AMBON, Siwalimanews – Dinas Kesehatan Provinsi Maluku cuci tangan terhadap kinerja Direktur RS Haulussy, Nazaruddin yang dinilai gagal mengelola rumah sakit berplat merah milik Pemprov Maluku.

Sikap cuci tangan ini ditunjukkan Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Meykial Pontoh merespon keinginan Komisi IV DPRD Provinsi Maluku agar Nazaruddin dievaluasi dan diganti.

“Menyangkut Direktur RS Haulu­ssy jadi mungkin dewan yang lebih berkompeten menyampaikan kepada pimpinan untuk mengevaluasi kiner­janya,” ucap Pontoh di Baileo Rakyat Karang Panjang, Senin (1/5).

Pontoh mengakui, sebagai UPT Di­nas Kesehatan memang memiliki tu­gas dan kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja Direktur RS Haulussy dan pihaknya telah me­ngantongi hasil evaluasi.

Namun, dirinya tidak berani untuk mengungkapkan kepada publik terkait dengan hasil penilaian kinerja dari Direktur RS Haulussy.

Baca Juga: Kader Banteng Mulai Kritisi Kebijakan Pemprov

“Soal penilaian kinerja memang ada lakukan dan yang harus nilai tetapi saya tidak punya kompeten untuk menyampaikan,” tegasnya.

Merespon sikap Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin secara tegas menyam­paikan keinginan komisi agar gubernur tetap melakukan evaluasi terhadap Nazaruddin.

“Intinya dalam rapat kemarin, kita sudah sampaikan kalau Direktur RS Haulussy harus tetap dievaluasi dan diganti,” ujar Rovik.

Menurutnya, jika Pemerintah Provinsi Maluku ingin rumah sakit Haulussy tetap maju dan menjadi satu-satunya rumah sakit rujukan di Maluku, maka harus dilakukan evaluasi terhadap kepemimpinan direktur.

Pemerintah Provinsi Maluku memiliki visi besar terhadap RS Haulussy maka ditahun sisa kepemimpinan Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno, sudah harus dilakukan evaluasi dan jika perlu diganti.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Maluku harus mencari anak Maluku yang memiliki niat untuk memba­ngun RS Haulussy sebab hanya anak Maluku yang memiliki keber­pihakan untuk membangun RS kebanggaan masyarakat Maluku.

Tak Mampu

Visi Gubernur Maluku, Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno untuk  menjadikan RS Hau­lussy sebagai rumah sakit bertaraf internasional hanya isapan jempol.

Hal ini diperparah dengan penunjukan Nasaruddin sebagai Direktur rumah sakit milik pemerin­tah oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail, yang tidak memiliki kemam­puan untuk mengelola manajemen RS.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Arifudin mengatakan, segudang persoalan yang terjadi di RS Haulussy hari ini diakibatkan, karena Pemerintah Provinsi Maluku salah dalam melakukan penempatan direktur RS Haulussy.

“Sejak awal kita sudah ingatkan agar menempatkan orang sebagai direktur harus mengetahui visi besar gubernur untuk menjadi RS sebagai RS bertaraf internasional tapi yang ada saat ini, tidak punya kapasitas untuk memimpin rumah sakit,” kesal Rovik kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Kamis (27/4).

Rovik mengungkapkan, ketidak­mampuan Nasaruddin dalam me­mimpin RS Haulussy terbukti de­ngan begitu banyak alat kesehatan, yang hingga saat ini belum diope­rasikan untuk kepentingan ma­syarakat.

Padahal alat-alat kesehatan yang saat ini telah dimiliki RS Haulussy dibeli dengan anggaran miliar rupiah yang mestinya dioperasikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Selain itu, adanya sistem mana­jemen yang sejak awal diharapkan dapat memaksimalkan proses pelayanan dari manajemen RS Haulussy, ternyata hingga saat ini pun tidak berjalan walaupun Komisi IV telah mendorong

Rovik pun menagih janji yang diungkapkan Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Sadli Le saat paripurna DPRD yang  akan mela­kukan evaluasi terhadap kebera­daan Nasaruddin sebagai Direktur RS Haulussy.

Intensif Belum Dibayar

Dua tahun berlalu insentif tenaga kesehatan yang melayani pasien Covid-19 di RS Lantamal, Balai Perikanan dan LPMP tahun 2020 hingga kini belum dibayarkan.

Padahal Komisi IV DPRD Provinsi Maluku berulang kali telah me­manggil Kepala Dinas Kesehatan saat itu, Zulkarnaen untuk menun­taskan dan dijanjikan akan segera melakukan koordinasi untuk membayar hak-hak nakes.

Namun, sayangnya hingga Zul­karnaen dimutasi menjadi Staf Ahli Bidang Politik, Hukum dan Pemerintah justru 1.6 miliar yang menjadi hak tenaga kesehatan yang melayani pasien Covid-19 tahun 2020 tak kunjung dibayar.

Merepons persoalan ini, anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Andi Munaswir meminta adanya perhatian serius dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meykial Pontoh untuk segera menuntaskan hak-hak tenaga kesehatan.

“Ini sudah dari tahun 2021 hingga 2023 belum juga tuntas, kita minta Plt Kadis untuk segera menun­taskan. Nakes itu butuh kepastian bukan hanya soal janji,” tegasnya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meykial Pontoh kepada wartawan di Ambon mene­gaskan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Direktur RS Lantamal dan dijanjikan akan segera dikembalikan anggaran tersebut.

“Menyangkut pembayaran insentif Covid-19 memang saya masih sebagai kadis, tetapi pemba­yaran dari Kementerian Kesehatan ke RS Angkatan Laut setelah saya keluar tetapi tetap menjadi tanggung jawab,” ujar Pontoh.

Dijelaskan, akibat adanya kesa­lahan dalam koordinasi menye­babkan pihak RS Lantamal telah mengembalikan uang ke pusat dan harus melalui proses, tetapi pihak RS Lantamal telah menyanggupi untuk mengembalikan anggaran untuk dilakukan pembayaran insentif nakes.

Pontoh pun memastikan pihaknya akan terus melakukan koordinasi guna menindaklanjuti pembayaran insentif covid-19 bagi tenaga kesehatan di RS Lantamal. (S-20)