AMBON, Siwalimanews – Akhirnya Kejaksaan Tinggi Maluku bicara terbuka soal progres pengusutan kasus penyalahgunaan anggaran proyek air bersih di Pulau Haruku.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengakui, tim Kejati yang menijau langsung proyek tersebut ke Pulau Ha­ruku, dipimpin oleh jaksa pi­dana khusus, Ajid Latuconsina.

Mereka ke sana, kata Kareba, auntuk mengumpulkan bukti pelanggaran hukum dalam proyek air bersih yang dilapor­kan masyarakat di Haruku.

“Benar tim sudah turun guna melakukan on the spot ke Ha­ruku, menindaklanjuti laporan masyarakat. Jadi tim yang turun ini melakukan pul data pul baket untuk selanjutnya mengetahui apa ada pelangga­ran hukum, sekaligus menentu­kan status kasus,” ungkap Kareba kepada Siwalima di ruang kerjanya, Senin (27/3).

Proyek yang dibiayai dengan dana pinjaman PT SMI sebesar 12,4 miliar ini hingga saat ini tak dapat dinikmati masyarakat.

Baca Juga: Kasus Korupsi Jalan Inamosol Rugikan Negara 7 M

On the spot ke Haruku itu, lanjut Kareba, untuk melakukan pengum­pulan data atau keterangan.

“Jadi ini masih pengumpulan data atau keterangan, atau pul data dan pul baker,” ujarnya sembari belum mau berkomentar lebih jauh terkait kasus air bersih Haruku ini.

Ahli Periksa

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyelidik Kejaksaan Tinggi Ma­luku itens bekerja menggali bukti-buk­ti adanya dugaan korupsi pro­yek air bersih Haruku, yang mang­krak.

Proyek yang dibiayai dengan da­na pinjaman PT SMI sebesar 12,4 miliar ini hingga saat ini tak dapat dinikmati masyarakat.

Alhasil, tim penyelidik Kejati Maluku, bersama Dinas PUPR dan ahli dari Fakultas Teknik UKIM, turun memeriksa secara langsung proyek air bersih tersebut di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Informasi yang berhasil diperoleh Siwalima, tim penyelidik Kejati Maluku bersama Dinas PUPR dan ahli dari Fakultas Teknik UKIM turun langsung memeriksa proyek air bersih tersebut pada lima lokasi di Pulau Haruku.

“Jadi tim jaksa bersama dengan Dinas PUPR ada 2 orang dan ahli dari akademisi Fakultas Teknik UKIM turun pekan lalu di Haruku periksa proyek air bersih pada 7 titik di pulau Haruku itu,” ujar sumber yang meminta namanya tak diko­rankan kepada Siwalima, Sabtu (25/3).

Kata sumber itu, tim jaksa, ahli dan Dinas PUPR turun pada Jumat lalu, tim telah melakukan pemeriksaan pada lima lokasi yaitu, Kailolo, Peluaw, Naama, Naira dan Wassu.

“Dari lima lokasi ini tidak tahu ini ahli menghitung kontrak. Dan infor­masinya itu menghitung semua. Itu bagus berarti kerugian negaranya besar. kalau kontrak itu ada tujuh lokasi, dua lokasi yaitu Rohmoni dan Kebauw. Di Rohomoni juga awalnya mesin bautnya sudah di lokasi tetapi tiba-tiba tidak ada,” tuturnya.

Jika diaudit untuk lima lokasi proyek air bersih tersebut, lanjut sum­ber ini, maka kerugian negara­nya pasti besar. karena anggaran 12,4 miliar hanya untuk lima lokasi saja maka tentu saja kerugian ne­garanya besar.

“Karena pipa-pipa yang ditanam itu tidak sesuai dengan spek, misal­nya untuk 4 inci hanya dipasang 3 inci saja,” katanya.

Sebelumnya, Kareba yang dikon­firmasi Siwalima mengatakan, bah­wa kejaksaan tidak ada yang turun ke Haruku. “Tidak ada,” ujarnya singkat.

Sebelumnya kepada Siwalima di ruang kerjanya, pekan lalu, Kareba mengungkapkan, belum ada infor­masi yang diperolehnya.

“Saya belum dapat informasi dari dalam,” katanya singkat.

Harus Tuntas

Langkah Kejati Maluku yang turun melihat langsung fisik peker­jaan pembangunan proyek air bersih di Kecamatan Pulau Haruku me­rupakan langkah maju dalam peng­usutan kasus tersebut.

Praktisi hukum, Munir Kairoty mengingkatkan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk konsisten dan harus proyek air bersih ini tuntas jangan sampai mandek di tengah jalan.

Kata dia, langkah ini tidak boleh hanya sampai dengan pengecekan ke lokasi oleh kejaksaan saja, me­lainkan harus diikuti dengan konsis­tensi Kejati untuk mengungkap ka­sus dugaan korupsi proyek milia­ran rupiah ini hingga tuntas.

