Hanubun Cs Dipanggil Lagi
Buktikan Dugaan Korupsi Dana Covid Malra
AMBON, Siwalimanews – Polisi kembali akan memanggil mantan Bupati Maluku Tenggara, M Taher Hanubun bersama mantan Sekda A Yani Rahawarin dan Kepala BPKAD Rasyid.
Mereka dipanggil lagi untuk dimintai keterangan, untuk kepentingan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana Covid di kabupaten berjuluk Larvul Ngabal itu.
Hal ini diungkapkan Direktur Reskrimsus Polda Maluku, Kombes Harold Huwae kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Senin (13/11) siang.
Huwae mengatakan, pemeriksaan kembali tiga pejabat Pemkab Malra itu akan dilakukan setelah seluruh pemeriksaan terhadap organisasi perangkat daerah.
“Masih diperiksa lagi nanti,” jawab Huwae ketika ditanyakan apakah Hanubun Cs akan diperiksa lagi.
Baca Juga: Dua Pengedar Narkoba Dituntut 10 Tahun PenjaraMenurutnya, pemeriksaan kasus dugaan korupsi dana Covid Malra masih terus dilakukan dan sejumlah OPD juga akan dipanggil. “Semua OPD yang diperiksa dolo,” singkatnya.
Ketika ditanya apakah sudah ditemukan bukti-bukti melalui pemeriksaan tiga pejabat Malra dan sejumlah saksi-saksi lainnya untuk ditingkatkan ke penyidikan, menurut Huwae, belum dilakukan bisa karena masih butuhkan pemeriksaan saksi-saksi lagi. “Tunggu semua diperiksa dulu,” tegasnya.
Tingkatkan ke Penyidikan
Sementara itu, praktisi Hukum mendorong penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku untuk meningkatkan dugaan korupsi dana Covid Malra ke penyidikan, jika indikasi perbuatan melawan hukum telah ditemukan.
Pasalnya, anggaran dugaan korupsi dana Covid Malra yang diduga merugikan Negara sangatlah fantastis mencapai 70 miliar karena ada silisih anggaran yang ditemukan, selisih tersebut sangat berpotensi korupsi.
Demikian diungkapkan, praktisi hukum Anthony Hatane kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/11).
Kata Hatane, jika dalam pemeriksaan yang dilakukan secara marathon oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku dan ditemukan bukti yang cukup dari pemeriksaan tersebut, maka polisi bisa segera meningkatkan ke penyidikan.
“Nilai korupsi dalam kasus ini untuk sementara terbilang cukup fantastic, sehingga kami ,mendorong pihak penyidik Polda Maluku untuk tingkatan ke tahap penyidikan,” ujar Hatane.
Hatane sangat yakin, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku dalam proses penyelidikan sangat mengetahui apakah sudah cukup bukti yang kuat untuk sebuah kasus dugaan korupsi itu ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.
“Kami yakin penyidik Polda Maluku tak ragu untuk menegakkan hukum, tak ada yang kebal hukum termasuk koruptor dalam kasus Covid 19 Malra ini,” tegas Hatane.
Menurut dia, saat ini adalah momentum untuk menaikkan kasus Covid ke penyidikan dan hal itu bisa menjawab kegelisahan publik soal pengusutan kasus tersebut.
“Banyak tanggapan yang menyebut bahwa dari aspek permulaan yang cukup dan barang bukti juga ada niatan jahat sudah menjadi syarat mutlak bisa menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan,” ujarnya.
Oleh karenanya, lanjut dia, agar penyidik Polda Maluku tidak ragu untuk memutuskannya dengan segera. Sebab, katanya, elemen masyarakat akan terus memberikan dukungan kepada penyidik Polda Maluku untuk membuat terang penyelewengan anggaran tersebut.
“Kami mendukung Polda agar tidak ragu untuk menaikkan status kasus Covid 19 Malra dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan dan bila terbukti dengan dukungan minimal dua alat bukti yang cukup, maka sudah seharusnya tetapkan para tersangka kasus Covid 19 Malra dan dipastikan tidak ada yang kebal hukum, “ tandasnya.
Dukung Polisi
Hal yang sama juga diungkapkan, akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu. Baginya, jika tim penyidik telah memiliki cukup bukti yang kuat dengan unsur-unsur tindak pidana korupsi telah dipenuhi, maka segera meningkatkan ke penyidikan.
Pellu mengaku mengikuti setiap perkembangan kasus ini, apalagi silisih anggaran yang diduga terjadi sebesar Rp 70 miliar, disertai pemeriksaan secara intens dilakukan maka jika sudah ada cukup bukti polisi tak perlu berlama-lama tingkatkan ke penyidikan.
“Intinya jika sudah ada cukup bukti yang kuat dari pemeriksaan saksi-saksi itu maka segera tingkatkan ke penyidikan. karena proses penyelidikan itu kan mencari perbuatan melawan hukum dari kasus tersebut, jika unsur sudah ada maka tingkatkan ke penyidikan,” ujarnya.
Dia memberikan apresiasi bagi penyidik yang intens melakukan pemeriksaan, dan mendorong jika sudah ada bukti maka segera tingkatkan ke penyidikan, sehingga bisa mengetahui siapa yang memiliki peranan terjadinya dugaan korupsi dana Covid Malra tersebut.
