AMBON, Siwalimanews – Dari gambaran hasil audit setahun lalu, diketahui ma­-nejemen RS Sumber Hidup amburadul.

Karenanya, tidak ada jalan lain, selain memperbaiki dan mengevaluasi pengelola dan ditangani oleh orang-orang yang profesional. Hal ini penting dilakukan agar seluruh persoalan yang terjadi dapat ditata dan dikelola dengan baik secara profesional juga.

Mismanejeman bukan baru terjadi di rumah sakit itu, tapi sudah beberapa tahun bela­kangan. Hal itu dibuktikan de­ngan temuan audit yang dila­kukan oleh yayasan kese­hatan atas instruksi Sinode GPM.

Informasi yang dihimpun Siwalima dari dalam menyebut­kan, pihak yayasan kesehatan  dan Sinode GPM pernah melakukan audit keuangan pada rumah sakit itu dan diketahui terjadi kebocoran besar kurun tahun 2019-2020. Kendati demikian sumber itu tidak menyebutkan berapa besar nilai kebocoran.

Dituturkan sumber itu, rumor yang berkembang pasca audit menyebutkan kalau sumber kebocoran itu adalah untuk kepentingan pribadi pimpinan.

Baca Juga: Sairdekut Minta Pemda Kaji Rencana Sekolah Tatap Muka

“Dari hasil audit diketahui terdapat kebocoran anggaran. Tapi rumor yang kami dengar itu kebocoran dilakukan pimpinan untuk kebutuhan pribadi membangun rumah. Tapi entalah yang jelas kebocoran itu pimpinan rumah sakit yang paling tahu,” ujar sumber itu kepada Siwalima Selasa (7/9).

Pelaksana tugas Direktur yang juga merangkap Ketua Yayasan Kesehatan GPM, Elviana Pattiasina sampai sekarang menolak berkomentar perihal amburadulnya manajemen di rumah sakit.

Siwalima sudah berupaya menghubungi politisi Partai Demokrat itu melalui pesan tertulis dan sambungan telepon guna meminta penjelasan lebih jauh terkait persoalan yang melilit rumah sakit milik GPM itu, namun belum memperoleh jawaban hingga berita ini naik cetak.

Ketua MPH Sinode GPM, Elifas Maspaitella juga menolak berkomentar soal mismanejemen rumah sakit kebanggan GPM itu.

Ditemui usai ibadah syukur ulang tahun GPM ke 86, Elifas menyarakan Siwalima untuk berkomunikasi dengan pimpinan yayasan kesehatan. “Nanti di yayasan kesehatan saja jua nona ee. Itu tugas yayasan kesehatan,” elaknya.

Rekrut Profesional

Masyarakat berharap pihak Yayasan Kesehatan dan Sinode GPM segera mengatasi kemelut yang terjadi di rumah sakit kebanggaan warga Kota Ambon itu. Mereka berharap, yayasan segera menyikapi dan mengambil alih persoalan dimaksud.

Disisi lain, untuk mengelola manajemen rumah sakit, sebaiknya yayasan menempatkan orang-orang yang profesional. Dari waktu ke waktu direktur maupun ketua yayasan dijabat oleh dokter tapi ternyata banyak masalah yang terjadi.

“Kesalahan ada pada pihak yayasan dan GPM. Harusnya yang ditempatkan itu orang yang profesional. Ada banyak figur GPM atau orang profesional di bidang kesehatan yang mampu mengelola rumah sakit itu. Tempatkan orang-orang demikian supaya semuanya teratur,” ujar mantan anggota DPRD Kota Ambon, Friets Kerlely kepada Siwalima di Ambon, Selasa (7/9).

Ia mengatakan, sangat fatal lagi, kalau saat ini justru rumah sakit dan yayasan dikelola seorang politikus. Elviana yang dipercaya Sinode GPM untuk memimpin yayasan kesehatan dan pelaksana tugas Direktur RS Sumber Hidup, adalah Anggota DPRD Maluku.

Dikatakannya, yayasan atau Sinode GPM semestinya merekrut kaum profesional untuk menangani persoalan yang sudah lama terjadi di sana, termasuk hak pegawai dan jasa-jasa tenaga medis yang belum juga dibayarkan.

