AMBON, Siwalimanews – Sebagai provinsi yang miliki rentang kendali cukup besar karena wilayahnya luas dan miliki ribuan pulau, ternyata anggaran pembangunan Maluku tidak sebanding dengan kondisi yang ada.

Bila dibandingkan dengan provinsi serta daerah kabupaten/kota lainnya di Indonesia, Provinsi Maluku sangat tertinggal jauh. Ini dikeranakan APBD daerah ini sangat kecil hanya Rp 2,8 triliun.

“APBD kita hanya Rp2,8 triliun. Bila belanja pegawai 60 persen, berarti hanya tersisa Rp 1,2 triliun untuk pembangunan. Dengan rentang kendali yang  besar, anggaran ini sangat kecil untuk kita membangun,” ungkap Gubernur Maluku, Murad Ismail. dalam rapat koordinasi gubernur bersama bupati dan walikota se-Maluku tahun 2019 di Lantai VII Kantor Gubernur, Selasa (10/9).

Bila dibandingkan APBD Provinsi Papua tahun 2019 kata gubernur, dana yang digelontorkan dari pusat mencapai Rp 13,9 triliun. Sementara Papua Barat alokasi APBD 2019 mencapai Rp 8,3 triliun, sedangkan Nusa Tenggara Timur (NTT) APBD 2019 sebesar Rp 5,3 triliun. Jumlah ini belum termasuk APBD kabupaten/kota yang bila dijumlahkan, APBD di seluruh Papua tidak termasuk Papua Barat mencapai Rp 62 triliun, sementara NTT Rp 30 triliun.

“Ironisnya kita di Maluku, bila APBD provinsi dan kabupaten/kota digabungkan tidak lebih dari Rp 13 triliun, bahkan ada kabupaten di Maluku APBD-nya hanya Rp 800 juta,” ujarnya.

Baca Juga: Ambon Banyak Masalah, Walikota Janji Terus Benahi

Dikatakan, Maluku memiliki luas 712.496 km2 terdiri dari laut 92,4 persen, dan daratan 54.185 km2 atau 7,6 persen. Provinsi Maluku juga terdiri dari 11 kabupaten/kota, tersebar di 1.340 pulau.

Dengan kondisi geografis seperti itu, selain sangat menghambat pembangunan, juga berpengaruh pada fungsi koordinasi antara pemprov dengan pemerintah kabupaten dan kota.

“Fungsi koordinasi di daerah kepulauan itu mahal sekali. Untuk menjangkau sejumlah kabupaten/kota, saya harus dengan pesawat terbang, sebagian lagi harus dengan kapal laut untuk menyeberang,” bebernya.

Maluku kata gubernur, adalah salah satu dari delapan provinsi yang memproklamirkan Indonesia melalui Joung Ambon. Kenapa sekarang Maluku dianggap seperti provinsi yang tidak ada? Pemerintah Pusat harus melihat provinsi ini sebagai anaknya. Maluku tidak mau bila kemudian harus berlaku seperti Papua yang selalu bergejolak masalah keamanannya, namun terus diperhatikan anggaran pembangunannya.

“Papua dikasih segala macam, apa kita mau merdeka dulu baru dapat lebih besar.  Saya ingin  sampaikan ke pempus, tolong kita diperhatikan untuk masalah APBD-nya. Kita orang Maluku ini diam, tapi kalau satu kali marah, meledak-ledak, tapi kita kan tidak perlu sampai kesana. Cukup pempus lihat kita sebagai anaknya,” tegas gubernur.

Sementara itu, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD, Dirjen Otda, Kemendagri, Budi S. Sudarmadi, yang hadir dalam rakor tersebut mengaku, biaya pembangunan dan koordinasi di daerah kepulauan tidaklah murah, sehingga perlu didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai.

Menurutnya, UU Provinsi Kepulauan yang saat ini masih menjadi RUU, dapat menjadi jalan keluarnya. Sudarmadi bahkan sempat menanyakan progres RUU Provinsi Kepulauan kepada Kepala Bappeda Provinsi Maluku dalam rakor itu.“Sebenarnya tinggal pengesahan di DPR. Menteri Keuangan juga sudah mulai setuju pak gubernur hitung line dengan provinsi yang daratan semua,” ungkapny.(S-21)