Eksepsi Terdakwa Puskesmas Ngaibor tak Sesuai KUHAP

AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru menyebutkan, eksepsi terdakwa Hendra Anggrek alias Koko Hendra dan penasihat hukum dalam kasus dugaan korupsi Puskesmas Ngaibor tidak sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Hal ini disampaikan JPU, S Taberima dalam tanggapannya terhadap eksepsi terdakwa pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek puskesmas Ngaibor di Kabupaten Kepulauan Aru.
“Dalam menanggapi keberatan dari penasehat hukum terdakwa, Penuntut Umum hanya akan mengajukan pendapat atas eksepsi sepanjang materi pokok dari keberatan penasihat hukum yang kami pandang ada relevansinya dengan ruang lingkup ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP yaitu sepanjang menyangkut : (a) Kewenangan pengadilan untuk mengadili perkara (kewenangan absolut dan relatif); (b) Surat dakwaan dinyatakan tidak diterima; (c) Surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum,”tutur JPU.
Bahwa perlu penasihat hukum ketahui, bahwa JPU dalam hal menangani perkara, telah diatur dan diikat dalam Peraturan Perundang-undangan maupun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat dengan mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM). Dimana dalam Perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, merupakan tindak pidana korupsi pada pembangunan Puskesmas Ngaibor, Kecamatan Aru Selatan, pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru, Tahun Anggaran 2018.
Dimana Desa Ngaibor dan Kecamatan Aru Selatan, sambung JPU, merupakan daerah terpencil yang masyarakatnya sangat membutuhkan layanan kesehatan yang memadai, pekerjaan pembangunan Puskesmas yang dianggarkan dengan uang negara, merupakan secercah harapan bagi masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan yang memadai, namun harapan masyarakat tersebut harus lenyap dan sirna dikarenakan, perbuatan koruptor yang hanya mementingkan diri sendiri atau sekelompok golongan tertentu saja untuk memperoleh keuntungan.
Baca Juga: Aksi Penculikan Siswa SDN 77 Ambon Hoax“Kami selaku JPU dengan berpegang pada hati nurani untuk membela kepentingan negara dan masyarakat, tetap berjuang untuk menuntaskan perkara ini untuk memperoleh keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Sehingga penasihat hukum terdakwa yang mengatakan JPU memaksakan perkara ini menjadi Tipikor dengan kejanggalan-kejanggalan yang penasihat hukum tuduhkan kepada JPU, sungguh hal tersebut sangat tidak sesuai dengan semangat pemberantasan Tipikor yang telah merongrong sendi-sendi bernegara,”cetusnya.
Dikatakan, nota keberatan masuk dalam pokok perkara adalah sebuah penyesatan dalam berargumentasi hukum, dikarenakan dalam KUHAP telah diatur, bahwa dalam nota keberatan penasihat hukum terdakwa sebatas pada syarat formil dan syarat materiil surat Dakwaan bukan menyangkut pokok perkara, sehingga apabila penasihat hukum terdakwa merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan, maka JPU menyarankan agar penasihat hukum terdakwa melakukan uji materiil pada Mahkamah Konstitusi, dan bukan mencurahkannya dalam nota keberatan, dikarenakan penyesatan berargumentasi yang penasihat hukum lakukan berakibat hak-hak terdakwa menjadi tidak maksimal dalam mengajukan nota keberatan.
Hal ini karena, alasan-alasan keberatan penasihat hukum tidak sesuai dengan Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang merupakan landasan dalam mengajukan nota keberatan. Sehingga JPU hanya akan memberikan pendapat atas nota keberatan penasihat hukum terdakwa sebatas dengan yang diatur pada Pasal 156 ayat (1) KUHAP
Sebagaimana diketahui, eksepsi yang telah dibacakan oleh penasihat hukum terdakwa pada intinya, sksepsi mengenai surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan salah satu unsur syarat-syarat meteril, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
Mencermati uraian nota keberatan/eksepsi yang disampaikan PH terdakwa, maka JPU beranggapan, bahwa pertama, dalam pasal 54 KUHAP dan pasal 56 KUHAP tidak disebutkan, konsekuensi dari tidak ditaatinya pasal tersebut.
Dimana, surat dakwaan batal demi hukum apabila, dalam proses penyidikan terdapat kesalahan yang fatal yang dilakukan salah satunya tidak didampinginya tersangka dalam setiap proses pemeriksaan ditingkat penyidikan.
Sedangkan yang menjadi alasan PH terdakwa adalah, terdakwa yang sudah memasuki dalam proses persidangan tidak didampingi penehat hukum. Bahwa dalam setiap pemeriksaan ditingkat penyidikan, terdakwa selaku tersangka saat itu, selalu didampingi oleh penasihat hukumnya. Hal ini dibuktikan berdasarkan berita acara pemeriksaan tersangka yang juga ditandatangani oleh penasihat hukumnya. Karena itu JPU menilai alasan PH adalah keliru dan tidak berdasar.
Bahwa pada saat akan dibacakan surat dakwaan, majelis hakim telah memberi tahu hak-hak dari terdakwa dan terdakwa telah mengerti salah satunya untuk didampingi penasihat hukum, kemudian terdakwa tidak menyatakan keberatan didepan persidangan.
Terdakwa saat itu hanya menyatakan penasihat hukum terdakwa akan hadir pada saat pembacaan nota keberatan/eksepsi, sehingga majelis hakim mempersilahkan JPU untuk membaca surat dakwaan.
