AMBON, Siwalimanews – Kejahatan mantan Kepala SMP Negeri 8 Leihitu, Sobo Makatita (59) dibeberkan Jaksa Penuntut Umum Ruslan Marasabessy, dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (18/11).

Sidang dilakukan secara online melalui sarana video conference, terdakwa berada di Rutan Kelas II A Ambon, majelis hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pe­ngadilan Tipikor pada Penga­dilan Negeri Ambon.

Majelis hakim diketuai A­hmad Hikayat. Sedangkan penasehat hukum terdakwa  adalah Akbar Salampessy.

JPU menyatakan, terdakwa tidak hanya melakukan korupsi terhadap dana Bantuan Opera­sional Sekolah (BOS) tetapi juga mengelola sendiri anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan sosial, bantuan operasional se­kolah (BOS), hingga bantuan siswa miskin.

Terdakwa telah memperkaya diri sendiri dengan dari empat dana itu senilai Rp. 926.018.574.

Baca Juga: Saksi Beberkan Bukti Tindak Pidana Pemilu Ketua DPRD Aru

Menurut JPU, terdakwa mela­kukan pembelanjaan hingga pe­ngeluaran keuangan sendiri tanpa melibatkan komite sekolah dan panitia pembangunan sekolah.

Terdakwa secara sengaja me­masukan kegiatan-kegiatan se­suai rab. Kegiatan tersebut ada yang benar dilaksanakan namun terdakwa tidak membayar. Ada juga item kegiatan yang pembelan­jaan­nya tidak ada sama sekali. Serta, ada beberapa item yang angga­rannya sengaja dilebihkan alias mark up.

Namun terdakwa membuat kwi­tansi dan nota belanja seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan dan dibayar sesuai kegiatan, dan jumlah biaya yang tercantum di dalam rab. Terdakwa membuat laporan dengan lampiran bukti pengeluaran yang tidak sah dan lengkap.

Dalam kurung waktu 2013 hi­ngga 2014, SMP N 8 Leihitu mene­rima dana DAK untuk rehabilitasi tiga kelas sebesar Rp. 365,5 juta, dana untuk pembangunan perpus­takaan sebesar Rp. 227 juta, serta rehab tiga kelas sedang senilai Rp 189 juta.

Sementara uang dana bos yang dite­rima dari tahun 2015 hingga 2017 berturut-turut senilai Rp. 198 juta, Rp. 200 juta, dan Rp. 179,4 juta.

Dalam dana bos itu, ada se­jumlah kegiatan fiktif yang dilaku­kan dengan selisih hingga Rp. 275 juta selama tiga tahun itu.

Sedangkan, SMPN 8 Leihitu juga menerima dana untuk sejumlah siswa miskin selama tiga tahun berturut-turut, sejumlah Rp 86,65 juta untuk 163 siswa. Uang itu diperuntukkan untuk pembelian buku, seragam hingga peralatan lainnya bahkan sumber untuk seragam dan buku berasal dari orang tua sebesaar Rp. 250 ribu.  SMP 8 N Leihitu juga menerima dana bansos senilai Rp. 242.681.113.

Atas perbuatannya itu, Makatita didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Ten­tang Pemberantasan Tindak Pi­dana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pembe­ran­tasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Makatita telah menyalahgunakan kewenangannya hingga menga­kibatkan muncul kerugian negara.

Setelah mendengar dakwaan jaksa itu, penasehat hukum Ma­katita tidak mengajukan eksepsi. Majelis hakim pun menunda persi­dangan, Rabu (25/11) depan de­ngan peme­riksaan saksi-saksi. (S-49)AMBON, Siwalimanews – Kejahatan mantan Kepala SMP Negeri 8 Leihitu, Sobo Makatita (59) dibeberkan Jaksa Penuntut Umum Ruslan Marasabessy, dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (18/11).

Sidang dilakukan secara online melalui sarana video conference, terdakwa berada di Rutan Kelas II A Ambon, majelis hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pe­ngadilan Tipikor pada Penga­dilan Negeri Ambon.

Majelis hakim diketuai A­hmad Hikayat. Sedangkan penasehat hukum terdakwa  adalah Akbar Salampessy.

JPU menyatakan, terdakwa tidak hanya melakukan korupsi terhadap dana Bantuan Opera­sional Sekolah (BOS) tetapi juga mengelola sendiri anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan sosial, bantuan operasional se­kolah (BOS), hingga bantuan siswa miskin.

Terdakwa telah memperkaya diri sendiri dengan dari empat dana itu senilai Rp. 926.018.574.

Menurut JPU, terdakwa mela­kukan pembelanjaan hingga pe­ngeluaran keuangan sendiri tanpa melibatkan komite sekolah dan panitia pembangunan sekolah.

Terdakwa secara sengaja me­masukan kegiatan-kegiatan se­suai rab. Kegiatan tersebut ada yang benar dilaksanakan namun terdakwa tidak membayar. Ada juga item kegiatan yang pembelan­jaan­nya tidak ada sama sekali. Serta, ada beberapa item yang angga­rannya sengaja dilebihkan alias mark up.

Namun terdakwa membuat kwi­tansi dan nota belanja seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan dan dibayar sesuai kegiatan, dan jumlah biaya yang tercantum di dalam rab. Terdakwa membuat laporan dengan lampiran bukti pengeluaran yang tidak sah dan lengkap.

Dalam kurung waktu 2013 hi­ngga 2014, SMP N 8 Leihitu mene­rima dana DAK untuk rehabilitasi tiga kelas sebesar Rp. 365,5 juta, dana untuk pembangunan perpus­takaan sebesar Rp. 227 juta, serta rehab tiga kelas sedang senilai Rp 189 juta.

Sementara uang dana bos yang dite­rima dari tahun 2015 hingga 2017 berturut-turut senilai Rp. 198 juta, Rp. 200 juta, dan Rp. 179,4 juta.

Dalam dana bos itu, ada se­jumlah kegiatan fiktif yang dilaku­kan dengan selisih hingga Rp. 275 juta selama tiga tahun itu.

Sedangkan, SMPN 8 Leihitu juga menerima dana untuk sejumlah siswa miskin selama tiga tahun berturut-turut, sejumlah Rp 86,65 juta untuk 163 siswa. Uang itu diperuntukkan untuk pembelian buku, seragam hingga peralatan lainnya bahkan sumber untuk seragam dan buku berasal dari orang tua sebesaar Rp. 250 ribu.  SMP 8 N Leihitu juga menerima dana bansos senilai Rp. 242.681.113.

Atas perbuatannya itu, Makatita didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Ten­tang Pemberantasan Tindak Pi­dana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pembe­ran­tasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Makatita telah menyalahgunakan kewenangannya hingga menga­kibatkan muncul kerugian negara.

Setelah mendengar dakwaan jaksa itu, penasehat hukum Ma­katita tidak mengajukan eksepsi. Majelis hakim pun menunda persi­dangan, Rabu (25/11) depan de­ngan peme­riksaan saksi-saksi. (S-49)