Kasus Korupsi PLTMG Namlea Jadi Perhatian Kejagung
AMBON, Siwlaimanews – Gerah dengan pemberitaan media terkait korupsi proyek pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG di Namlea Kabupaten Buru, diam-diam Kejaksaan Agung menaruh perhatian untuk menindaklanjuti rekayasa kasus tersebut oleh oknum-oknum penyidik di Kejati Maluku.
Kejaksaan Agung memastikan akan menindak para penyidik di Kejati Maluku yang melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus itu.
Sebagaimana dilansir Menit30.id Rabu 25 Mei 2022, Jaksa Agung Burhanuddin, melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, memastikan akan menindaklanjuti sejumlah pemberitaan terkait kinerja Kejaksaan Tinggi Maluku dalam penanganan Perkara Pembangunan PLTMG 10 MW di Pulau Buru.
“Terkait penyidikan kasus Pembangunan PLTMG 10 MW di Namlea, Pulau Buru Provinsi Maluku yang dianggap adanya permainan oknum-oknum penyidik di Kejati Maluku akan kami pelajari terlebih dahulu,” Kata Kapuspenkum, Ketut Sumedana, Rabu 25 Mei 2022.
Disinggung soal Apa ada langkah dan upaya Pengawas Kejagung akan melakukan Supervisi terhadap kinerja institusi penegak hukum di Kejati Maluku, kembali Ketut Sumedana menjelaskan, semuanya kemungkinan bisa terjadi.
Baca Juga: Penyuap Tagop Jalani Sidang Perdana, KPK Beber Peran IvanaMenyikapi keseriusan Kejagung untuk menindaklanjuti cara penanganan kasus pembangunan PLTMG Namlea oleh oknum-oknum penyidik di Kejati Maluku, tokoh Buru Thalim Wamnebo apresiasi dan meminta perhatian Jaksa Agung, St Burhanudin evaluasi kasus tersebut secara cermat.
“Rekayasa kasus korupsi PLTMG 10 MW diharapkan tidak berhenti bagaikan angin lalu, tetapi harus ada tindakan tegas dari Kejaksaan Agung agar kedepan tidak ada lagi proyek-proyek strategis nasional untuk kepentingan rakyat dijadikan sebagai obyek oleh oknum-oknum pidsus Kejati Maluku dengan merekayasa kasus yang tidak ada korupsi menjadi kasus korupsi seperti kasus PLTMG 10 MW di Namlea pulau Buru,” ungkapn Thalim kepada Siwalima, Sabtu ((4/6).
Thalim mengatakan, sekalipun bangsa ini masih memiliki lembaga peradilan yang jujur sehingga kejahatan rekayasa kasus korupsi oleh oknum pidsus Kejati Maluku ini ditolak oleh Pengadilan Tipikor Ambon dan juga ditolak Mahkamah Agung, tetapi dipastikan telah merugikan keuangan negara, dimana mangkraknya proyek strategis nasional untuk kepentingan rakyat dan sangat melukai rasa keadilan masyarakat serta hilangnya kepercayaan rakyat atas intitusi korps Adyaksa.
“Untuk itu sebagai rakyat Buru yang merasa sangat dirugikan meminta pak Jaksa Agung, St Burhanudin untuk menghentikan kejahatan hukum berupa rekayasa- rekayasa kasus korupsi ciptaan peyidik Kejati sendiri. Bagi saya kejahatan rekayasa hukum dalam Kasus PLTMG 10 MW merupakan penegakkan hukum terburuk dan tercela bagi manusia yang masih dikarunia rasa adil. Mendalami fakta persidangan dan pemberitaan pers oleh penerangan Kejati Maluku maupun eks Kajati kala itu Rorogo Zega terjadi begitu banyak penipuan dan pembohongan publik yang sangat merugikan pengusaha Fery Tanaya,” katanya.
Rekayasa kasus korupsi PLTMG 10 MW dilakukan dalam dua episode. Dimana episode pertama penyidik Kejati Maluku mempersoalkan harga ganti rugi. Dalam hal ini Kejati Maluku diwakili Jaksa Agus Sirait mendamping PLN melakukan sosialisasi kepada pemilik lahan yang digunakan PLN bahwa harga ganti rugi adalah Rp 125 ribu/M3 dan dijelaskan juga bahwa harga ini berdasarkan Nilai pengganti wajar yang ditentukan apraisal.
Setelah proses ganti rugi selesai , semua lahan sudah diserahkan kepada PLN dengan aman dan proyek sudah berjalan dan oleh komplotan peyidik Kejati Maluku melakukan peyidikan dengan modus harga ganti rugi diatas NJOP dan terjadi kerugian negara.
Anehnya yang diincar komplotan pidsus ini hanya seorang pengusaha sedangkan penerima atau pemilik lahan lain yang juga menjual lahan kepada PLN untuk pembangunan proyek PLTMG tidak diincar padahal harga yg diterima sama dengan Fery Tanaya sebagaimana disosialisasi oleh tim waktu termasuk jaksa Sirait dari Kejati Maluku.
