AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku, Achmad Atamimi membe­berkan peranan eks Kadis PUPR Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Adrianus Sihasale, ter­sangka dalam kasus korupsi pro­yek pembangunan Taman Kota Saumlaki.

Sidang yang digelar secara online di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Rabu (21/6) dipimpin majelis hakim yang diketuai Jenny Tulak. Sihasale tidak sendiri, dua anak buahnya yakni Frans Yulianus Pelamonia selaku penga­was dan Willma Fenanlabir selaku PPTK turut duduk dikursi pesakitan.

JPU menyebutkan, pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam kontrak, seperti tidak membuat as built drawing, melakukan pemasangan paving block yang tidak sesuai kontrak, tidak melaksankan pekerjaan timbunan sirtu, tidak membuat lapotan progres pekerjaan dan laporan bulanan serta melakukan pembayaraan dengan jumlah yang tidak sesuai kontrak.

“Terdakwa tetap melakukan pembayaran atas item pekerjaan yaitu pemasangan paving blok yang tidak sesuai kontrak pengadaan, terdakwa juga menandatangani berita acara penyelesaian pekerjaan dalam bentuk berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan 100 persen, padahal kenyatanya, perkerjaan di lapangan tidak sesuai,” ucap Atamimi saat membaca dakwaannya dihadapan majelis hakim.

JPU juga mengungkap peran dari tiga terdakwa lain, yakni PPATK Willma Fenanlampir yang tidak cermat dalam proses penyusunan amandemen kontrak, yang mana ternyata ada penambahan item pekerjaan pemasangan batu karang yang hanya memuat harga satuan tanpa disertai volume.

Baca Juga: Kasus Baliho tak Jalan, LIRA Kritik Kinerja Kejati Maluku

Selanjutnya terdakwa Frans Pelamonia selaku pengawas tidak membuat dokumentasi dan kertas kerja ketika melakukan perhitungan, dalam rangka perubahan desain dan volume yang dimintakan penyedia, serta membiarkan penyedia memasang paving blok tidak sesuai kontrak.

Sementara untuk tersangka Hartanto Hoetomo selaku kontraktor, tidak melaksanakan pekerjaan pembangunan sesuai ketentuan yang berlaku.

Akibat dari perbuatan para tersangka ini, negara dirugikan sebesar Rp 1.035.598.220,92 akibat dari perubahan pekerjaan yang menambah biaya. “Pembayaran yang seharusnya dibayarkan ke penyedia barang dan jasa sebesar Rp.2.984.823.271,36 namun realisasi sebesar Rp.4.020.421.492,28,” bebernya.

Usai mendengar dakwaan jaksa, majelis hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengar keterangan saksi-saksi. (S-45)