Gubernur Minta Tunda Bayar Hutang SMI Era Murad, Itu Langkah Cerdas

Ambon, Siwalimanews – Langkah Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa yang meminta penundaan pembayaran hutang PT SMI, adalah tindakan cerdas dan tepat. Pengajuan penundaan pembayaran cicilan hutang yang diinisiasi oleh Gubernur Maluku, oleh berbagai kalangan dinilai sebagai langkah cerdas yang diambil pada saat yang tepat.
Pasalnya, saat ini pemerintah pusat sampai ke daerah sedang memberlakukan efisiensi dalam berbagai sektor, karenanya tidaklah salah bila Kementrian Keuangan juga memberikan pengecualian kepada Maluku, agar proses pembangunan di daerah ini tetap berjalan normal.
Akademisi FISIP Unpatti, Jeffry Leiwakabessy menjelaskan, ketika presiden Prabowo melakukan efisiensi anggaran maka semua jajaran pemerintahan pasti taat hukum.
Sebagai pemimpin yang baik, Gubernur kata Leiwakabessy, tentu mencari solusi agar pembangunan Maluku tetap berjalan ditengah kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat.
“Di tengah kondisi saat ini memang pimpinan harus bijak untuk melihat mana yang menjadi prioritas dan mana yang masih bisa dilakukan negosiasi. Artinya permintaan penundaan pembayaran cicilan hutang SMI itu langkah yang tepat,” ujar Leiwakabessy kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (27/2).
Baca Juga: Jadi Tersangka, Pemilik Speed Dua Nona Terancam 7 TahunMenurutnya, Gubernur Maluku bukan tidak ingin membayar cicilan hutang, namun ada skala prioritas yang mesti ditempuh guna menyelamatkan masyarakat Maluku dari sisi pembangunan.
Lagi pula dana hampir Rp700 miliar yang dipinjam Murad Ismail dari PT PT Sarana Multi Infrastruktur yang diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat saat pandemi Covid-19, namun nyatanya tidak dirasakan masyarakat Maluku.
Apalagi faktanya hampir sebagian besar proyek yang dibiayai dengan dana SMI tidak selesai dan banyak yang rusak sebelum dinikmati masyarakat.
“Jujur mesti kami katakan pinjaman 700 miliar itu tidak tepat sasaran dan hanya menjadi beban bagi pemerintah baru ini dan membuat daerah semakin susah,” kecam Leiwakabessy.
Pertanyakan Dana SMI
Mantan anggota DPRD Maluku, Jantje Wenno mengaku sejak awal telah mempertanyakan alasan Murad Ismail melakukan pinjaman dana SMI.
Pasalnya, kebijakan peminjaman dana SMI sebesar Rp700 miliar tersebut tidak berdampak sama sekali bagi pembangunan Maluku pada saat itu.
“Manfaat dari pinjaman SMI itu tidak dirasakan masyarakat tapi sebaliknya menjadi beban yang berat bagi Gubernur Maluku saat ini,” kesal Wenno kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (27/2).
Jika kemudian Gubernur Hendrik Lewerissa mengajukan permohonan penundaan pembayaran cicilan hutang SMI, bagi Wenno hal itu wajar dilakukan.
Menurutnya beban pengembalian hutang SMI setiap tahunnya cukup besar lebih dari 130 miliar, apalagi di tengah situasi efisiensi anggaran yang sangat ketat seperti sekarang.
Gubernur kata Wenno, akan mengalami kesulitan membangun Maluku dengan letak geografis yang sebagian besar adalah wilayah kepulauan.
“Secara geografis adalah daerah kepulauan dan semua orang tentu tahu bahwa transportasi di Maluku sangatlah mahal, jadi kalau seperti ini maka sangatlah berat Gubernur dapat merealisasikan visi dan misi untuk mensejahterakan rakyat,” jelasnya.
Jadi Bom Waktu
Aktivis Laskar Anti Korupsi Rony Aipassa menilai kebijakan Murad Ismail dengan meminjam dana SMI ratusan miliar telah menjadi bom waktu bagi Maluku.
Masyarakat Maluku kata Aipassa saat ini telah merasakan dampak dari hutang yang tidak dinikmati oleh masyarakat sejak tahun 2020 lalu.
“Bagi saya hutang SMI warisan Murad itu telah membuat daerah dan masyarakat menjadi lebih tambah buruk,” ujar Aipassa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (27/2).
Aipassa menegaskan sejak awal peminjaman sampai saat ini begitu banyak proyek yang bermasalah artinya ini menunjukkan pinjaman tersebut tidak tepat sasaran.
Menurutnya bila Gubernur Maluku mengajukan permohonan penundaan pembayaran cicilan hutang maka hal itu tepat mengingat beban pembangunan daerah yang cukup besar. “Ini langkah tepat sebab di tengah efisisensi anggaran maka tidak ada pilihan lain selain penundaan pembayaran cicilan hutang SMI itu,” tegasnya.
137 Miliar/Tahun
Diberitakan sebelumnya, setiap tahun Pemerintah Provinsi Maluku harus membayar Rp137 milir kepada PT SMI, sebagai beban hutang yang ditinggalkan Murad Ismail.
