AMBON, Siwalimanews – Proyek pembangunan sarana air bersih yang mangkrak di Pulau Haruku jelas terlihat ada indikasi korupsi, untuk itu para penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan tidak boleh menutup mata melihat hal ini.  

Akademisi Hukum Unpatti Remon Supusepa mengaku, bila dilihat dari kasus posisi sebanarnya, kontraktor harus menyelesaikan proyek sebelum masa waktu Selesai aplagi anggaran yang sudah dicairkan cukup banyak.

“Sebenarnya tanggungjawab ini terletak pada kontraktor atau pihak ketiga,” ungkap Supusepa.

Menurutnya, ketika kontraktor tidak menyelesaikan proyek, maka pasti ada alasannya, namun bila alasan itu tidak didapati Dinas PUPR, maka sudah pasti ada keterlibatan, baik PPK termasuk KPA yang tidak bertanggung jawab dengan kontraktor.

Menurutnya, persoalan yang ada dapat menjadi temuan terkait indikasi dugaan korupsi berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, karena unsur melawan hukum telah dilakukan oleh semua pihak yang terlibat, berkaitan dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa.

Baca Juga: 6 Pelaku Penerbit Surat Rapid dan Genose Palsu Diamankan Polisi

“Jadi unsur melawan hukumnya nanti dilihat dari PP tentang Pengadaan Barang dan Jasa pasti bisa dihubungkan disitu, karena tidak selesai. Jadi bisa saja diarahkan, bahwa proyek tidak selesai berarti pertanggungjawaban hukum melekat pada KPA, panitia, termasuk pengawas,” ujar Supusepa.

Adanya dugaan keterlibatan ini, kata Supusepa harus ditindaklanjuti oleh penegak hukum, artinya penegak hukum harus berperan, karena memang ada indikasi korupsi dalam persoalan ini.

Olehanya, Supusepa mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak boleh menutup mata dari adanya indikasi dugaan korupsi, apalagi indikasi ini merupakan perbuatan pidana yang sudah selesai, karena ditemukan anggaran sisa itu tidak ada realisasi sampai selesai proyek.

“Tidak boleh menutup mata, Itu sudah nyata itu, bahwa proyek tidak selesai. Itu namanya perbuatan pidana sudah selesai karena ditemukan anggaran sisa itu tidak ada realisasi sampai selesai proyek,” cetusnya.

Sementara itu pegiat Laskar Anti Korupsi Roni Aipassa menegaskan, aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh menutup mata dari persoalan ini.

“Memang aparat penegak hukum tidak boleh menutup mata dari persoalan ini,” ujar Aipassa.

Menurutnya, aparat penegak hukum harus meminta keterangan dari Dinas PUPR, sebab merekalah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek senilai 12 miliar itu.

Karena itu, Aipassa mendesak jaksa maupun kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan, guna menemukan alat bukti serta oknum-oknum siapa saja yang terlibat langsung dalam masalah ini. (S-50)