AMBON, Siwalimanews – Perbedaan hasil ujib swab sangat meresahkan masyarakat. Ironisnya, Kepala Dinas Kesehatan Maluku,  Meikyal Pontoh asal ngomong tanpa analisa medis yang jelas.

Ada warga yang divonis po­sitif Covid-19 ber­dasarkan rilis Dinas Keseha­tan Maluku. Te­ta­pi setelah diuji di Rumah Sakit Siloam, hasilnya negatif.

Kejadian seperti ini sering terjadi. Sudah begitu, Mei­kyal Pontoh dengan enteng menyebut, perbedaan bisa saja terjadi, karena orang yang mela­kukan swab dan alat yang di­gunakan berbeda.

Selaku Kepala Dinas Kese­hatan, Pontoh harus menjelas­kan mengapa perbedaan terjadi berdasarkan analisa dan kajian medis. Bukan asal bicara.

“Tentu alasan perbedaan alat itu tidak masuk akal, artinya berarti Dinas Kesehatan tidak mempercayai RS Siloam,” tandas Akademisi Hu­kum IAIN Ambon, Nasaruddin Umar, kepada Siwalima, Sabtu (14/11).

Baca Juga: Mahasiswa KKN UKIM Berbagi Bersama Masyarakat Rambatu

Umar mengatakan, Dinas Keseha­tan harus terbuka untuk menjelas­kan perbedaaan hasil uji swab. Sebab tenaga medis yang dimiliki RS Siloam sudah terpercaya dengan SOP medis yang telah diakui.

Menurutnya, Kepala Dinas Ke­sehatan dan Satgas Penanganan Covid-19 seharusnya melakukan evaluasi secara menyeluruh soal tata cara dan mekanisme yang ada di laboratorium guna mencari akar permasalahan yang menyebabkan sering terjadi perbedaan data agar tidak terjadi dualisme hasil uji swab.

Adanya hasil uji swab yang ber­beda, kata Umar, membuat keperca­yaan masyarakat terhadap Satgas Covid-19 semakin menurun.

“Makanya Dinas Kesehatan harus bisa mengambil langkah-langkah evaluatif, jangan sampai ada yang salah selama ini,” ujarnya.

Umar juga mengingatkan Dinas Kesehatan dan Satgas agar jangan sampai ada kepentingan lain dibalik vonis seseorang positif Covid-19. Akuntabilitas dan kejujuran harus dijunjung tinggi.

“Kalau orang negatif nyatakan negatif, tidak boleh ada kepentingan tertentu, seperti kepentingan angga­ran,” tandasnya.

Pemerhati sosial, Ikhsan Tualeka mengatakan, bila waktu pengam­bilan sampel yang berbeda mungkin saja hasilnya berbeda, tapi kalau di waktu yang bersamaan maka harus dipertanyakan sejauh mana akurasi dari alat yang digunakan oleh masing-masing pihak.

Saat ini ditengah masyarakat, kata Tualeka, sudah terbentuk kelompok masyarakat yang mempercayai Covid-19 sebagai bentuk konspirasi  dan hanya sekedar permainan. Hal ini akan tetap menguat di masya­rakat jika ada kejanggalan-kejang­galan yang terjadi secara berulang-ulang.

“Karena itu kurang relevan bila perbedaan hasil uji disebabkan  ka­rena orang yang melakukan swab berbeda,” tandasnya.

Tualeka meminta Dinas Keseha­tan Maluku segera melakukan eva­luasi terhadap semua mekanisme pemeriksaan swab. Jika ada kekeli­ruan hal itu biasa, tetapi jangan mem­benarkan kesalahan  dan kemudian membohongi publik.

“Dalam kajian ilmiah apapun seseorang bisa saja salah termasuk dalam proses medis seperti ini, tetapi jangan berbohong,” tandasnya.

Anggota DPRD Maluku Edison Sarimanella meminta Satgas Covid-19 serius menyikapi persoalan per­bedaan hasil uji swab. Jangan dipan­dang sebelah mata. “Satgas harus serius untuk melihat masalah ini,” ujarnya.

Sarimanella menegaskan, Dinas Kesehatan harus menunjukkan data yang valid ketika memvonis sese­orang terpapar Covid-19, dan jika terjadi perbedaan uji hasil swab harus menjelaskan berdasarkan ka­jian medis yang jelas agar menjaga kepercayaan masyarakat. “Kalau terjadi dualisme hasil uji swab ini kan membuat masyarakat menjadi bi­ngung dan tidak percaya terhadap Satgas Covid-19,” tandas­nya.