Digarap Dua Hari
Sebelumnya diberitakan, Hanubun, diperiksa penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, dua hari berturut-turut. Kamis (9/11), bupati Malra 10 tahun itu digarap 10 jam lebih oleh penyidik sejak pukul 10.15 hingga 19.38 WIT.
Pantauan Siwalima, Kamis (9/11), Hanubun tiba di Markas Komando Ditreskrimsus Polda Maluku, Kawasan Batu Meja Ambon, pukul 09.30 WIT, menggunakan hem lengan pendek berwarna biru dongker, didampingi penasehat hukum, Lopianus Ngabalin serta diantar puluhan pendukung dan langsung menuju ruang pemeriksaan.
Selain Hanubun, mantan Sekda, A Yani Rahawarin dan Kepala BPKAD Rasyid serta Kepala Dinas Infokom Antonius Kenny Raharusun juga ikut hadir memenuhi panggilan dan diperiksa penyidik.
Dua jam lebih diperiksa penyidik, TH sapaan akrab Hanubun keluar ruangan sekira pukul 12.15 WIT untuk makan siang di kantin bagian belakang Kantor Ditreskrimsus.
Hanubun kemudian kembali lagi menjalani pemeriksaan pukul 13.23 WIT hingga selesai pukul 19.38 WIT.
TH hanya tersenyum sambil mengangkat tangan ke arah wartawan yang mencoba untuk wawancara.
“Nanti saja ee, masih lanjut lagi,” katanya singkat sambil terus berjalan ke ruang penyidik.
Hingga usai pemeriksaan pukul 19.38 WIT, TH yang bersama-sama dengan kuasa hukumnya ketika dihadang wartawan namun menolak berkomentar. Begitu juga kuasa hukumnya. “Pak Taher capek, nanti sama kuasa hukumnya saja,” ujar salah satu pengikut TH. Sementara penasehat hukum, Lopianus Ngabalin yang dicegat juga enggan berkomentar.
Besoknya, Jumat (10/11) Hanubun, kembali diperiksa penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. Dia digarap 9 jam dan didampingi pengacaranya, Lopianus Ngabalin.
Pemeriksaan itu dimulai pukul 09.45 dan selesai pada pukul 19.40 WIT malam.
Mantan anggota DPRD Maluku ini mendatangi Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, di Batu Meja Ambon sekitar pukul 09.15 WIT dan didampingi beberapa pengikutnya.
70 M Bermasalah
Sementara itu informasi yang diperoleh Siwalima terindikasi anggaran dana Covid Malra berpotensi korupsi. Hal ini karena anggaran tersebut mengalami perubahan, dan perubahan tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.
Kepada Siwalima, Selasa (31/10) sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menyebutkan, dalam laporan pertanggungjawaban dana covid anggaran yang awalnya tertera sebesar Rp36 miliar di tahun 2020.
Selanjutnya anggaran tersebut direvisi menjadi Rp40 miliar.
“Anggaran total awalnya 36 miliar, kemudian direvisi menjadi 40 milar, dalam dokumen pertanggungjawaban keuangan pada BPKAD ternyata jumlahnya bukan lagi 40 miliar tetapi naik 96 miliar, berbeda lagi pada laporan pertanggungjawaban bagian Inspektorat anggaran menjadi 110 miliar,” ujar sumber itu.
Sumber ini kemudian mempertanyakan APBD ditetapkan tahun 2020 lalu datanya bisa berubah-ubah. Dimana tidak ada data tetap refocusing dan alokasi dana Covid tahun 2020 di Kabupaten Malra.
Selain itu dari jumlah anggaran tersebut, lanjut sumber, terindikasi ada selisih 70 miliar yang diduga dikorupsi namun ada dalam dokumen pertanggungjawaban bagian keuangan Pemkab Malra.
Mirisnya lagi, kata sumber itu, rata-rata pimpinan-pimpinan OPD di lingkup Pemkab Malra sama sekali tidak mengetahui anggaran refocusing dan alokasi dana Covid tersebut.
“Contohnya di Dinas Pendidikan yang tidak ada refocusing namun dalam laporan pertanggungjawaban keuangan ternyata ada, sebesar Rp13 miliar. Sehingga mengindikasi bahwa dokumen ini tidak pernah ada di pimpinan OPD. Dan diduga hanya dipegang oleh bagian keuangan dan bupati saja. Karena kalau dokumen-dokumen itu ada, maka tentunya pimpinan OPD mengetahui,” ujar sumber itu lagi.
Dia menyebutkan bahwa sebanyak 20 OPD dari 42 OPD di lingkup Pemkab Malra yang refocusing anggaran dana Covid tersebut.
Selain itu, banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Covid dimana kegiatan tersebut murni menggunakan dana APBD Malra, tetapi dalam laporan pertanggungjawaban justru menggunakan dana covid.
Tak Bisa Dipertanggung Jawabkan
Seperti diberitakan sebelumnya, penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten Maluku Tenggara, kuat dugaan tak bisa dipertanggungjawabkan.
Adapun penggunaan dan pemanfaatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Malra berbau korupsi.
Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Covid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infrastruktur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.
Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.
Anggaran Rp52 miliar itu bersumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada post peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.
Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3.196.029. 278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggunaannya sehingga patut diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.029. 278,51.
Sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.
Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp9. 629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat dipertanggung jawabkan senilai Rp.3.196.029.278,51. (S-26)
Tinggalkan Balasan