AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Ke­jari Tanimbar, Stendo B Sita­nia, mengungkapkan peran enam terdakwa yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi anggaran perjalan dinas pada Badan Pengelolaan Ke­uangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (11/10).

Enam pejabat BPKAD Kabupaten Kepulauan Ta­nim­bar  tersebut yaitu, Yo­nas Batlayeri, Kepala BPKAD Tahun 2020, Maria Gorety Batlayeri, Sekretaris BPKAD tahun 2020, Yoan Oratma­ngun, Kabid Perbendaha­raan BPKAD Tahun 2020, Liberata Malirmasele Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD tahun 2020, Letha­rius Erwin Layan, Kabid Aset BPKAD tahun 2020 dan Kristina Sermatang, Benda­hara BPKAD tahun 2020.

Persidangan tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Harris Tewa didampingi dua hakim ang­gota, Wilson Shriver dan Antonius Sampe Samine. Sementara para ter­dakwa didampingi kuasa hukumnya Anthony Hatane Cs.

Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanimbar Stendo B. Sitania dalam dakwaannya menjelaskan, tindak pidana yang dilakukan para terdak­wa terjadi pada awal Januari sampai Desember 2020.

Saat itu anggaran perjalanan dinas sebesar Rp9 miliar lebih dikelola para terdakwa untuk membiayai  perjala­nan dinas dalam daerah maupun di  luar daerah.

Baca Juga: Usut Kasus Air Bersih Haruku, Jaksa Periksa 8 Saksi

Namun, atas perintah pimpinan anggaran itu digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. Akibatnya atas perbuatan 6 terdakwa itu, ne­gara mengalami kerugian keuangan negara sebesar Rp.6.682.072.402.

Dari nilai kerugian tersebut ternyata ada nama anggota Komisi B DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang menerima uang sebesar 450 juta, dan beberapa anggota DPRD yang tak disebutkan namanya menerima sejumlah uang dan pihak lainnya.

Kata JPU, saat dilakukan pembahasan APBD Perubahan 2020 di bulan November 2020, terjadi deadlock belum ada kesepakatan terkait rancangan APBD Perubahan yang diajukan oleh pemerintah daerah.

Beberapa hari kemudian, Saksi AL, salah satu anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar datang menemui terdakwa Jonas Batlayeri di Kantor BPKAD dan saat itu saksi menjelaskan bahwa kapasitas sebagai perwakilan anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar menyampaikan “jika ingin APBD Perubahan 2020 segera ditetapkan maka diminta untuk menyiapkan uang sejumlah Rp400.000.000 dan saat itu karena dana yang tersedia hanya Rp200.000.000

Terdakwa kemudian menyam­paikan kalau permintaannya sebesar itu tidak mampu dipenuhi, akhirnya saksi mau dan sepakat dengan Rp200.000.000 tersebut,

Selanjutnya, terdakwa berkonsultasi dengan sekda dan setelah mendapat persetujuan untuk menyerahkan dana tersebut, kemudian terdakwa mengarahkan sekretaris untuk menyerahkan uang Rp200.000.000 tersebut kepada saksi AL dan penyerahan uang tersebut dilakukan kediamanan saksi di Desa Olilit Saumlaki

Kemudian sekitar bulan Desember 2020, saat itu terjadi deadlock/belum ada kesepakatan terkait rancangan APBD Induk 2021 yang diajukan oleh Pemkab KKT, beberapa hari kemudian, saksi menemui terdakwa kembali di Kantor BPKAD dan menjelaskan bahwa kapasitas sebagai perwakilan anggota DPRD KKT

Saksi menyampaikan jika ingin APBD Induk 2021 segera ditetapkan maka saksi meminta untuk menyiapkan uang sejumlah Rp250.000.000 dan atas permintaan tersebut terdakwa menyetujuinya.

Selanjutnya, terdakwa mengarahkan sekretaris yakni Maria Gorety Batlayeri untuk menyerahkan uang Rp250.000.000 tersebut kepada saksi dan penyerahan uang tersebut dilakukan kediaman saksi di Desa Olilit Saumlaki.

Uang sejumlah Rp450.000.000 tersebut seluruhnya diambil dari anggaran kegiatan perjalanan dinas pada BPKAD Tahun Anggaran 2020 yang bersumber dari anggaran perjalanan dinas yang dikelola oleh sekretaris dan masing-masing bidang, yang dalam teknik pengumpulannya dikoordinir langsung oleh Saksi Maria Goretty selaku sekretaris dan saksi Kristina Sermatang selaku bendahara pengeluaran berdasarkan arahan terdakwa selaku Kepala Badan.

Selain itu sebagian anggota DPRD yang tak disebutkan nama nama mereka juga menerima sejumlah uang sekitar 195 juta dan pihak lainya.

Terhadap hal itu, JPU menjerat para terdakwa dengan  dakwaan primair, pasal  2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Serta dakwaan subsider, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Usai membacakan dakwaan, hakim ketua dengan tegas dan lantang meminta para  terdakwa agar buka-bukaan menyangkut soal aliran dana kepada pihak-pihak yang diduga  terlibat dalam menikmati anggaran tersebut.

“Saya ingatkan kepada para terdakwa ya, kalian harus buka-bukaan. Ada anggota DPRD terima Rp200 juta ya. Saya minta kalian harus buka di sini, kalau tidak kalian salah orang. Saya ingatkan itu. Kalian ini sudah tergelincir sebenarnya. Tapi tidak apa-apa, buka saja lah. Mau bupati terima atau sapa terima uang, buka saja, kalau kalian tidak buka kalian salah orang,” tandas ketua majelis hakim.

Usai mendengarkan dakwaan JPU, majelis hakim kemudian menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda eksepsi/keberatan dakwaan JPU dari kuasa hukum terdakwa. (S-26)