AMBON, Siwalimanews – Kapolda Maluku, Irjen Baharudin Djafar tak perlu menunggu laporan untuk mengusut dugaan penyele­wengan di Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon.

Bukti-bukti tersebut sudah ada tangan polisi sendiri yang di­temukan saat melakukan asis­tensi terhadap Satgas Covid-19.

Tim polisi yang melakukan asistensi adalah anggota Tipikor Satreskrim Polresta Ambon. Mereka menemukan dugaan mark up data jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan serta pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes).

Kapolda harusnya mempertanya­kan Kapolresta Ambon, Kombes Leo Simatupang mengapa disaat du­gaan penyelewengan ditemukan tidak ditindaklanjuti, dan justru anggota Satreskrim itu dimutasikan.

Selain itu, dugaan penyelewengan itu bukan delik aduan, sehingga ha­rus menunggu laporan baru diusut.

Baca Juga: Pernyataan Kajari dan Kasipidum Bertolak Belakang

“Ini bukan kasus delik aduan, ka­rena ada dugaan mark up, dugaan penyelewengan maka ini sudah ma­suk dalam kasus korupsi, sehingga Polda tidak perlu tunggu laporan, tetapi bisa langsung melakukan pe­nyelidikan,” kata Akademisi Fakul­tas Hukum Unpatti, George Leasa, kepada Siwalima, Selasa (6/10).

Menurutnya, bukti awal yang sudah dikantongi polisi saat mela­kukan pendampingan terhadap Sat­gas Covid-19 Kota Ambon menjadi rujukan untuk Polda Maluku mela­kukan pengusutan.

“Ya temuan itu kan jadi bukti un­tuk dilakukan pengusutan. Karena memang bukan delik aduan,” ujar­nya.

Ia meminta polisi mengusut dan mengungkap dugaan penyelewe­ngan di Satgas Covid-19 supaya menjadi jelas. “Polisi harus ungkap ketidakbe­resan ini, supaya menjadi jelas. Pe­nyelidikan itu harus dilakukan dulu,” ujar Leasa.

Akademisi Hukum Pidana Un­patti, Diba Wadjo yakin dugaan mark up yang ditemukan tim Satreskrim bukan asal-asalan. Pasti pemerik­saan dilakukan secara detail.  “Saya yakin pemeriksaan dila­ku­kan detail, sehingga menemukan du­gaan penyelewengan itu,” tandas­nya.

Ia meminta temuan dugaan penye­lewengan tidak dibiarkan begitu saja, tanpa proses hukum. “Ini akan pre­seden buruk dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Apalagi, kata Wadjo, hal ini bukan delik aduan yang membutuhkan aduan dari masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan. “Tak perlu menunggu, langsung pengusutan jalan,” ujarnya.

Wadjo mengatakan, polisi tidak perlu ragu untuk melakukan peng­usutan. Apalagi dugaan penyelewe­ngan ditemukan sendiri oleh tim Satreskrim.

Tunggu Laporan

Kapolda Maluku Irjen Baharudin Djafar menegaskan siap melakukan pengusutan jika data soal dugaan mark up tersebut ada. Pihaknya menunggu laporan sebagai dasar untuk melakukan pengusutan.

“Sampai saat ini belum ada aduan terkait adanya dugaan mark up data, kita melakukan pengusutan kasus harus ada dulu data validnya, kalau memang benar adanya dugaan ini, siapa saja silakan lapor kalau ada data­nya pasti akan kita usut,” tan­das Kapolda singkat, saat silatu­rahmi dengan insan pers, Selasa (6/10).

Seperti diberitakan, saat asisensi Tim Satreskrim Polresta Ambon menemukan data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Ini diduga dilakukan atas arahan pejabat Dinas Kese­hatan. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon.

Misalnya di Puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan,  banyak nama yang dimasu­kan dalam daftar ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah pendu­duk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.

Jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi ber­tujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas.  Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, maka pengusulan untuk pembayaran insentif semakin besar.

Kementerian Kesehatan mengalo­kasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khu­sus Bantuan Operasional Keseha­tan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.

BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.

Data yang dihimpun dari 21 kepala puskesmas di Ambon, total dana yang sudah diterima Rp 1.708.500. 000,00. Sesuai laporan Dinas Kese­hatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas  sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.

Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima insentif seba­nyak 200 orang kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. Jadi totalnya 414 orang.

Dari jumlah 653 nakes di 21 pus­kesmas, minus Puskesmas Hutu­muri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif. Jumlah 239 ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.

Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan san­tunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif na­kes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah.

Namun disaat hendak mau ditindaklanjuti, lima Satreskrim Polresta Ambon yang berjumlah lima orang itu, dimutasikan oleh Kapolresta Pulau Ambon Kombes Leo Simatupang. (S-45)