AMBON, Siwalimanews – Setelah Perusahaan Daerah Panca Karya klaim memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHBG) atas lahan eks Hotel Anggrek, giliran PT PLN Maluku-Malut mengaku memiliki SHGB atas lahan tersebut.

Dengan begitu, sudah dua instansi yang berasal darii BUMN dan BUMD klaim menguasai lahan seluas 14.266 M2. Tapi, PD Panca Karya harus menelan pil pahit, gara-gara memiliki SHGB tersebut, mantan Direktur PD Panca Karya, Yopy Huwae akhirnya meringkuk di penjara berikut mantan Kepala BPN Kota Ambon juga harus menjalani kehidupan yang sama di penjara karena terbukti secara hukum memalsukan sertifikat atas lahan eks Hotel Anggrek.

Kondisi yang dialami mantan Direktur Panca Karya dan mantan Kepala BPN Kota Ambon cukup beralasan, karena lahan eks Hotel Anggrek adalah sah milik ahli waris janda Anthonetta Muskita/Natary yang sudah dieksekusi berdasarkan keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap pada 2011 yang lalu.

Anehnya, objek yang sudah dieksekusi berdasarkan keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap itu ada instansi berwenang dalam hal ini BPN masih mau mengeluarkan SHGB terhadap kepemilikan lahan yang nyata-nyata milik ahli waris yang sah.janda Antonetha Muskita/ Natary.

Miris, dititik koordinat yang sama sudah di eksekusi dan 100 KK lebih sudah keluar pada saat itu, kecuali gardu PLN bediri sendiri tidak mau keluar,

Baca Juga: Belum Patuh, Pemkot Rencana Lanjutkan PSBB Transisi

Lebih miris lagi dititik koordinat ada dua sertifikat SHGB dengan ukuran luas yang berbeda apalagi posisi lokasi sudah dipagari dan dikuasai oleh ahli waris. Humas PLN Maluku-Malut, Ramli Malawat yang dikonfirmasi perihal SHGB membenarkan kalau pihak PLN Maluku-Malut juga punya SHGB atas lahan eks Hotel Anggrek.

Namun Malawat mengaku lupa berapa nomor SHGB tersebut.

“Iya benar kami punya SHGB atas lahan itu juga tapi maaf saya lupa nomor SHGB-nya,” jelas Malawat kepada Siwalima, Rabu (20/1). Iya juga mengaku terkait lahan eks Hotel Anggrek yang diatasnya berdiri Gardu PLN pihak ahli waris sudah melakukan pertemuan silaturahmi dengan PLN.

Inti dari pertemuan itu membahas soal keberadaan gardu PLN diatas lahan tersebut.

“Jadi kami memang yang menginisiasi pertemuan dengan pihak ahli waris..pertemuan itu sifatnya silaturahmi dan kami akan membahas keberadaan gardu PLN di atas lahan.eks Hotel Anggrek itu dengan ahli waris secara kekeluargaan. Kenapa..? Karena kami juga punya SHGB,” ungkap Malawat.

Sementara itu, ahli waris lahan eks Hotel Anggrek, Ita Muskita yang dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui pertemuan antara PLN dengan orang yang katanya ahli waris itu.

“Saya tidak tahu ada pertemuan ahli waris dengan pihak PLN Maluku dan Maluku Utara karena ahli waris lahan yang sah berjumlah 3 keluarga dengan total 13 anggota keluarga jadi kalau berhubungan atas nama waris hrs berhubungan dengan 13 orang atau 3 orang dari masing-masing keluarga yang telah dibuatkan akta kuasa secara notariil Perlu saya jelaskan, terhadap gardu hubung A4 yg berada dalam sebagian kecil. lahan yang telah dieksekusi merupakan tanggung jawab ahli waris untuk menyelesaikan, kata Ita.

Untuk diketahui, kuasa hokum ahli waris, Elizabeth R D Tutupary mengungkapkan, gardu hubung A4 milik PLN, berada dalam sebagian kecil objek (Dusun) Dati Sopiamaluang milik ahli waris, berdasarkan putusan PN Ambon No 21/1950.

