Dugaan Korupsi Dewan Kota Jalan Tempat
AMBON, Siwalimanews – Janji Kejaksaan Negeri Ambon untuk mengekspos kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon Rp5,3 miliar hingga kini belum dilakukan.
Padahal puluhan saksi telah diperiksa termasuk 34 anggota DPRD Kota Ambon namun progres kasus ini jalan tempat.
Setelah kasus ini dilaporkan ke Kejati Maluku minggu lalu oleh Kejari Ambon, tak ada progres penanganan apakah kasus yang diduga melibatkan anggota DPRD Kota Ambon ini dihentikan ataukah naik penyedikan setelah ekspos dilakukan.
Menanggapi hal ini, praktisi hukum, Nelson Sianressy meminta, kejaksaan jangan perlambat ekspos kasus dugaan korupsi di Sekwan Kota.
“Jaksa jangan perlambat untuk ekspos, kalau perlambat nanti kan bisa muncul berbagai penilaian buruk ada apa dengan kasus ini,” ungkap Sianressy saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan lalu.
Baca Juga: Pengadilan Eksekusi Enam Bangunan di TantuiMenurutnya, janji jaksa untuk mengekspos dugaan korupsi di Sekwan Kota Ambon harus secepatnya dilakukan, apalagi ada indikasi perbuatan melawan hukum yang ditemukan jaksa.
“Biasanya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi jaksa menentukan pada dua barang bukti, perbuatan melawan hukum dan ada penyalahgunaan keuangan negara atau menimbuikan kerugian negara, jika memang bukti-bukti permulaan ini sudah ada, maka jaksa harus segera ekspos, jangan lama-lama, atau memperlambat,” ujarnya.
Kata Sianressy, jika ada upaya perlambat ekspos kasus tersebut maka akan membuka ruang terjadinya berbagai upaya yang bisa saja kasus ini tidak tuntas.
“Kalau lambat kan akan membuka ruang, apalagi ini anggota dewan, bisa saja tidak jalan dan sebagainya, karenanya jaksa jangan perlambat ekspos,” ujarnya.
Ekspos perkara tersebut, lanjut Sianressy, untuk mengetahui apakah kasus dugaan korupsi di Sekwan Kota akan ditingkatkan ke penyidikan ataukah tidak.
“Jadi ekspos perkara itu yang nantinya menentukan,” ujar pengacara yang pernah mengikuti seleksi KPK ini.
Tak Hapus Pidana
Sianressy juga menyentil soal pengembalian keuangan negara yang telah dilakukan sejumlah anggota DPRD tetapi itu tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilakukan.
Hal ini kata dia, pengembalian keuangan negara itu terjadi setelah penyelidikan kasus ini dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Ambon.
“Pengembalian keuangan negara itu kan terjadi setelah jaksa melakukan penyelidikan kasus ini, itu berarti tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan. Kasusnya harus tetap jalan,” katanya.
Ia menegaskan, pengembalian keuangan negara oleh anggota DPRD itu akan menjadi bahan pertimbangan nantinya bagi jaksa ataupun hakim di pengadilan, dan bukan harus dihentikan tindak pidana yang dilakukan.
“Pengembalian uang negara itu nanti jadi bahan pertimbangan bagi hakim dan itu nanti kasusnya berproses di pengadilan,” tegasnya.
Temukan Indikasi
Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejari Ambon menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon sebesar Rp5,3miliar.
Kejari Ambon Dian Friz Nalle mengungkapkan, sekalipun kasus ini masih ada ditingkat penyelidikan, namun dalam pemeriksaannya penyidik telah menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum, serta upaya pengembalian kerugian negara.
“Sudah ditemukan adanya indikasi, dari hasil pemeriksaan dan dari data pihak pemkot, ada sejumlah dana dikembalikan ke kas pemkot sebesar Rp.1,5 milliar, sementara ada juga dana Rp 400 juta di bendahara DPRD. Ini indikasi yang sementara kita dalami,” jelas Kajari dalam keterangan persnya kepada wartawan di aula Kejari Ambon Jumat (14/1).
Menurut Kajari yang didampingi Kasi Pidum Ajid Latuconsina, Kasi Pidsus Echart Palapia dan Kasi Intel Jino Talakua, menyampaikan progres pengusutan kasus tersebut, dengan adanya temuan tersebut, maka ia akan melaporkan ke Kejati Maluku untuk segera menentukan jadwal ekspos guna menentukan kasus ini naik ke penyidikan atau tidak.
Bahkan Kajari memastikan, dalam bulan Januari ini ekspos kasus tersebut akan dilakukan.
“Senin ini saya sudah sampaikan ke pimpinan Kejati untuk jadwal ekspos, kenapa harus ekspos bersama Kejati?, karena ini menyangkut partai politik dan kita mengacu kepada aturan itu. Saya pastikan bulan ini kita sudah ekspos,” janji Kajari.
Kata dia, dalam pengusutan kasus ini sejumlah pihak sudah diperiksa, masing- masing berasal dari 34 orang anggota lesgislatif, tiga orang pihak swasta, dan 40 ASN. Untuk melengkapi pemeriksaan, penyidik masih membutuhkan keterangan dari panitia lelang.
Diatanya soal pemeriksaan ahli dari BPK mengingat pengusutan kasus berawal dari temuan BPK, Kejari mengaku, hal itu memungkinkan juga kasus naik ke penyidikan.
“Rencananya masih ada sekitar 5 saksi dari panitia lelang yang akan kita periksa, agar keterangannya kita sinkronkan dengan keterangan saksi yang sudah ada, kalau BPK nanti kita lihat, kalau setelah ekspos status kasus dinaikan ke tahap penyidikan,” ujarnya.
Kajari menambahkan, tidak ada tebang pilih dalam pengusutan kasus ini. Ia juga tidak menapik kemungkinan kasus ditutup jika kerugian negara sudah dikembalikan.
“Kami komitmen tidak ada tebang pilih, kita kerja sesuai SOP, prinsip kami kalau uang dikembalikan berarti sudah ada upaya menyelamatkan keuangan negara, soal apakah akan menghilangkan perbuatan pidana, nanti kita simpulkan setelah ekspos bersama,” ujarnya.
Temuan BPK
Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) fiktif sebesar Rp425.000.0001,
Temuan tidak saja untuk biaya lampu pijar dan alat listrik, namun biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan dan ditemukan selisih sebesar Rp690. 000.000
BPK dalam temuan menyebutkan, secara uji petik tim pemeriksaan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realiasai belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kuitansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.
Selain itu, terdapat banyak ketidaksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehingga secara keseluruhan, terdapat kelebihan nilai nota yang dilampirkan dibandingkan degan total pencairan keempat SP2D sebesar Rp122. 521.000.
Dan ketika BPK melakukan konfirmasi kepada PPK kegiatan pengelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sekretariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada dokumen pertanggungjawaban belanja realisai riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.
Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.
Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pimpinan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda, untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan, Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.
Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp17.500. 000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertanggungjawaban yang tidak dapat diakui sebesar Rp 690.000.000.
Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420. 000.000, dimana hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya mengenai biaya rumah tangga pimpinan.
Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dijelaskan pula bahwa belanja RT pimpinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.
Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpian yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000) x12 bulan. (S-19)
Tinggalkan Balasan