Gandeng Disdikbud Aru, Kantor Bahasa Maluku Gelar FTBI Bahasa Trangan Barat
DOBO, Siwalimanews – Kantor Bahasa Provinsi Maluku bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aru menyelenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu atau FTBI Bahasa Tarangan Barat di Aru.
Festival yang dipusatkan di Lapangan Yos Sudarso, Kota Dobo, Rabu (15/10) diikuti 26 sekolah dari jenjang SD dan SMP yang dibuka Asisten III Setda Aris Gainau.
Bupati dalam sambutannya yang dibacakan Gainau saat membuka festival itu mengatakan, patut disyukuri bahwa, Kabupaten Aru sebagai bagian dari daerah yang berbudaya dan beradab, yang menunjukan jati diri sebagai suatu bangsa.
“Hal ini menunjukan bahwa, bahasa daerah sebagai bagian dari budaya yang memainkan peran penting dalam memperkuat solidaritas dan hubungan sosial dalam suatu komunitas,” ujar bupati
Menurut bupati, dalam konteks ekonomi, bahasa daerah juga merupakan aset penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi lokal.
Baca Juga: Rumah Generasi Temukan 48 Kasus Kusta Baru di Ambon“Terkait dengan hal tersebut, maka kegiatan festival tunas bahasa ibu merupakan sebuah kesempatan emas bagi kita sekalian, untuk tetap menjaga dan melestarikan bahasa ibu sebagai sebuah kekayaan dunia dan kekayaan daerah kita,” ujar bupati.
Menurutnya, kekayaan tersebut dapat dimaknai sebagai pemikiran dan pengetahuan yang tersimpan dalam khasanah bahasa daerah, yang harus terjaga dari generasi ke generasi masa depan.
Pada Era Disrupsi saat ini, ancaman terhadap keberadaan bahasa ibu sangat besar, sehingga festival ini diharapkan menjadi sarana untuk pengembangan bahasa ibu, secara khusus bahasa Tarangan Barat, melalui berbagai kegiatan lomba maupun dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Pada umumnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat bilingual, artinya, bahasa daerah adalah bahasa pertama atau bahasa ibu, sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa Indonesia.
“Melihat pentingnya bahasa sebagai penyangga budaya suatu bangsa, maka menjadi keharusan bagi semua elemen untuk mempertahankan bahasa ibu. Sebab, bahasa dan budaya menjadi dua hal yang saling terintegrasi. Dua aspek ini bagaikan dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan,” tandas bupati.
Ditempat yang sama, Kepala Kantor Bahasa Maluku Kity Karenisa menyebutkan, pelaksanaan FTBI di Aru tahun ini adalah kali kedua, setelah sebelumnya dilaksanakan di Jerol, Kecamatan Aru Selatan, karena penyelenggaraan di Jerol didukung dengan penguasaan bahasa Tarangan Barat yang cukup baik di wilayah tersebut.
Namun khusus di kecamatan Pulau-Pulau Aru, penguasaan bahasa ini terbilang hal baru bagi para siswa, sehingga upaya maksimal dilakukan oleh para guru dan pendamping guna menampilkan para pesertanya dengan baik.
“Permasalahan kami di kabupaten Aru adalah kemajemukan, anak-anak punya latar belakang asal, dan tidak seratus persen anak-anak di Aru ini adalah orang asli Aru yang bisa berbahasa daerah Aru, dimana mereka terdiri dari warga yang berasal dari Tanimbar, Ambon dan daerah lain, yang membuat kami harus berupaya lebih kuat agar anak-anak bisa berbahasa Tarangan Barat,” ujarnya.
Ia berharap, melalui kegiatan ini generasi muda tetap menjadikan Bahasa Indonesia di ruang publik, terus mengawal, memperkokoh jati diri bangsa dengan kekuatan bahasa dan sastra Bahasa Indonesia dan daerah serta menyelaraskan sumpah pemuda dalam tindakan nyata, yakni dinamika perkembangan zaman dan mampu berperan, menempatkan fungsi guna memperkuat daya saing bangsa.
Tujuan festibal ini digelar, yakni menghasilkan siswa-siswa yang dapat mengimplementasikan 7 media kreatif, diantaranya puisi, dongeng, stand up comedy, pidato, tulis cerpen dan menyanyi bahasa daerah yang revitalisasi yang akan dipresentasikan dan dinilai oleh tim penilai.
Selain itu, para siswa akan mengikuti seleksi ditingkat sekolah sesuai minat dan bakatnya, dan sekolah akan mewakilkan utusannya pada bidang-bidang tersebut, untuk berkompetisi di FTBI tingkat kabupaten untuk selanjutnya diikutkan ke jenjang berikutnya.
“Jadi outputnya adalah siswa-siswi yang mampu berbahasa daerah melalui 7 media kreatif, nanti tinggal dipilih sesuai minat dan bakat mereka. Jadi kurang lebih mereka mengikuti proses pembelajaran selama 4 bulan di sekolah, kemudian mengikuti seleksi tingkat sekolah, barulah ditentukan siapa yang akan mewakili sekolah untuk mengikuti Festival Tunas Bahasa Ibu tingkat kabupaten,” ungkapnya.(S-11)
Tinggalkan Balasan