diumumkan kepada masya­ra­kat, tidak boleh ditutup-tutupi,” tegas Batmomolin.

Baca Juga: Kinerja Penjabat Bupati KKT Mendapat Dukungan

Menurutnya, sikap yang ditun­jukkan Kejaksaan Tinggi Maluku tidak seirama dengan instruksi Pre­siden Joko Widodo maupun Jaksa Agung yang telah meng­ingatkan seluruh aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun ke­jaksaan untuk transparan.

Apalagi, menyangkut kasus du­gaan korupsi yang telah menyita perhatian publik harus ada tran­paransi ditengah kondisi menu­runnya tingkat kepercayaan publik sebagai akibat dari begitu banyak permainan yang dilakukan aparat penegak hukum.

Tranparansi kata Batmomolin, merupakan bentuk pertangungja­waban hukum kepada masyarakat yang dirugikan akibat dari tindak pidana yang dilakukan oknum tertentu, sehingga Kejaksaan Ti­nggi tidak perlu melindungi nama tersangka dengan alasan apapun.

Jikalau, Kejaksaan Tinggi Malu­ku tetap saja tidak transparan sedangkan penetapan tersangka telah dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan maka patut dipertanyakan manuver yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Malu­ku dalam kasus RSUD Haulussy.

“Ini kasus dengan nilai kerugian cukup besar jadi kalau tidak trans­paran itu ada apa, dan jangan sa­lahkan kalau publik menudingnya ada kongkalikong diantara kejak­saan tinggi dan tersangka,” ucap Batmomolin.

Batmomolin pun meminta Ke­jaksaan Tinggi Maluku untuk bersi­kap berani untuk membuka secara terang-benderang status dari saksi-saksi yang telah diperiksa termasuk tersangka kepada publik.

Terpisah praktisi hukum Paris La­turake juga meminta Kejaksaan Tinggi Maluku untuk tidak menim­bulkan kecurigaan publik dengan tidak transparannya proses hukum dalam kasus dugaan korupsi ma­kan dan minum di RS Haulussy.

Dikatakan, Kejaksaan Tinggi Maluku seharusnya transparan jika memang telah ditetapkan tersang­ka dalam kasus makan dan minum tenaga kesehatan di RS Haulussy dan tidak perlu ditutup-tutupi.

“Kalau sudah ada tersangka yah harus diumumkan agar publik tahu janga ditutup-tutupi,” ujar Laturake.

Laturake menegaskan, sikap diam dan tidak transparan Kejati Ma­luku ini pada akhirnya akan menimbulkan penilaian buruk ter­hadap proses penegakan hukum dalam perkara yang sedang ditangani.

Harus Transparan

Seperti diberitakan sebelumnya, hingga hari ini, Kejati Maluku ma­sih menutup rapat hasil penyidikan du­gaan korupsi RS Haulussy, Ambon.

Sontak sikap tertutup Kejaksaan Tinggi Maluku menuai kritikan sejumlah kalangan.

Akedemisi Hukum Unidar, Rauf Pelu meminta, lembaga adhyaksa itu untuk bertindak profesional dalam penuntasan kasus korupsi, siapapun yang diduga terlibat jangan dilindungi.

Hal ini diungkapkan Pelu karena sampai saat ini Kejati belum me­ngungkapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi uang ma­kan minum di RS Haulussy Ambon yang sudah ditetapkan.

Pelu mengatakan, Kejati Maluku harus transparan kepada publik proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang melilit RS milik dae­rah Maluku ini, publik berhak mengetahuinya, sehingga tidak ada alasan untut ditutupi.

“Jaksa harus transparan, untuk apa ditutup publik berhak me­ngetahui perkembangan dan pena­nganan kasus ini. Apalagi jika itu sudah ada penetapan tersangka, maka harus diungkapkan ke publik, jangan ditutupi, kalau ditutupi maka ini patut dipertanyakan,” tegasnya kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (26/10).

Pelu meminta, tim penyidik Kejati Maluku untuk bertindak transparan dan adil serta tidak berupaya melindungi okum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus ini, Apalagi uang negara dikorupsi.

“Korupsi ini pakai uang negara, sehingga uang negara yang dipakai sampai korupsi itu harus terungkap, harus transparan ja­ngan ditutupi, kalau ditutupi diduga ada kongkalikong,” tegasnya.

Jangan Tebang Pilih

Terpisah praktisi Hukum Rony Samloy meminta, Kejati Maluku harus transparan dan jangan ada upaya untuk melindungi birokrasi

Lulusan Fakultas Hukum Unpatti berharap, Kejati tidak tidak tebang pilih terhadap siapapun yang melakukan kesalahan.

“Kita berharap bahwa siapapun dia jangan ada perlindungan, kejaksaan harus tetap sesuai dengan SOP yang mereka punya. Harus melakukan penindakan ter­hadap siapapun yang patut diduga bersalah atau yang dijadikan ter­sangka dalam perkara ini,” ujar Sam­loy kepada Siwalima di Ambon, Rabu (27/10).

