Jaksa Klaim Kasus Ruko Pasar Mardika Masih Lidik
AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku mengklaim kasus dugaan korupsi Penyelewengan dan pengelolaan Ruko Pasar Mardika Ambon masih penyelidikan.
Hal ini diungkapkan Kasi Penkum Kejati Maluku, Ardy Danari kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (5/1) menanggapi isu kasus ini lambat ditangani.
Ardy mengaku, kasus pasar Mardika masih penyelidikan, lantaran masih berkutat dengan masalah perdata yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Ambon.
“Masih tetap di tingkat penyelidikan sebab ada beberapa hal yang harus dipastikan sehingga kami tak bisa terburu-buru. Selain itu ada juga yang sementara digugat perdata dan sementara di persidangkan,” kata Ardy.
Sebelumnya, tim jaksa penyelidik Kejati Maluku telah mengagendakan pemanggilan sejumlah saksi guna dimintai keterangan dalam perkara dugaan korupsi dan penyelewengan dana pengelolaan ruko Pasar Mardika Ambon yang dikelola PT Bumi Perkasa Timur pada 2022-2023.
Baca Juga: Waspada, CorruptorsAgenda pemanggilan para pihak ini telah dilakukan jaksa dengan cara menyurati mereka guna hadir di Kantor Kejati Maluku dalam rangka memberikan keterangan.
Munculnya perkara dugaan korupsi dan penyimpangan dana pengelolaan ruko di Pasar Mardika Ambon ini dimulai dari DPRD Maluku yang membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mardika.
Hasil kerja pansus menemukan adanya 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT BPT sebesar Rp18.840.595.750.
Dari keseluruhan anggaran itu, PT BPT hanya menyetor ke Pemprov Maluku sesuai perjanjian kerja sama pemanfaatan antara Pemprov dengan pihak perusahaan sebesar Rp5 miliar dan pada 2022 hanya disetorkan Rp250 juta ke kas pemprov dan Rp4.750.000.000 pada 2023.
Pansus DPRD Maluku juga menemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko milik Pemprov yang dimenangkan PT BPT.
Selain itu tindakan yang dilakukan manajemen PT BPT dalam menarik uang sewa ruko dari para pemilik SHGB diduga merupakan perbuatan melawan hukum.
Kemudian mekanisme tender oleh Pemprov Maluku melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk pengadaan Barang dan Jasa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerjasama dibuat di hadapan notaris Roy Prabowo Lenggono nomor 21 tanggal 13 Juli 2022 dinilai tidak memenuhi persyaratan subjektif maupun objektif sahnya suatu perjanjian yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. (S-26)
Tinggalkan Balasan