Pasca Covid-19 melanda dunia, Pemerintah Provinsi Maluku mengambil kebijakan meminjam 683.360.991.474 dari PT SMI untuk pemulihan ekonomi masyarakat.
Anehnya, uang ratusan miliar tersebut tidak difokuskan pada pemulihan ekonomi seperti yang seharusnya, tetapi oleh Gubernur Murad, digunakan untuk pembangunan infrastruktur, belum lagi pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan baik dan maksimal.
Dari Rp700 miliar yang dipinjam, dana SMI yang masuk ke Maluku hanyalah 683 miliar lebih sesuai dengan nilai yang dikontrakan.
Pada tanggal 26 Desember 2020 Pemprov menerima transfer awal dari PT SMI sebesar Rp175 miliar.
Selanjutnya transfer kedua dilakukan pada tanggal 2 Februari 2021 dengan nominal Rp315 miliar, sisanya tahap terakhir tanggal 31 Maret 2021 sebesar Rp193.360.991.474.
Dengan demikian total anggaran yang dipinjam dari PT SMI yang masuk ke kas daerah Maluku sebesar Rp683.360.991.474.
Kini, di tengah pemerintah memberlakukan efisiensi besar-besaran, Maluku termasuk daerah yang sangat terkena imbas kebijakan pemerintah pusat itu.
Tidaklah salah, bila gubernur mengajukan permohonan penundaan pembayaran cicilan hutang.
“Setelah selesai pelantikan di Istana, saya menyurati secara resmi Kementerian Keuangan minta reschedule pembayaran hutang SMI,” ujar Gubernur Lewerissa dalam video singkat yang diterima Siwalima, Rabu (26/2).
Gubernur mengaku cicilan hutang yang harus disetor Pemerintah Provinsi Maluku kepada PT SMI sangat memberatkan. Pasalnya setiap tahun Pemerintah Provinsi Maluku harus menyetor cicilan sebesar 137 miliar, yang bersumber dari Dana Alokasi Umum.
“Katong setengah mati, satu tahun itu harus 137 miliar, (atau) satu bulan itu 11 miliar. Jadi memang berat sekali,” ucapnya.
Gubernur pun berharap ada kebijakan dari Kementerian Keuangan dalam merespon usulan penundaan pembayaran cicilan hutang SMI yang diajukan.
Langkah Tepat
Akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu menjelaskan, persoalan hutang SMI yang dilakukan pemerintahan sebelumnya memang meninggalkan persoalan bagi pemerintah baru.
“Kalau gubernur mengatakan setengah mati, memang itu yang benar-benar terjadi, sebab hutang ini menjadi beban besar bagi pemerintah baru ini,” ujar Tahitu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (26/2).
Menurutnya, tidak mudah bagi gubernur dan wakil gubernur merealisasikan program pembangunan dengan anggaran yang minim.
Tahitu pun menilai langkah meminta keringanan dalam pembayaran hutang SMI yang dilakukan Gubernur merupakan langkah tepat.
“Kami pikir ini langkah tepat sebab pertimbangannya kemampuan keuangan daerah yang saat ini juga minim akibat efisensi anggaran itu,” tegas Tahitu.
Terpisah, akademisi Fisip Unidar Sulfikar Lestaluhu juga menilai apa yang dilakukan gubernur Maluku merupakan langkah yang tepat.
Menurutnya, pemerintahan baru ini membutuhkan dukungan anggaran yang tidak sedikit untuk merealisasikan janji-janji kampanye.
“Efisiensi anggaran yang dilakukan ini telah menyebabkan begitu banyak program pembangunan yang harus ditunda maka ini menjadi beban bagi pemerintah baru,” kata Lestaluhu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (26/2).
Dikatakan sangat rasional jika gubernur mengajukan permohonan penundaan pembayaran cicilan hutang SMI sebab jika tidak maka setiap tahun ratusan miliar harus keluar untuk pembayaran hutang.
Diketahui penggunaan dana pinjaman tersebut pernah ditanyakan anggota DPRD karena tidak jelas peruntukannya, karena lebih banyak digunakan di Kota Ambon dan sekitarnya.
Penggunaanya seperti pembangunan trotoar yang menimbulkan kontroversi karena banyak yang tergelincir, talud penahan ombak yang ambruk sebelum waktunya, proyek, pembangunan air bersih yang banyak menuai kritik, serta proyek atasi banjir yang justru sebaliknya memperparah banjir.
Anggota DPRD Provinsi Maluku Rovik Afifudin, pernah mengusulkan agar Pemprov Maluku menunda pembayaran cicilan tahun ni.
“Rp136.672.000.000 untuk bayar utang terlalu memberatkan APBD,” kata Rovik. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemprov Maluku Zulkifli Anwar kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (22/11) tahun 2023 lalu mengaku, pembayaran pinjaman SMI itu lima tahun, atau enam puluh bulan.
“Ini pembayaran untuk tahun kedua sebesar Rp136 miliar,” ungkapnya.
Berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Maluku dan PT SMI kata Zulkifli, pembayaran kewajiban cicilan pokok kepada PT SMI masing-masing untuk tahun 2022 dibayarakan sebesar Rp22 miliar, tahun 2023 hingga 2026 sebesar Rp136 miliar, sedangkan sisanya Rp106 miliar akan dibayar di tahun 2027. (S-20)
Tinggalkan Balasan