PROSES penyidikan terhadap dugaan korupsi pekerjaan jalan Rambatu-Manusa, Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) masih terus berlanjut di Kejati Maluku.

Kini penyidik Kejati Maluku telah mengantongi hasil audit kerugian negara kasus  dugaan korupsi tersebut dari Inspektorat Provinsi Maluku sekitar lebih dari Rp 7 milliar.

Dalam kasus ini, penyidik Kejati Maluku sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu, dua orang dari pihak swasta masing-masing GS dan RR, serta satu dari PNS PUPR berinisial JS.

Ketiga tersangka itu harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan proyek tahun 2018 itu karena hingga kini terbengkalai, padahal anggaran Rp 31 miliar bersumber dari APBD 2018 telah cair 100 persen.

Menurut Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba penetapan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi ini setelah tim penyidik menemukan adanya bukti yang kuat peran dari ketiga orang tersangka ini.

Baca Juga: Inflasi di Musim Ramadhan

Penetapan tiga tersangka kasus dugaan korupsi jalan Inamosol ini, berdasarkan fakta-fakta yang sudah sangat kuat.

Proyek jalan Inamosol sepanjang 24 kilometer ini dikerjakan sejak September 2018 lalu. Hingga kini terbengkalai padahal anggaran Rp 31 miliar bersumber dari APBD telah cair 100 persen.

Proyek jalan Inamosol adalah satu bentuk perhatian pemerintah yang terus menggenjot pembangunam infrastruktur di Indonesia, khususnya di Provinsi Maluku.

Hal ini bertujuan demi mendorong konektivitas antar wilayah. Namun di antara sejumlah proyek tersebut, tak sedikit yang masih menyisakan polemik di tengah masyarakat.

Entah itu proyeknya tak tuntas dikerjakan maupun persoalan lainnya.

Padahal pembangunan infrastruktur salah satunya adalah jalan memberikan peranan yang sangat penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat nasional maupun daerah, serta mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan tentunya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tentunya, pemerintah harus mengambil langkah tegas dan tidak boleh diam. Perbuatan korupsi dan ketidakmampuan (kekurangan ketrampilan) adalah penyebab utama keadaan lemah infrastruktur di Indonesia.

Korupsi, apa pun bentuk dan modusnya, adalah kejahatan kemanusiaan. Tidak hanya merugikan keuangan negara, korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Karena itulah korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa pula.

Hal lain yang tak kalah penting ialah menggencarkan sosialisasi tentang pencegahan korupsi, baik kepada dunia usaha, kepala daerah, maupun para anggota dewan. Apalagi, berdasarkan kasus yang ditangani KPK, modus penyuapan sering melibatkan ketiga pihak itu. Padahal, meski bukan berasal dari anggaran negara, pemberian hadiah atau gratifikasi dan suap dikategorikan sebagai korupsi.

Selain itu, perlu ditingkatkan keterlibatan aparatur pengawas internal pemerintah. Jangan diam, apalagi ikut membiarkan, bila terjadi penyelewengan pembangunan infrastruktur. Karena itu, perlu dipertimbangkan agar aparatur pengawasan tidak berada di bawah kekuasaan kepala daerah, hendaknya menjadi lembaga independen. Tidak kalah pentingnya ialah menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada para koruptor infrastruktur. Mereka telah mematikan harapan rakyat untuk hidup lebih sejahtera.(*)