AMBON, Siwalimanews – Dalam suatu kasus tindak pidana korupsi, pe­ng­embalian kerugian ne­gara tidak lantas meng­hapus proses hukum pe­lakunya.

Praktisi hukum, H.IAR Rumalean mengatakan, sesuai dengan keten­tuan dalam Pasal 4 Undang Undang No­mor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi, pe­ngembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapus dipidananya pela­ku tindak pidana korupsi. Manfaat pengembalian keuangan negara hanya untuk meringankan huku­man­nya saja di pengadilan jika kasus tersebut sudah sampai di peng­adilan. “Itu juga merupakan kewe­nangan hakim untuk menentukan,” kata Rumalean  kepada Siwalima, Rabu (24/11).

Rumalean yang disertasi doktor­nya tentang korupsi di Unhas meng­ungkapkan, suatu perbuatan pidana yang diduga suatu kejahatan, penye­lewenangan, manipulasi, spekulasi sudah merupakan suatu perbuatan percobaan melakukan tindak pidana korupsi.

“Jadi apapun penyelewengan mani­pulasi spekulasi. Itu sudah merupakan perbuatan pidana yang merupakan suatu kejahatan luar biasa, atau extra ordinary. Kalau istilah beta itu kejahatan luar binasa. Karena dilakukan oleh suatu orga­nisasi yang terorganisir, diantara mereka-mereka yang diduga terlibat. Itu tidak bisa tawar-menawar karena ini suatu kejahatan yang terstruktur. Sehingga tugas aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan harus terbuka dan transparan untuk me­ngungkapnya,” ujar Rumalean.

Ketua DPD Ikadin Maluku ini menegaskan, dalam tindak pidana korupsi tidak mengenal adanya istilah perdamaian, sehingga per­bua­tan hukum yang telah dilakukan, harus tetap diproses.

Baca Juga: Setelah Jaksa Garap ASN Dewan Kota, Giliran Pimpinan

Ditanya soal ada upaya pengem­balian kerugian negara oleh pimpi­nan dewan, Rumalean mengatakan, proses pidana terhadap yang ber­sangkutan tetap berjalan, lantaran perbuatan korupsinya sudah terjadi meski akhirnya uang negara di­kembalikan. Karenanya, tambah dia, tidak ada alasan bagi jaksa untuk tidak melanjutkan proses hukum tindak pidana korupsi itu.

“Saya punya disertasi S3 me­nyangkut tindak pidana korupsi. Suatu perbuatan pidana atau du­gaan tindakan pidana, dalam Un­dang Undang Hukum Pidana, tidak ada istilah perdamaian. Ini per­buatan jahat mengambil uang rakyat, merampas uang rakyat. Berfoya-foya berleha-leha dengan uang rakyat malu nggak. Ini harus tetap diproses,” jelasnya.

Dia juga mengingatkan jaksa un­tuk menyamanan visi dalam rangka penegakan hukum terutama dalam kasus ini, dengan menghindari ada­nya pesan sponsor. Di sisi yang lain, Kejari Ambon dituntut untuk mencari aktor intelektualnya, karena yang baru dikejar hanya para staf Sekretariat DPRD Kota Ambon

“Jaksa harus cari aktor intelek­tualnya, kan yang baru ini kan istilah kuli-kuli bawang. Atau kalau main catur ini baru pion-pion, belum raja, belum kuda dan lain-lain. Ini yang perlu digali oleh aparatur aktor intelektualnya, agar supaya orang yang berbuat itu jadi efek jera. Apa­lagi pimpinan dewan itu sendiri,” tegasnya.

Di sisi lain, menurutnya jika ada upaya pengembalian uang negara, itu berarti indikasi terbukti mereka telah melakukan tidak pidana korupsi.

“Ini yang kembalikan itu uang negara ini bukan uang pribadi. Jika pengembalian uang negara itu me­nurut beta indikasi terbukti melaku­kan tindakan korupsi. Karena ini tanda-tanda kebinggungan. Ketaku­tan seakan-akan ini tidak benar. Sok suci. Soal nanti meringan hukuman itu soal pengadilan jika kasus ini sudah sampai di pengadilan,” katanya lagi.

Ia juga berharap, jaksa bertindak jujur, transparan dan akuntabel dalam mengusut kasus dugaan ko­rupsi penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon yang merugikan negara Rp5,3 miliar.