Pasalnya, tidak ada pilihan lain bagi Kejaksaan Tinggi Maluku se­lain membawa kasus ini hingga ke pe­ngadilan Tindak Pidana Korupsi un­tuk disidangkan, agar publik Ma­lu­­ku dapat percaya kepada kejaksaan.

“Kalau sudah turun maka ini menujukan Kejaksaan punya per­hatian terhadap masalah air bersih di pulau haruku itu jadi patut di apresiasi tetapi persoalan ini harus naik ke meja hijau,” ungkap Kairoty saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan lalu.

Dijelaskan, tugas Kejaksaan Ti­nggi Maluku hanya memastikan bahwa telah ada kerugian negara dalam pembangunan proyek air bersih di Pulau Haruku, sedangkan terkait dengan adanya kesalahan dalam kasus tersebut merupakan kewenangan pengadilan.

Setelah kembali dari lokasi, ung­kap dia, Kejaksaan Tinggi Maluku harus transparan kepada masyara­kat sebagai bentuk kontrol terhadap penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi pembangunan pro­yek air bersih di Pulau Haruku.

Jangan Mau Diintervensi

Terpisah, aktivis Laskar Anti Ko­rupsi, Roni Aipassa menyambut baik upaya Kejaksaan Tinggi Ma­luku yang turun dan melihat lang­sung fisik pekerjaan pembangunan proyek air bersih di Pulau Haruku yang menghabiskan anggaran 12.4 miliaran rupiah itu.

Menurutnya, ketika penegak hukum turun ke lokasi proyek maka menujukkan adanya serius kejaksaan untuk mengungkap dalang dari kasus dugaan korupsi dan menjadi salah satu alat bukti dalam mene­tapkan tersangka.

“Ini langkah baik yang ditun­jukkan dan kalau Kejaksaan Tinggi sudah turun, maka yang pasti penyidik sedang mencari alat bukti,” ujarnya.

Aipassa pun mengingatkan Kejak­saan Tinggi Maluku untuk tetap konsisten dan tidak mau diinter­vensi oleh siapapun, yang bertujuan untuk menghambat penegakan hu­kum dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara tersebut.

Harus Jadi Atensi

Proyek air bersih SMI Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, harus menjadi atensi dan perhatian Kejati Maluku.

Pasalnya, nilai anggaran yang digelontarkan bagi proyek air bersih tersebut sangatlah fantasistik men­capai Rp12,4 miliar, sehingga sudah seharusnya atensi kejaksaan meng­usut tuntas kasus tersebut.

Demikian dikatakan staf pengajar Fakultas Hukum Unpatti, Remon Supusepa, kepada Siwalima, mena­nggapi berlarut-larutnya penanga­nan kasus tersebut.

Dalam proses penegakan hukum, lanjut Supusepa, jaksa memiliki ke­wenangan sebagai penyidik dalam aturan pelaksana KUHP maupun UU kejaksaan.

Selain harus menjadi atensi, juga diperlukan keseriusan lembaga ­pe­negak hukum ini untuk meng­usutnya.

“Dalam perkara tipikor tidak ada pembedaan, mungkin dari aspek jumlah kerugian negara yang sangat besar, sehingga perlu ada pena­ngangan secara khusus tetapi sebe­narnya tergantung keseriusan untuk menangani perkara,” ungkap Supu­sepa melalui telepon selulernya, Kamis (16/3).

Menurut Supusepa, biasanya un­tuk penangangan kasus dugaan tindak pidana korupsi berkaitan erat dengan diskoordinasi fungsional penyidik, artinya terdapat tarik me­narik kepentingan antara penyidik.

Tidak menjadi rahasia umum lagi dimana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi sering kali untuk kasus-kasus dengan nilai kerugian negara yang besar mengalami per­lambatan, dibandingkan dengan kasus yang kecil.

Hal ini disebabkan dari sisi internal, lanjut dia, berkaitan dengan menemu­kan bukti yang sulit didapat oleh penyidik sehingga membuat lambat.

Sedangkan dari sisi eksternal, yang berasal dari luar yang mem­pe­ngaruhi proses penegakan hukum itu. Pengaruh eksternal inilah yang seharusnya dijaga agar jangan sam­pai insitusi penegak hukum yang ha­rusnya memilih fungsi untuk menge­jar kerugian negara, terhambat kare­na lebih dominannya faktor eksternal.

Dalam kaitan dengan kasus du­gaan korupsi SMI, Supusepa mene­gaskan, kasus ini seharusnya men­jadi atensi Kejaksaan Tinggi Maluku untuk segera melakukan ekspos terhadap perkara.

Supusepa pun berharap Kejak­saan Tinggi Maluku dapat fokus dan serius untuk mengusut dugaan ko­rupsi SMI yang saat ini telah men­jadi penge­tahuan semua masyarakat Maluku maupun secara nasional. (S-10)