Kedua, pendapat Penuntut Umum terhadap surat nomor:131/MT/XII/2022 tertanggal 20 Desember 2022 yaitu surat keberatan terdakwa melalui PH yang disampaikan pada tanggal 20 Desember 2022 menunjukkan bahwa, penasihat hukum terdakwa telah mengetahui persidangan terdakwa akan dimulai, serta alasan keberatan dari PH terdakwa untuk tidak melanjutkan persidangan tidak berdasar hukum, sehingga JPU berpendapat PH terdakwa tidak memiliki itikad baik dan hanya berusaha menghambat/menghalang-halangi proses persidangan.
Dimana hal tersebut, tidak mencerminkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Sehingga pertimbangan majelis hakim yang tetap mempersilahkan penuntut Umum untuk membacakan surat dakwaan telah tepat dan sesuai. Dan karena itu, alasan nota keberatan/eksepsi PH sudah sepatutnya ditolak dan tidak dapat diterima.
Tiga, yang menjadi obyek nota keberatan adalah Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu, terpenuhi tidaknya syarat formil dan materiil dari surat dakwaan serta yang termasuk dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP yaitu kewenangan mengadili. Surat dakwaan tidak dapat diterima dan surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum. Namun PH terdakwa justru memasukkan alasan yang tidak relevan dari pada Pasal 143 ayat (2) dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
?Sehingga Penuntut Umum berpendapat, alasan dari nota keberatan PH terdakwa terkait hal tersebut tidak perlu untuk ditanggapi, dikarenakan alasan PH hanya dibuat-buat dan tidak berdasarkan hukum.
JPU menambahkan, dirinya tidak pernah takut untuk dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Pengawasan, Komisi Kejaksaan maupun Asisten Pengawasan pada Kejaksaan Tinggi Maluku dikarenakan, hal tersebut menjadi pengingat kami untuk tetap bertindak profesional dan sesuai aturan.
Bahwa Penuntut Umum berkeyakinan, dalam penanganan perkara A quo telah profesional dan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan serta Standar Operasional Prosedur.
Dan JPU menyadari dan meyakini, tindakan PH terdakwa yang melaporkan Penuntut Umum adalah upaya untuk memecah belah konsentrasi penuntut umum, sehingga penuntut umum tidak maksimal dalam membuktikan dipersidangan perkara atas nama terdakwa.
Dan terkait surat dakwaan batal demi hukum karena JPU tidak cermat dalam menjelaskan peran terdakwa, dan kualifikasinya dalam perkara Quo menurut JPU, PH terdakwa terlalu dini untuk menyatakan perbuatan terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, padahal dalam surat dakwaan, Penuntut Umum telah diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap peranan, perbuatan dan akibat yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa.
?Bahwa dilihat dari alasan keberatan PH terdakwa, JPU mengatakan itu menunjukkan bahwa PH terdakwa tidak paham akan mana perbuatan yang dilakukan oleh perseorangan dan mana yang dilakukan oleh perseroan.
Penuntut Umum secara jelas dan terang menyebutkan, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sebagai orang perorangan pada surat dakwaan dimana perbuatan-perbuatan yang dilakukan terdakwa diantaranya, terdakwa telah menerima pembayaran atas item pekerjaan yang masih kekurangan volume sebagai pihak ketiga atau penyedia dari saudara Rul Barjah Alias AA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.
Selain itu, terdakwa sebagai penyedia tidak melaksanakan kewajibannya menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang telah dituangkan dalam kontrak, maupun didalam addendum sehingga mengakibatkan pekerjaan tidak selesai dikerjakan dan tidak sesuai dengan kontrak.
Berikutnya, terdakwa melakukan permohonan permintaan pembayaran 90 persen, yang tidak mencantumkan adendum dalam dokumen pembayaran yang dibayarkan tanggal 18 Desember 2019; terdakwa dan Saudara Rul mendatangani surat perjanjian sesuai kontrak Nomor: 447/06 SP-NGAIBOR-KONS/PPK-DINKES/2018 tanggal 06 Juli 2018, tanpa disertai dengan jaminan pelaksanaan. Dan dalam pembuatan addendum tambah waktu tanpa diawali dengan permohonan penambahan waktu dan persetujuan penambahan waktu, dimana didalam addendum tambah waktu tidak disertai juga dengan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.
?Sehingga Penuntut Umum telah tepat dalam mendakwakan terdakwa dalam perkara ini sebagaimana perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa, yang bertindak sebagai Kuasa Direktur PT. Erloom Anugerah Jaya. ?Sehingga alasan keberatan dari PH Terdakwa tidaklah berlandasan yuridis serta Penuntut Umum berpendapat, eksepsi terdakwa haruslah ditolak.
Dengan itu JPU menyimpulkan bahwa seluruh materi keberatan yang diajukan oleh Tim PH terdakwa tidak beralasan yuridis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP dan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Karena itu JPU memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon yang memeriksa dan mengadili perkara atas nama Terdakwa memutuskan dengan menetapkan, prertama, menyatakan bahwa keberatan/eksepsi PH Terdakwa tidak dapat diterima atau ditolak untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah sah dan memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Tiga, melanjutkan pemeriksaan dengan memeriksa perkara terdakwa berdasarkan Surat Dakwaan Penuntut Umum sebagai dasar pemeriksaan perkara.(S-25)
Tinggalkan Balasan