Gelapkan Dana 73 M, Enam Karyawan PT BPR Diadli
AMBON, Siwalimanews – Enam Karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Modern Express diadili di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (15/11)
Mereka diduga menggelapkan dana BPR mencapai 73 miliar. Enam terdakwa yaitu, Denny Frangkylien Saija, pemilik rumah megah di Telaga Raja Ambon,
Denny merupakan mantan Kasi Akunting Kantor Pusat Operasional (KPO) di PT BPR Modern Express.
Selanjutnya, terdakwa Alexander Gerald Pieterz, anggota dewan komisaris PT BPR Modern Express, serta empat mantan direksi yaitu, Walter Dave Engko, Tjance Saija, Frank Harry Titaheluw dan Vronsky Calvin Sahetapy.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Suwardi itu dipimpin Ketua Majelis Hakim, Harris Tewa dibantu dua hakim anggota lainnya, sementara 6 terdakwa didampingi kuasa hukum masing-masing.
Baca Juga: JPU Tuntut Tiga Terdakwa Narkoba Hukuman BeratJPU dalam dakwaannya membeberkan peran masing-masing terdakwa, dan paling banyak berperan adalah terdakwa Denny dan Alexander.
“Para terdakwa dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,” kata JPU.
JPU menjelaskan, sejak terdakwa Denny menjabat sebagai Kepala Seksi Akunting sampai dengan perubahan jabatan terakhir, terdakwa mengelola terhadap cek dan transaksinya yang seharusnya dilakukan oleh pejabat yang berwenang dalamn pengelolaan cek.
Terdakwa sejak periode 28 Juli 2015 sampai dengan 27 Januari 2022 mencairkan 8 cek BPR di bank mitra dengan total sebesar Rp73.050.000.000.
“Bahwa terhadap 85 pencairan cek tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara menuliskan cek lalu meminta persetujuan 2 orang direksi dari direksi yang ada yakni Walter Dave Engko, Tjantje Saija, Frank Harry Titaheluw dan Vronsky Calvin Sahetapy tanpa memperlihatkan dokumen yang harus dilampirkan, antara lain: Bukti permintaan dari Teller Kantor Pusat/ Kantor Cabang (remis), Slip penarikan cek, Slip transfer,” sebut JPU.
Lanjutnya, terdakwa menggunakan sebagian atau seluruh dana PT. BPR Modern Express yang dicairkan menggunakan 85 cek tersebut untuk kepentingan sendiri.
Dalam proses pencatatan/pembukuan terhadap 85 transaksi pencairan cek tersebut terdakwa memerintahkan staf akunting untuk menginput transaksi tersebut yaitu Romario Beltran Polnaya, Alexander Gerald Pietersz, Anhis, Ivan Jostev Maatitawaer, David, Melkias, Wenny terdakwa sendiri yang menginput menggunakan user staf akunting tersebut.
Terdakwa bahkan mengetahui password dan user id pegawai lainnya dibagian akunting diantaranya dilakukan dengan cara meminta langsung (dengan menggunakan alasan tertentu) atau memanfaatkan komputer staf akunting yang belum di-sign.
Terdakwa juga dapat melakukan otorisasi sendiri sesuai kewenangan terdakwa, namun jika harus diotorisasi oleh direksi, maka terdakwa secara lisan langsung atau melalui telepon meminta direksi untuk melakukan otorisasi dan langsung diotorisasi tanpa banyak pertanyaan.
Perbuatan terdakwa sempat ketahuan pada bulan Juli 2018 oleh terdakwa Alexander Gerald Pietersz yang saat itu menjabat sebagai Kasi Akunting.
Keesokan harinya terdakwa menemui Alexander di kantor untuk konfirmasi dan berniat untuk menghadap pimpinan dan mengakui kesalahan terdakwa, namun Alexander mengatakan agar terdakwa berpikir dahulu.
Sore harinya, Alexander datang ke rumah terdakwa dan berdiskusi dan menyepakati bahwa atas perbuatan terdakwa tersebut akan menjadi rahasia berdua antara terdakwa dan Alexander.
Terdakwa Denny bahkan memberikan uang senilai Rp5,8 miliar sebagai uang tutup mulut. Setelah Alexander mengetahui perbuatan terdakwa yang telah melakukan pembukuan yang tidak benar, maka terdakwa memberikan sebagian dana yang dihasilkan dari penyimpangan yang dilakukan oleh terdakwa kepada Alexander sebagai uang tutup mulut beberapa kali, dengan total uang Rp 5,8 miliar.
Perbuatan enam terdakwa diancam melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Usai mendengarkan dakwaan JPU, terdakwa Denny Frengklien Saya melalui kuasa hukumnya keberatan atas dakwaan JPU, sehingga akan mengajukan eksepsi pada sidang Jumat, (17/11) depan. Sedangkan untuk lima terdakwa lainnya tidak mengajukan eksepsi. (S-26)
Tinggalkan Balasan