Jadi Tersangka, Kepsek SMPN 9 Praperadilan Kejari

AMBON, Siwalimanews – Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa tidak menerima dirinya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Negeri Ambon, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2023.
Lona melalui kuasa hukumnya Jhon Michael Berhitu, Suherman Ura, Victor Ratuanik dan Dewinta Isra Wally kembali mengajukan gugatan pra peradilan terhadap Kejaksaan Negeri Ambon.
Pasalnya Lona menganggap penetapan status tersangka yang dilakukan lagi oleh Kejaksaan Negeri Ambon terhadap dirinya tidak sah dalam hal tindakan upaya paksa.
Gugatan praperadilan Lona Parinussa telah didaftarkan tim kuasa hukumnya pada Senin (3/3) dan terdaftar dengan nomor 5/Pid.Pra/2025/PN.Amb.
Kepada Siwalima, Senin (3/3) kuasa hukum Lona, John Berhitu mengungkapkan, Pemohon (Lona Parinussa-red) telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-01/Q.1.10/Fb.2/02/2025 tanggal 27 februari 2025 atas Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Nomor: Print- 07/Q.1.10/Fd.2/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan dana BOS SMP Negeri 9 Ambon Tahun Anggaran 2020 s/d Tahun 2023.
Baca Juga: Leleury-Wamesse Belum Diperiksa, Polisi Jangan Tebang PilihLona disangkakan dengan pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ayat 1 ke 1.
Bahwa tindakan termohon dalam melakukan penyidikan dengan Nomor : Print- 07/Q.1.10/Fd.2/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 melanggar serta tidak melaksanakan isi dari putusan Praperadilan Nomor 14/Pid.Pra/2024/PN.Amb, dimana sampai saat pemohon ditetapkan tersangka oleh termohon pelaksanaan Putusan Praperadilan Nomor 14/Pid.Pra/2024/PN.Amb belum dilaksanakan oleh Termohon.
“Bahwa Termohon (Kejari Ambon-red) melakukan upaya paksa berkaitan dengan tindakan penyidikan dengan Nomor: Print- 07/Q.1.10/Fd.2/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 tanpa melalui suatu prosedur Tindakan Penyelidikan.
Dalam hal penyelidikan perkara a quo termohon tidak meminta lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan audit investigasi terhadap perkara aquo hal ini justru bertentangan dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia Nomor : KEP-005/AAIPI/DPN/2014 tanggal 24 April 2014 Tentang Pemberlakukan Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia, dan Pedoman Telaah Sejawat Auditor Intern Pemerintah Indonesia pada Huruf B angka 17 yang menjelaskan pada pokoknya bahwa Audit Dengan Tujuan Tertentu adalah audit yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar audit keuangan dan audit kinerja.
Dikatakan, termohon (Lona Parinussa dan saksi-saksi tidak pernah diundang dalam serangkaian proses penyelidikan oleh termohon. Tindakan termohon sebagaimana disebutkan diatas sangatlah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP, yang menerangkan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Menurutnya, upaya paksa yang dilakukan termohon atas diri pemohon berkaitan dengan tindakan penyidikan dengan Nomor : Print- 07/Q.1.10/Fd.2/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 tanpa melalui suatu prosedur hukum yang sah.
“Dimana Termohon pada tanggal 27 Februari 2025 melakukan upaya paksa terhadap pemohon berupa penjemputan paksa di rumah pemohon, bukan hanya dilakukan oleh termohon, namun dilakukan oleh anggota TNI. Penjemputan paksa yang dilakukan Termohon bersama anggota TNI hanya berdasarkan surat panggilan ke-3 yang dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Ambon pada tanggal 24 Februari 2025.
Tindakan termohon jelas melanggar prosedur serta bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga sudah sepatutnya tindakan penyidikan oleh termohon dapat dinyatakan tidak sah dan natal demi hukum.
Dengan demikian, penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon tidak didasarkan dengan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
Bahwa termohon dalam menggunakan alat bukti untuk menjadikan termohon sebagai tersangka, menggunakan alat bukti yang tidak sah dimana cara peroleh dan cara menggunakan alat bukti yang digunakan oleh Termohon menggunakan alat bukti dalam perkara Praperadilan nomor 14/Pid.Pra/2024/PN.Amb yang telah diputus dan dinyatakan sah.