Dimana diatas lahan itu, gardu hubung telah diterbitkan sertifikat hak guna bangunan milik PD Panca Karya No 99/1990, yang secara hukum PD Panca Karya telah kalah melalui putusan perkara perdata No 103/pdt.G/2012/PN.AB jo No 12/pdt/2014/PT.Amb jo No 3055 K/pdt/2014 jo No 828 PK/Pdt/2017.

Atas perpanjangan SHGB dimaksud, maka Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon telah menjalani hukumannya dengan putusan pidana No 139/Pid.B/2014/PN.Amb atas nama terdakwa Alexius Anaktototy.

“Jika gardu hubung tersebut memiliki sertifikat, maka patut dipertanyakan dasar kepemilikan apa yang dipunyai oleh PLN?,” ujar Elizabeth.

Dikatakan, SHGB milik PLN bermasalah secara hukum Sebab, jika ditilik dari kasus PD Panca Karya, dimana lokasi tersebut merupakan lokasi yang sama dengan gardu milik PLN tersebut.

“Dan patut dipertanyakan jika gardu hubung PLN memiliki sertifikat, berarti sertifikat tersebut berada didalam SHGB NO 99/1990 yang secara hukum PD Panca Karya telah kalah dalam proses peradilan dan sertifikat tersebut diterbitkan di atas lahan milik ahli waris yang telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan no 21/1950,” tegas Elizabeth.

Sebagaimana diketahui, ahli waris keluarga Muskita/Lokollo yang merupakan pemilik sah atas sebidang tanah di wilayah Dusun Dati Sopiamaluang, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, hingga kini belum juga mendapatkan keadilan. Ahli Waris pemilik lahan yakni Marthen Muskita, Daniel Lakollo dan Novita Muskita, sesuai dengan putusan pengadilan Ambon No.21/

1950 tertanggal 25 Maret 1950, dinyatakan sebagai pemilik sah dari lahan yang diserobot PLN untuk pembangunan Gardu Hubung A4 sejak puluhan tahun lalu.

Pengadilan Ambon juga sebenarnya telah mengeluarkan surat penetapan eksekusi No.21/1950 tertanggal 25 Maret 2011 dan berita acara pengosongan tertanggal 6 April 2011. Namun hingga pertengahan 2018, gardu hubung A4 tersebut tak kunjung dipindahkan oleh PLN.

Pihak Ahli Waris telah mengirimkan surat kepada pimpinan PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara pada 5 Desember 2018, dan surat tersebut juga telah ditanggapi pada 28 Maret 2019, yang intinya PLN menyanggupi untuk memindahkan gardu hubung tersebut. Namun lagilagi, PLN meminta waktu, yang pada akhirnya hingga 2020 ini, PLN tak juga memindahkan gardu tersebut.

Pihak Ahli Waris melalui kuasa hukumnya, Elizabeth R D Tutupary SH kemudian memutuskan untuk berkirim surat kepada Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara melalui surat nomor 13/LO.ET/VII/2020 tertanggal 8 Juli 2020, untuk meminta bantuan pemindahan gardu hubung A4 tersebut. Surat itu bahkan telah ditanggapi oleh Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara, Indradi Setiawan yang pada intinya menyerahkan permasalahan tersebut kepada unit Maluku dan Maluku

Utara untuk menyelesaikan.

Berkaca pada rumit dan berbelitnya kasus tersebut, ahli waris kemudian memutuskan untuk mengirim surat kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI H Moeldoko, untuk membantu proses mediasi agar pemindahan gardu tersebut bisa segera dilakukan.

Meski demikian, hingga saat ini pihak ahli waris masih menunggu jawaban selanjutnya dari surat tersebut. Ahli waris sendiri sebenarnya sudah memberikan tenggang waktu hingga 30 November 2020 kapada PLN untuk menyelesaikan pembongkaran gardu hubung A4 tersebut.

Jika hingga batas akhir yang diberikan, tidak juga diindahkan oleh PLN, maka ahli waris melalui kuasa hukum telah menyiapkan tindakan hukum selanjutnya.

“Deadline waktu sampai tanggal 30 November 2020, kalau pun belum dilaksanakan oleh pihak PLN, maka ahli waris akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang

undangan, baik secara hokum pidana maupun hukum perdata,” tutur Elizabeth. (S-32)