AMBON, Siwalimanews – Kurang lebih tiga tahun, tiga terpidana korupsi di Bank Maluku Malut masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejati Maluku. Namun hingga kini, mereka belum juga berhasil ditangkap.

Tiga terpidana itu adalah Direktur Utama CV Harves Heintje Abraham Toisuta,  mantan Kepala Devisi Ren­stra dan Korsec Bank Maluku Petro Tentua, dan Direktur PT Nusa Ina Pratama, Yusuf Rumatoras. Mereka bebas berkeliaran, sementara ko­ruptor lain meringkuk di penjara.

Alasan Kejati Maluku belum bisa melacak keberadaan ketiga terpi­dana dinilai menunjukan lemahnya penegakan hukum di kejaksaan.

Penilaian ini disampaikan praktisi hukum, Munir Kairoti. Menurutnya, ke­jaksaan tidak serius dan ber­sungguh-sungguh dalam menang­kap tiga terpidana korupsi tersebut.

“Kalau memang sudah tiga tahun sampai sekarang tidak tersentuh, apa kerja mereka?,” katanya melalui telepon seluler, Rabu (5/8).

Baca Juga: Laka Maut di Soahuku, Polisi Garap Keterangan Saksi

Dia menyebut, kejaksaan seperti bermain dengan hukum. Seperti kata orang, hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas. Harusnya, ketiga ter­pidana tersebut segera ditangkap.

“Harus dikejar. Apalagi sudah putusan. Sebagai warga negara, mereka harus menjalani hukuman. Mereka harus taat dan tunduk pada hukum,” ujarnya lagi.

Dia lalu mempertanyakan bagai­mana orang mau menaati hukum, sedangkan penegak hukum saja tidak becus. Padahal, persoalan ko­rupsi merugikan rakyat.

“Penegak hukum ini kan juga digaji dari rakyat. Kenapa tidak bisa tangkap koruptor?,” tuturnya.

Dia meminta kejaksaan serius dan tidak main-main dalam melakukan penegakan hukum. Pasalnya, kejak­saan terkesan tebang pilih dalam menuntaskan kasus korupsi.

“Ini bisa jadi tanya tanya, ada apa?. Kok sampai mereka tidak bisa tersentuh?. Sudah putusan tapi tidak dieksekusi jaksa, ada apa?,” ucap­nya.

Sebelumnya, praktisi hukum Marnix Salmon menyebut, kejaksaan adalah institusi penegak hukum yang besar, dan berada di seluruh wilayah NKRI. Harusnya, kejaksaan mampu meringkus ketiga terpidana korupsi itu.

“Kejaksaan itu institusi besar. Artinya, saling koordinasi antar wilayah pasti ada. Jangan jadikan itu sebagai alasan klasik yang tidak masuk akal,” ujar Marnix kepa­da Siwalima, Kamis (18/6).

Marnix meminta kejaksaan trans­paran, dan jangan melindungi terpi­dana. Ia menilai, kejaksaan terkesan tebang pilih serta menutup mata terhadap keberadaan mereka.

“Jangan menimbulkan persepsi buruk dari masyarakat tentang kinerja kejaksaan,” kata Marnix.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette yang dikonfirmasi Si­walima mengatakan, pihaknya ma­sih terus berupaya melacak kebe­radaan tiga terpidana korupsi Bank Maluku, namun keberadaan mereka belum diketahui.

“Tersangkanya masih DPO. Masih kami telusuri jejak mereka,” tandas Sapulette, melalui pesan whatsApp.

Sapulette menjelaskan, kejaksaan telah melibatkan segala unsur ter­kait untuk menelusuri keberadaan ketiga narapidana. “Kalau sudah di­tangkap, pasti langsung diekse­kusi,” ujarnya.

Yusuf Rumatoras adalah terpidana kasus kredit macet Bank Maluku ta­hun 2006 senilai Rp 4 miliar. Ia dihu­kum 5 tahun penjara oleh Mah­kamah Agung (MA), dan hingga kini meng­hirup udara bebas. Sementara tiga ter­pidana lainnya mendekam di penjara.

Sedangkan Heintje dan Petro, adalah terpidana korupsi dan TPPU pembelian lahan dan bangunan bagi pembukaan Kantor Cabang Bank Maluku dan Maluku Utara di Sura­baya tahun 2014, yang merugikan negara Rp 7,6 miliar.

Heintje dihukum 12 tahun penjara, membayar denda Rp 800 juta subsider tujuh bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 7,2 miliar subsider 4 tahun penjara.

Sedangkan Petro dihukum 6 tahun penjara, dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kuru­ngan oleh Pengadilan Tinggi Ambon.

Sementara mantan Direktur Bank Maluku, Idris Rolobessy dihukum 10 tahun penjara, membayar denda Rp 500 juta subsider tujuh bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Idris sudah dieksekusi ke Lapas Klas II A Ambon, sejak Rabu (9/8) tahun 2017 lalu. (Cr-1)