Tak Hapus Pidana

Hal senada juga diungkapkan, praktisi hukum Gideon Batmomolin. Ia merasa kecewa dengan perbuatan penyimpangan yang sengaja dila­kukan oleh oknum pimpinan DPRD Kota Ambon. Karenanya dia me­minta mereka harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Walaupun, para pelaku tindak pidana mengembalikan uang yang didapat dari hasil penyalahgunaan keuangan negara, tetapi tidak meng­hapus sifat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pimpinan DPRD,” tegasnya.

Artinya, penyidik Kejari Ambon harus tetap menjalankan tugas penyelidikan dan penyidikan terha­dap semua pihak hak yang terlibat termasuk pimpinan DPRD Kota Ambon, sebab tidak satu pun warga negara yang kebal terhadap hukum.

“Secara hukum kalau pengem­balian uang itu dilakukan dengan itikad baik sebelum proses hukum dilakukan, maka tidak perlu diproses, tetapi kalau pengembalian uang saat proses sedang berlangsung, maka tidak ada alasan bagi jaksa untuk menghentikan kasus tersebut,” tegas Batmomolin.

Menurutnya, Kejari Ambon harus belajar dari kasus pimpinan DPR yang kemudian ditangkap karena melakukan tindak pidana korupsi, artinya siapapun dia yang mela­kukan tindak pidana termasuk pimpinan DPRD, wajib diperiksa dan diproses hukum.

“Jaksa harus proses pimpinan dan anggota DPRD kalau memang ter­libat jangan sampai masyarakat berfikir ada kedekatan sehingga pimpinan DPRD tidak diproses,” ujar Batmomolin.

Karena itu, Batmomolin meminta jaksa untuk tetap konsisten mela­kukan pengusutan terhadap kasus ini agar diketahui pihak-pihak yang turut menikmati uang rakyat tersebut.

Sementara itu, praktisi hukum Paris Laturake juga menegaskan jika pengembalian uang negara tidak menghapus perbuatan pidana yang telah dilakukan pimpinan maupun anggota DPRD.

“Yang pasti pengembalian uang negara tidak menghapus perbuatan pidana sehingga proses harus tetap jalan,” tegas Laturake.

Kejari Ambon tambah dia, harus konsisten untuk mengusut kasus ini agar tidak menimbulkan preseden buruk dalam penegakan hukum di Maluku apalagi dinilai kerugian negara cukup besar dalam kasus penyalahgunaan keuangan negara di lingkungan DPRD Kota Ambon.

Laturake juga mendesak Kejari Ambon untuk memanggil dan memeriksa semua pihak, termasuk pimpinan DPRD agar diketahui pelaku-pelaku kejahatan yang menikmati uang negara tersebut.

Sementara itu, Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua yang dikon­firmasi terkait dengan pengembalian uang negara oleh pimpinan DPRD, memilih bungkam. Pesan singkat yang dikirim kepadanya, hanya dibaca namun tidak direspon.

Pasti Diperiksa

Sebelumnya, staf pengajar Fakul­tas Hukum Unpatti, Diba Wadjo, yakin pimpinan DPRD Kota Ambon, tetap akan diperiksa penyidik Kejari Ambon.

Kepada Siwalima, Selasa (23/11). Wadjo mengatakan, proses menuju pemeriksaan tiga pimpinan dewan, harus dimulai dari pengambilan keterangan staf-staf yang sementara dilakukan jaksa.

“Secara hukum, langkah Kejari dalam mengusut kasus ini sudah tepat, kejaksaan akan mengali dulu keterangan dari staf-staf di Sekre­tariat DPRD Kota Ambon, baru kemudian pimpinan dewan,” jelas Wadjo.

Ia yakin, Kejari akan memeriksa pimpinan DPRD Kota Ambon, karena jelas-jelas nama mereka tertulis dalam temuan BPK tersebut. “Dari sisi prosedur penyelidikan hukum, permintaan keterangan harus lebih awal dilakukan bagi staf-staf Sekretariat DPRD Kota Ambon,” tandasnya.

Menurut Wadjo, prinsip atau asas penting dari suatu negara hukum ialah, asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law, dimana asas tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara bersa­maan kedudukannya di hadapan hu­kum dengan tidak ada pengecualian.

Karena itu, Wadjo yakin sungguh, Kejari tetap akan memeriksa pim­pinan DPRD. Pun dia memberi apresiasi bagi kejaksaan yang mau menegakan hukum, dengan me­ngusut kasus ini.