Ditegaskan, tidak ada orang yang kebal terhadap hukum untuk itu bagi siapapun yang terlibat wajib hukumnya bertanggungjawab di­depan hukum, sehingga peneta­pan tersangka dalam kasus ini yang dilakukan oleh kejaksaan men­jadi bukti keseriusan Kejak­saan dalam menyelesaikan masa­lah korupsi di daerah ini.

Diungkapkan, transparansi sa­ngat diperlukan dalam kasus RS Haulussy, sebab jangan sampai terjadi perselingkuhan birokrasi antara pihak kejaksaan  dengan RS Haulussy.

Dikatakan, dalam kerangka penegakan hukum terkait dengan kasus korupsi maka orang harus tetap berpijak pada landasan yu­ridis bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas.

Berangkat dari kesadaran ini, katanya, Kejaksaan Tinggi Maluku harus berani untuk bersikap lebih transparan kepada publik, terkait dengan sejauhmana proses hu­kum yang dilakukan agar tidak me­nim­bulkan kecurigaan dari mas­yarakat.

Dikatakan, masyarakat sangat berharap kasus yang merugikan negara miliaran rupiah ini diproses secara profesional dan tranpa­ransi, agar proses penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan RSUD Haulussy dapat bersih dari praktik korupsi.

Sebaliknya, bila Kejati Maluku tidak transparan dalam melakukan proses hukum, maka harus diper­tanyakan alasan belum juga dite­tapkan tersangka, sebab  dita­kut­kan jangan sampai ada upaya un­tuk mengaburkan masalah de­ngan tujuan melindungi birokrasi tertentu yang memiliki hubungan harmonis dengan pemerintah saat ini.

“Jadi kita minta saja keberanian Kejati untuk membuka secara pasti kasus ini kalau sudah ada calon tersangka, maka harus ditetapkan, supaya publik juga puas,” tuturnya.

Selain itu, dirinya memberikan apresiasi kepada kejati dan men­desak lembaga penegak hukum tersebut untuk transparan dalam penanganan kasus korupsi di RS Haulussy.

Empat Jadi Tersangka

Diberitakan sebelumnya, borok di RS Haulussy yang selama ini ditutupi, akhirnya terungkap de­ngan ditetapkannya empat orang sebagai tersangka.

Penetapan tersangka itu setelah tim penyidik Kejaksaan Tinggi Ma­luku intens melakukan proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.

Tim penyidik akhirnya menemu­kan adanya dugaan korupsi pe­nya­lahgunaan anggaran pada uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020.

Dari hasil penggalian bukti me­lalui pemeriksaan saksi-saksi maupun alat bukti yang ditemukan, tim penyidik Kejati Maluku akhirnya menetapkan empat tersangka dalam kasus uang makan minum di RS berplat merah itu.

Informasi penetapan tersangka ini ditutup rapat oleh korps Adhy­aksa tersebut. Bahkan ketika di­konfirmasi Siwalima sejak pekan lalu hingga Selasa (25/10), pihak Kejati Maluku membantah sudah ada penetapan tersangka.

“Belum ada informasi terkait itu,” ujar Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba ini kepada Siwa­lima melalaui pesan whatsappnya.

Sebelumnya sejak Jumat (20/10) Siwalima juga sudah mengkonfir­masi kasus ini, namun juru bicara Kejati ini janji akan cek dan jika sudah ada informasi maka yang bersangkutan akan informasikan.

“Beta cek belum dikonfirmasi, kalau sudah ada konfirmasinya beta info,” ujar Wahyudi melalui pe­san singkat WA.

Siwalima juga  mencoba konfir­masi pada Sabtu (22/10) dan Senin (24/10) namun lagi-lagi mendapat­kan penjelasan yang sama.

Sementara itu, sumber Siwalima di Kejati mengaku, pihaknya telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di RS Haulussy Ambon.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis ini meyakini kalau empat tersangka itu adalah ASN di RS milik pemerintah tersebut.

“Keempatnya adalah J, NL, HK dan MJ. Semuanya pejabat di RS Haulussy,” ujar sumber itu, Senin (24/10) malam.

Menurutnya, penetapan keempat tersangka tersebut dilakukan sejak Rabu (19/10) lalu.

Bahkan surat penetapan tersa­ng­ka, lanjut sumber itu, sudah disampaikan kepada empat ASN pada RS Haulussy Ambon yang diduga memiliki peranan penting dalam uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun angga­ran 2020 di RS milik daerah ter­sebut bernilai miliaran rupiah.

Sementara itu, informasi menya­ngkut penetapan tersangka ini juga ramai dibicarakan di RS Haulussy Ambon. Sumber Siwalima di RS tersebut juga menyebutkan bahwa, pihak kejaksaan telah memberikan surat kepada 4 orang yang diduga ditetapkan sebagai tersangka itu.

“Iya pekan lalu itu ramai dibi­carakan di sini, tetapi bagusnya cek langsung di kejaksaan,” ujar sumber itu, Selasa (25/10) siang.

Untuk diketahui, pemeriksaan terhadap belasan tenaga medis termasuk para dokter itu karena merekalah yang melakukan peme­riksaan kesehatan terhadap Calon Kepala Daerah (Calkada) dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku tahun 2016-2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilak­sanakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten yang melaksanakan Pilkada, dimana seluruhnya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Ka­bupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur. (S-20)