“Kita berharap segera selesaikan persoalan yang dikeluhkan karyawan dan nakes, sehingga mereka bisa bekerja dan masyarakat dapat terlayani dengan baik,” ujarnya.

Evaluasi

Ketua DPD GAMKI Maluku, Heppy Lelepary mengatakan, RS Sumber Hidup adalah aset gereja. Terhadap masalah pembayaran gaji nakes yang baru terealisai 70 persen menandakan ada yang harus dievaluasi dan evaluasi itu harus dilakukan secara menyeluruh.

“Secara internal mungkin pengelolaan RS GPM harus diberikan kepada yang profesional. Secara eksternal telah ada sarana RS baru yang sudah dibangun di Kota Ambon, seperti RS Siloam maupun Leimena. Tentunya akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan serta keberlangsungan RS GPM,” ungkap Lelepary, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Selasa (7/9) .

Kata Lelepary, Nakes merupakan bagian vital pengoperasian layanan dari RS Sumber Hidup, karena itu hak-hak mereka harus menjadi perhatian pengelola, maupun pimpinan gereja.

“Hak-hak mereka harus menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh pengelola maupun pimpinan gereja. Pada prinsipnya harus dievaluasi menyeluruh keberadaan RS Sumber Hidup, sehingga ada langkah solutif bagi masalah nakes jangka pendek maupun  jangka panjang,” harapnya.
Terpisah, tokoh masyarakat, Yopy Soakalune juga menyayangkan manajemen rumah sakit kebanggaan warga GPM dan masyarakat Kota Ambon itu amburadul.

Dikatakan Yopy, sudah saatnya pihak yayasan dan Sinode GPM melakukan evaluasi untuk menempatkan orang-orang yang profesional memimpin yayasan maupun rumah sakit itu.

“Semua orang di Ambon bahkan Maluku ini tahu bagaimana kinerja RS Sumber Hidup yang selama ini baik. Namun memasuki periode 2019-2020 terkesan amburadul manajemennya. Sudah saatnya GPM dan ayasan melakukan evaluasi untuk mengembalikan nama besar rumah sakit yang cukup terkenal pelayanannya itu,” harap Yopy.

Mismanejemen

Diberitakan sebelumnya, kualitas Rumah Sakit Sumber Hidup terus menurun, akibat misma­nejemen kurun tiga tahun ter­akhir. Banyak dokter mundur dan memilih hengkang dari rumah sakit itu milik gereja itu.

Pilihan para dokter untuk mundur, tak lain dan tak bukan adalah karena jasa-jasa mereka seta­hun belakangan tak diba­yar.

Informasi yang dihimpun Siwalima menyebutkan, mana­je­men keuangan sudah ber­lang­sung kurang lebih tiga ta­hun. Pihak yayasan yang di­serahi tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit itu juga tidak mam­pu melakukan pembe­nahan.

Akibatnya, Sidone GPM lalu mengganti pengurus yayasan yang sebelumnya dipimpin Sen­da Titaley, kepada Elviana Pa­ttiasina.

Alih-alih pergantian pengurus itu akan bisa membawa perubahan di rumah sakit itu, kini malah pegawai dan tenaga kesehatan mengeluh dan mengungkapkan kekesalan mereka ke publik melalui media massa.

Satu pegawai RS Sumber Hidup yang menemui Siwalima Senin (6/9) menyebutkan, umumnya karyawan rumah sakit bingung dengan cara pengelolaan. Pasalnya sekalipun pasien yang resmi terdaftar bayak, namun tetap saja tak ada uang untuk membayar hak-kak mereka.

“Manajemen keuangan bocor di mana-mana. Jadi begini, pasien masuk rumah sakit bayar. Operasi bayar. Logikanya begitu kan. Disamping pembayaran, ada klaim BPJS. Pembayaran itu umum. Lalu uang-uang dan BJS itu akang ke mana? Mestinya uang-uang yang masuk itu digunakan untuk bayar jasa nakes. Sekarang apa yang terjadi, para dokter banyak mundur. Kan orang bekerja karena jasa. Lha kalau orang seng dapa bayar jasa, mana ada yang mau tetap kerja,” ungkap sumber itu.