Hasil Uji Berbeda

Seperti diberitakan, salah satu keluarga mengungkapkan, adanya perbedaan hasil uji swab anaknya yang berumur 14 tahun.

Salah satu keluarga pasien yang enggan namanya dipublikasikan ke­pada Siwalima, menuturkan pada 19 Oktober dilakukan uji swab kepada ponakannya yang masih berumur 14 tahun oleh Dinkes Maluku, karena ponakannya mengalami beberapa gejala berupa meriang dan demam.

“Dua hari berselang atau pada 22 Oktober, tim medis Dinkes Maluku menyatakan hasil uji swab tersebut negatif dan disampaikan secara lisan kepada keluarga, namun pada 24 Oktober oleh petugas medis tim ke­sehatan Dinkes kembali menyatakan bahwa ponakan, kami positif, tanpa ada keterangan medis,” jelasnya.

Berdasarkan hasil uji swab pada 19 Oktober, maka pada 26 Oktober dilakukan uji swab kedua di Hotel Wijaya oleh Dinkes Kota Ambon dan hasilnya diberitahukan secara lisan juga bahwa ponakannya positif Covid-19

Kemudian pada 2 November, kembali dilakukan uji swab ketiga oleh Dinkes Maluku dan hasilnya masih positif juga. Padahal faktanya kondisi fisik sang anak tidak ter­dapat gejala-gejala sakit, maupun gejala seperti pasien covid lainnya.

“Fakta ini dikuatkan dengan kebe­radaan ponakan saya yang tinggal bersama dengan kedua orang tua dan saudaranya, namun mereka ti­dak sakit, bahkan mereka telah di­swab dan hasilnya negatif,” ungkap­nya.

Dari hasil pemeriksaan 1-3 bila di­kaitkan dengan fakta fisik dari si anak ini, maka keluarga merasa cu­riga, se­bab hasil yang diberitahukan kepa­da keluarga pasien diduga tidak akurat.

Untuk membuktikan, si anak ini tidak sakit atau positif Covid-19,  pihak keluarga mengambil langkah untuk melakukan swab keempat yang dilakukan pada 6 November dengan memakai dua rumah sakit pembanding.

“Uji swab Dinkes Maluku di RSUD dr.Haulussy pada 6 November hasilnya keluar pada 9 November itu positif berdasarkan laporan hasil dari Balai POM Ambon,” ujarnya.

Untuk membuktikan uji swab Dinkes Maluku yang diduga tidak akurat, maka si anak  ini diantar untuk uji swab di RS Siloam, dan spesimen untuk swab diambil pada hari yang sama yakni 06 November 2020.

Ternyata, hasil uji swab dari RS Siloam yang keluar pada hari itu, negatif.

Dengan adanya hasil uji pem­banding dari RS Siloam yang hasil­nya berbalik dengan Dinkes, maka ini menandakan kinerja yang kurang baik dari pemerintah dalam meng­atasi penyebaran Covid 19.

Sebelumnya Pengacara Djidon Batmomolin menunjukan kegera­mannya terhadap Kepala Dinas Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh.

Batmomolin menduga ada keja­hatan dalam hasil swab test Covid-19. Anak kandungnya divonis po­sitif Covid-19. Tetapi setelah ia membawa anaknya melakukan swab test  di Rumah Sakit Siloam, hasilnya justru negatif.

Kepada Siwalima, Kamis (10/9) Batmomolin menjelaskan, hasil skrining PCR swab Covid-19 terhadap anaknya bernama Alvino Batmomolin dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tertanggal 2 September 2020, yang dikeluarkan 6 September bahwa dia positif Covid-19. Sementara hasil tes PCR dari laboratorium Rumah Sakit Siloam menunjukan hasilnya negatif. Tes PCR di rumah sakit swasta itu dilakukan pada 7 September 2020. Hasilnya keluar pada 10 September.

“Ada perbedaan hasil swab test terhadap anak kandung saya, dari rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Anak saya dinyatakan positif covid, namun setelah swab test di rumah sakit swasta, itu hasilnya negatif. Kenapa hasilnya beda? Ini berarti suatu penipuan dan kejahatan yang terselubung. Saya akan polisikan dia dan gugat dia secara perdata,” tandas Batmomolin.

Lalu apa kata Meikyal Pontoh? Menurutnya, hal ini bisa saja terjadi, karena orang yang melakukan swab dan alat yang digunakan itu berbeda.

“Bisa saja berbeda, karena pe­ng­ambilan dilakukan orang berbeda dan alat yang digunakan berbeda, bisa saja hasilnya berbeda ketika pengambilan kondisinya membaik,” jelasnya, kepada wartawan, Kamis (12/11) di Kantor Gubernur Maluku. (S-50)