Rekayasa jahat kasus ini berlanjut sampai menetapkan penerima ganti rugi yakni Fery Tanaya sebagai tersangka dan menahan yang bersangkutan dipenjara.
Setelah tersangka dipenjara, modus mengfitnah melalui media dilakukan untuk menutupi kejahatan oknum-oknum penyidik dalam penegakkan hukum kasus ini .
Rekayasa ini berakhir di pengadilan Negri Ambon dengan amar putusan penetapan tersangka Fery Tanaya tidak sah dan pengadilan memerintahkan membebaskan tersangka.
“Ini bukti yang tidak terbantahkan bahwa keterangan pers oleh eks Kajati, Rorogo Zega waktu itu di kantor Gubernur Maluku pada 9 Septembar 2020 adalah bentuk fitnahan keji dan tidak bermoral, karena memberikan konfrensi pers dengan berita yang tidak benar atau bohong. Bagaimana menerapkan hukum dengan menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi hanya berdasarkan prasangka penyidik dan tanpa alat bukti ?. Sehari setelah tersangka Tanaya dibebaskan karena menang praperadilan, Rorogo Zega menerbitkan sprindik baru lagi untuk melakukan penyidikan kasus PLTMG 10 Mw. Aneh bin ajaib,” beber Thalim.
Masuh kata Thalim, tidak puas menerima Fery Tanaya menang praperadilan, Rorogo Zega kembali mengeluarkan sprindik baru dan ini episode kedua menyeret seorang pengusaha Fery Tanaya dengan tuduhan menjual tanah milik negara kepada PLN untyk keperluan pembangunan PLTMG Namlea.
Menurut Thalim, meskipun penjelasan Rorogo Zega melalui media bahwa Fery Tanaya dituduh menjual tanah milik negara . Rekayasa episode kedua kasus korupsi menjual tanah milik negara pun ditolak oleh pengadilan Tipikor Ambon dan ditolak juga oleh Mahkamah Agung.
Fakta persidangan terbukti lahan yang dibebaskan oleh pengusaha Fery Tanaya kepada PLN untuk kepentingan pembangunan proyek PLTMG 10 Mw diperoleh dengan cara membeli secara sah dihadapan PPAT sejak tahun 1985 dan telah dikuasai dengan itikad baik selama 31 tahun lamanya dengan aman.
Fakta persidangan menyebutkan, komplotan penyidik tidak memiliki alat bukti berupa dokumen kepemilikan negara atas lahan itu tetapi hanya komplotan penyidik ini menafsirkan secara sesat arti dan makna dari Kepres Nomor 32 tahun 1978.
Hebatnya oknum penyidik Kejati Maluku karena satu keputusan Presiden yang sangat jelas dan terang benderang, nekad disesatkan makna dan arti sesuai selera peyidik dengan tujuan menjadikan Fery Tanaya tersangka.
Awal mula bergulir rekayasa kasus ini, oknum-oknum penyidik mengincar juga pihak PLN untuk ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi entah jurus apa yang dipakai pihak PLN sebingga pihak PLN kembali dilindungi oleh komplotan ini .
Dalam rekayasa kasus PLTNG, masyarakat tahu dan paham kalau alat bukti dan kecukupan bukti menjadi pertimbangan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Bukan seperti rekayasa lus korupsi PLTMG 10 Mw ini yang menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan selera peyidik kejaksaan tanpa alat bukti .
Dimana penjarakan dulu tersangka dan setelahnya Kajati saat itu Rorogo Zega menantang melalui media untuk buka bukaan berapa uang yang dikembalikan kepada PLN karena berprasangka harga tidak semahal itu.
“Mengapa penerima lain justru pembayaran dengan harga sama tidak dipersoalkan ? Hentikan penegakkan hukum berdasarkan selera penyidik. Sadarlah sebab itu dosa sampai pada keturunan,” pungkas Thalim.
Sebelumnya, warga Buru meminta jaksa Agung, ST Burhanuddin hentikan cara-cara penyidikan kasus korupsi secara premanisme sebagaimana yang dilakukan oknum-oknum Pidsus Kejati Maluku dengan eks Kajati, Rororgo Zega hingga akhirnya masyarakat dua Kabupaten Buru dan Bursel sampai sekarang tidak menikmati aliran listrik.
“Jaksa Agung diminta hentikan cara premanisme dalam penegakkan hukum oleh Pidsus Kejati Maluku. Proyek PLTMG 10 MW di daerah kami Pulau Buru mangkrak akibat ulah oknum Pidsus Kejati Maluku menciptakan rekayasa suatu kasus yang tidak ada korupsi menjadi kasus korupsi. Fakta- fakta kejahatan hukum ini semua terungkap secara terang benderang di Persidangan Tipikor Ambon yang lalu,” ungkap Thalim Wamnebo. (S-07)
Tinggalkan Balasan