AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku, Achmad Atamimi menegaskan jika isi dakwaan kasus dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Namlea, Kabupaten Buru, dengan terdakwanya Ferry Tanaya sudah berdasarkan fakta.

“Isi dakwaan sudah berdasarkan fakta, dimana dalam dakwaan itu JPU menyebut, lahan seluas 48.645 meter persegi tidak memiliki hak menerima ganti rugi pada bidang tanah dikawasan tersebut, mengingat status tanah adalah tanah erfpacht dengan pemegang hak almarhum Zadrach Wakano yang meninggal di tahun 1981,” tandas Atamimi, saat menyampaikan repliek atau tanggapan atas eksepsi atau pembelaan yang disampaikan terdakwa Ferry Tanaya melalui tim kuasa hukumnya, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (18/5).

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Pasti Tarigan ini, JPU tetap mempertahankan isi dakwaan yang sebelumnya dibacakan dalam sidang, sebagai jawaban atas eksepsi yang diajukan pihak Ferry Tanaya.

Menurut Attamimi, ditahun 1985 ahli waris Zadrach Wakano melakukan transaksi dengan Ferry Tanaya, padahal sesusi ketentuan UU, tanah erfpacht tidak bisa dipindah tangankan, baik kepada ahli waris atau pihak lain. Setelah  pemegang hak meninggal, maka selesai sudah, hak atas tanah itu dan dikembalikan haknya ke negara.

Namun berdasarkan fakta yang ada Ferry Tanaya justru menerima ganti rugi dari pihak PLN yang berakibat menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 6.081 miliar.

Baca Juga: Ahli Waris Lahan Eks Hotel Anggrek Polisikan Dirut PLN

Atas Dakwaan tersebut Ferry Tanaya melalui Kuasa Hukum Henry Yosodiningrat mengajukan keberatan, kuasa hukum meminta majelis hakim mempertimbangkan objek perkara (lahan) yang sedang dilangsungkan sidang perdata di PN Namlea, Kabupaten Buru.

Melihat dalam dakwaan, JPU menyebut terdakwa tidak berhak atas tanah, dan tidak berhak menerima ganti rugi sebesar Rp 6,081 miliar.

Menurutnya, proses perdata masih bergulir di PN Namlea, sehingga jaksa tidak bisa menentukan berhak atau tidaknya lahan dimaksud.

“Majelis Hakim harus mempertimbangkan hal ini, untuk menyatakan berhak ataukah tidak  atas tanah dimaksud dan berhak ataukah tidak menerima ganti rugi atas pembebasan lahan tersebut haruslah diuji terlebih dulu lewat jalur perdata. Dan saat ini, sedang berlangsung perdatanya di PN Namlea,” ujar Yosodiningrat.

Dijelaskan, merujuk pada peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 Pasal 1 yang menuliskan bahwa, apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum, antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan untuk menunggu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang ada atau tidaknya hak perdata.

Usai mendegar repliek, Majelis Hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda putusan atas eksepsi. (S-45)