Sebagaimana diberitakan, dalam kasus dugaan penyalahgunaan ang­garan DPRD Kota Ambon Tahun 2020, diketahui Ketua DPRD Ely Toisuta, yang paling banyak kecip­ratan rejeki tak lazim itu.

Dari total temuan BPK senilai Rp5.293.744.800, Ely diketahui diberi jatah dalam beberapa kegiatan fiktif. Selain Ely, dua wakil pimpinan, Rustam Latupono dan Gerald Mai­loa, juga ikut menikmatinya.

Tapi sebagai ketua, tentu saja Ely dapat jatah yang lebih besar, diban­ding dua sohibnya yang hanya menjabat sebagai wakil ketua.

Bahkan nama Ely oleh BPK ditulis secara terang benderang pada te­muan tersebut, disertai nilai uang yang dinikmatinya selama ini.

Nama Kajari

Seperti diberitakan, nama Kajari Ambon Dian Fris Nalle, sempat dicatut Ketua DPRD Ambon Ely Toisuta, saat memimpin pertemuan rahasia, dengan melibatkan seba­gian besar Anggota DPRD Kota, yang digelar di Hotel The Natsepa, Rabu (3/11) malam.

Sumber Siwalima di DPRD Kota Ambon yang ada di ruangan perte­muan menyebutkan, setelah berbi­cara banyak, Ely meminta agar anggota dewan solid dan satu hati agar masalah yang melilit lembaga wakil rakyat itu dapat diselesaikan.

”Menurut ibu ketua, dari hasil konsultasi dengan Kajari Ambon, beliau menitip pesan kalau masalah ini mau selesai, seluruh anggota dewan harus satu hati. Beberapa kali ibu ketua menyebutkan nama pak kajari dalam pertemuan itu,” ujar sumber tersebut.

Namun Kajari Ambon mengaku tetap berkomitmen untuk mengusut adanya temuan BPK di DPRD Kota Ambon senilai Rp5.293.744.800.

“Kita akan bekerja sesuai SOP dan tidak akan pernah terpengaruh de­ngan isu maupun intervensi dari siapapun. Kita akan tetap berkomit­men untuk mengusut temun BPK ini,” tandas Nalle, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (17/11).

Kajari juga menepis adanya informasi atau isu yang beredar di tengah masyarakat bahwa dalam rapat internal DPRD Kota Ambon di Hotel The Natsepa, beberapa waktu lalu, ada pernyataan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta bahwa temuan BPK sudah aman di jaksa.

“Kalau ada informasi yang beredar ditengah masyarakat seperti itu, tidak benar. Jaksa yang mana yang dimaksudkan itu? Kami akan tetap bekerja sesuai SOP,” tegas Nalle.

Sasar Kontraktor

Setelah melakukan pemeriksaan terhadap belasan staf Sekretariat DPRD Kota Ambon, jaksa kembali memeriksa sejumlah pihak yang diduga terlibat.

Rabu (24/11) kemarin, penyidik Kejari Ambon memeriksa dua kon­traktor dan satu staf di Sekretariat DPRD Kota Ambon.

Ketiganya adalah, JK Direktur CV Dua Gandong, RS Direktur CV Surya Abadi Pratama, dan JP yang sese­hari adalah pegawai Setwan DPRD Kota.

Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua kepada Siwalima membe­narkan pemeriksaan dua kontraktor dan staf Setwan DPRD Kota Ambon.

Kata dia, mereka diperiksa dari pukul 10.00 WIT hingga 15.30 WIT dan dihujani 30 pertanyaan.

Kendati begitu, Talakua enggan merinci apa saja yang jadi fokus pemeriksaan jaksa.

Mantan Sekwan

Mantan Sekretaris DPRD Kota Ambon, Elkyopas Silooy dijadwal­kan akan diperiksa hari ini. Silooy yang saat ini menjabat Asisten I Pemerintah Kota Ambon, mestinya diperiksa Senin (22/11) lalu, namun tidak hadir tanpa ada pemberita­huan.

Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua kepada Siwalima, Senin (22/11) membenarkan Silooy tidak memenuhi panggilan jaksa untuk dimintai keterangan, tanpa ada pemberitahuan.

Walau demikian, lanjut Talakua, penyidik telah mengagendakan pemeriksaan Silooy pada hari ini. “Untuk mantan Sekwan ES, penyidik telah mengagendakan untuk dipanggil ulang pada, Kamis (25/11),” tuturnya. (S-19/S-50)