Baru 70 Persen

Tenaga medis dan karyawan RS GPM, mengeluhkan hak mereka yang belum terbayarkan. Pasalnya, sejak Juni 2020 lalu, gaji pegawai dan tenaga medis baru dibayar 70 persen saja.

Sumber Siwalima di rumah sakit yang sekarang bernama Sumber Hidup mengaku, sudah berbagai cara mereka tempuh untuk memperoleh hak-haknya, namun tetap menemui jalan buntu.

“Banyak cara sudah katong lakukan, tapi hanya diberi janji saja,” kata sumber yang tak mau namanya ditulis itu, Jumat (3/9) lalu.

Menurut sumber itu, pihak yayasan dan rumah sakit sejak 2020 berulang kali berjanji akan menyelesaikan kekuarangan hak yang harusnya diterima, tapi sampai sekarang janji tinggal janji.

Bukan hanya kekuarangan gaji saja, tapi jasa medis BPJS perawat dan bidan pun tidak dibayarkan sejak Januari 2020. Termasuk jasa medis BPJS dokter spesialis juga tidak dibayarkan sejak akhir 2020 sampai sekarang. Alhasil, konsisi itu berimbas terhadap kinerja penata anastesi, perawat kamar operasi, perawat di ruangan dan bidan.

Termasuk pelayanan pasien terutama pasien operasi baik emergensi maupun pasien reguler tidak berjalan baik. Sebelumnya, masalah amburadul manajemen rumah sakit kebanggaan GPM itu sudah tercium sejak 2019-2020.

Kala itu Direktur Rumah Sakit Sumber Hidup masih dipegang oleh dr Henny Tipka. Kepemimpinan Tipka ini berimbas kepada mogoknya para pegawai pada Desember 2020 lantaran hak-hak mereka tidak dibayarkan.

Saat pegawai mogok, Tipka berjanji akan membayar hak-hak mereka berupa THR, jasa medis selama 1 tahun, serta kekurangan gaji 30 persen seluruh karyawan. Disisi lain, Sinode GPM tak tinggal diam. Pihak Sinode GPM lalu mengambil kebijakan, untuk mengucurkan dana sebesar Rp 1,5 miliar, agar hak-hak pegawai dapat tertangani.

Rupanya dana yang digelon­torkan Sinode GPM itu tidak mampu mengatasi amburadulnya manajemen rumah sakit.

Karena dinilai tak mampu menye­lesaikan kemelut yang terjadi di rumah sakit tersebut, Sinode GPM lalu menggantikan posisi Tipka dengan Elviana Pattiasina.

“Ibu pelaksana tugas direktur su janji mau menyelesaikan masalah ini sejak Februari 2021 lalu, ter­-nyata sampai skarang masalahnya masih tetap sama. Kasihan perawat, bidan dan keluarganya. Gaji 70 persen dan jasa tidak jelas,” ungkap sumber itu.

Mogok 2020

Untuk diketahui akibat belum dibayarnya semua hak pegawai RS Sumber Hidup, maka seluruh pegawai baik tenaga medis, maupun pegawai non medis, melakukan aksi demo dan mogok kerja, Kamis, 24 Desember 2020 lalu. Mereka menuntut hak mereka berupa jasa medis selama 1 tahun yang belum dibayarkan, serta kekurangan gaji 30 persen, sebab sejak Agustus 2019 yang diterima hanya sebesar 70 persen.

Selain itu, aksi protes itu dilakukan untuk meminta perhatian dari kepada Pimpinan Yayasan RS Sumber Hidup, dikerenakan mereka belum menerima THR, padahal tinggal menghitung jam umat Kristiani sudah memasuki perayaan Natal.

Aksi kedua dilakukan Senin, 28 Desember 2020. Masih dengan tuntutan serupa, karyawan dan nakes meminta hak mereka berupa jasa medis selama 1 tahun dibayarkan serta kekurangan gaji 30 persen sejak Agustus 2019 yang belum diterima. (S-16/S-50/S-52)