Pemohon lanjut tim kuasa hukum, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-01/Q.1.10/Fb.2/02/2025 tanggal 27 februari 2025 yang bermuara pada Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Nomor : Print- 07/Q.1.10/Fd.2/10/2024 tanggal 28 Oktober 2024 tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP Negeri 9 Ambon Tahun Anggaran 2020 s/d Tahun 2023.
faktanya penetapan pemohon sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP Negeri 9 Ambon Tahun anggaran 2020 sampai 2023 dengan sangkaan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasall 55 Ayat (1) Ayat 1 ke 1 KUHP tidak didasarkan adanya penghitungan kerugian keuangan negara berdasarkan hasil audit/dihitung dan declare oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Sehingga menurut kuasa hukum, penetapan tersangka tidak didasarkan pada pemenuhan 2 alat bukti sesuai pasal 184 ayat (1) KUHAP, sehingga harus dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Maluku yang dikonfirmasi terkait hal tersebut mengungkapkan. Surat edaran yang dimaksud tim pengacara Lona Parinussa adalah surat edaran Kejaksaan Agung khusus untuk perkara pidana.
“Surat edaran tersebut untuk pidana umum jadi bisa dikatakan itu hanya berlaku untuk perkara pidana umum saja, dan tidak berlaku untuk pidana khusus. Selain itu untuk perkara Lona Parinussa ini belum masuk dalam tahap 1. Dan jaksa peneliti belum menerima berkas perkaranya, jadi tidak ada masalah,” ungkapnya.
Ditahan
Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri Ambon menahan Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa dan dua bendaharanya, Mariance Latumeten dan Yuliana Puttileihalat.
Mereka ditahan atas kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran dana BOS tahun 2020- 2023.
Penahanan ini dilakukan setelah penyidik Kejari Ambon menetapkan ketiganya sebagai tersangka dan selanjutnya ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Ambon, Kamis (27/3).
Dari hasil pemeriksaan, tim penyidik Kejari Ambon menemukan dugaan bukti korupsi sehingga akhirnya menetapkan Kepsek dan dua bendaharanya sebagai tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Ardiansyah dalam keterangan pers kepada wartawan mengungkapkan, pihaknya telah melakukan upaya hukum berupa jemput paksa terhadap Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa (LP).
Langkah itu dilakukan karena yang bersangkutan sudah tiga kali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi namun tidak pernah hadir.
“Hari ini kita lakukan penegakan hukum dengan melakukan upaya paksa, dengan membawa LP ke Kejaksaan Negeri Ambon untuk segera menuntaskan proses penyidikan yang ditangani di Kejari Ambon,“ kata Kajari.
Kajari menjelaskan, saat dilakukan upaya panggil paksa, status LP masih sebagai saksi. Namun setelah melalui pemeriksaan dan dikolaborasikan dengan berbagai keterangan lain serta alat bukti, maka penyidik kemudian menetapkan LP sebagai tersangka bersama dengan ML dan YP.
“Saat jemput paksa, LP masih berstatus saksi. Kemudian kita periksa setelah itu kita tetapkan LP sebagai tersangka, dan diikuti dengan saudara ML dan YP,“ ujarnya.
Kajari menyebutkan, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena dalam pengelolaan dana BOS tahun 2020 hingga 2023 tidak melibatkan pihak lain.
Pasalnya, pada tahun 2020 SMPN 9 menerima alokasi dana BOS dari Kementerian Pendidikan sebesar Rp1,4 miliar, tahun 2021 Rp1,5 miliar, tahun 2022 Rp1,4 miliar dan tahun 2023 Rp1,5 miliar.
Kajari menegaskan, dalam penyidikan kasus ini pihaknya telah memeriksa 68 saksi serta bukti surat dan dokumen lainnya sehingga ditemukan fakta bahwa. pengelolaan dana BOS SMP 9 dari tahun 2021-2023 dikelola langsung oleh LP, YP dan ML tanpa melibatkan pihak lain dari sekolah.
Selain itu, dari kurun waktu tahun 2020 sampai 2023 adanya kekurangan pertanggung jawaban berupa pengeluaran belanja fiktif, pembayaran honor guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di sekolah.
Berdasarkan temuan hukum tersebut, negara mengalami kerugian dari perbuatan para tersangka sebesar Rp1.862.769.063,-
“Kegiatan atau belanja yang tidak disertai dengan laporan pertanggung jawaban bukti yang sah dan tidak sesuai peruntukan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.862.769.063, “sebutnya.
Ditetapkan Tersangka
Kepala SMPN 9 Ambon dan dua bendahara sebelumnya pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari pada tanggal 23 September 2024
Tetapi kemudian tersangka Kepsek mengaju praperadilkan ke Pengadilan Negeri Ambon, dan pada 23 oktober 2024 hakim memutuskan membatalkan penetapan tersangka, sehingga Kejari membebaskan LP.
Namun tak lama setelah putusan praperadilan itu, tanggal 28 Oktober 2024 kejari kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru untuk mengusut kasus ini. (S-29)
Tinggalkan Balasan